webnovel

Senyumannya

"Aku baru saja tiba dari London—" Ucapan anak perempuan itu terhenti. Ia masih menatap ke arah Allesio kecil yang balik menatapnya. Entah kenapa saat ini, ia merasa nyaman dan aman bila berada di ruangan ini bersama anak laki-laki yang masih ia tidak tahu namanya itu.

Padahal tadi, ia baru saja merasa ketakutan. Ia takut kalau anak laki-laki itu akan memarahinya saat ia masuk ke dalam sini. Mungkin anak laki-laki ini akan melaporkan dirinya kepada kedua orang tua dari anak laki-laki itu. Sungguh, ia benar-benar tidak tahu harus kemana. Ia benar-benar tidak melihat orang tuanya dimanapun.

Ia seperti anak kecil? Ya, anak perempuan pertama dan anak tunggal yang selalu dimanja. Itulah dia. Jadi wajar, kan?

Tapi sepertinya anak laki-laki itu tidak marah. Saat ia masuk pun, anak laki-laki itu sedang tidur tadi. Bahkan, ia tidak sadar kalau ada anak laki-laki itu di sini.

"Temanku meninggal karena kecelakaan dan aku tidak akan bisa melihatnya lagi," Ceritanya sudah sampai di akhir. Anak perempuan itu sudah bisa menghela napas lega sekarang. Ada seseorang yang mendengar ceritanya dan ia juga tidak merasa takut lagi. Tangannya juga tidak bergetar lagi. Apa mungkin hal ini dikarenakan dirinya yang telah makan kue, ya?

Ia nyasar. Setelah mengetahui kenyataan kalau temannya meninggal, ia malah lari dari sana, meninggalkan kedua orang tuanya dan nyasar. Ia pun malah masuk ke salah satu kamar dan bersembunyi di sana sampai orang tuanya datang.

"...Tidak ada yang bisa melindungiku dan memberikan aku kebebasan. Ryu berbohong, Ryu bilang dia mau memberikan aku kebebasan, Ryu bilang dia mau menggantikan aku. Ryu bilang, dia mau menjagaku," Anak perempuan itu malah menangis dengan suara yang kencang sekali. Sungguh, Allesio kecil sama sekali tidak mengerti ingin dibawa kemana cerita ini.

Jujur saja, baru pertama kali dia melihat seorang anak perempuan menangis di depannya. Biasanya, adik-adik perempuannya di panti juga sering menangis, tapi hal itu karena mereka yang belum mendapatkan jatah makanan. Mau meminta mereka untuk berhenti menangis? Tinggal beri nasi dan air, kan?

Kalau anak perempuan ini? Okay, dia sudah makan, jadi bukan makanan yang ia inginkan, kan?

Menurut Allesio kecil, anak perempuan yang masih tidak ia ketahui namanya ini mungkin akan terus menangis, jika dibiarkan menceritakan semua kisahnya itu.

Menggantikan dan menjaga? Sebenarnya, kehidupan seperti apa yang sedang anak perempuan ini hadapi.

Ah, fokus Allesio kecil berpindah ke baju dan perhiasan yang anak perempuan ini gunakan. Mereka semua terlihat sangat mahal. Apa mungkin anak perempuan ini adalah orang yang memiliki banyak uang? Apa dia dari keluarga yang banyak uang? Beruntungnya!

Tunggu, Apa mungkin perhiasan yang ia gunakan itu palsu. Hanya saja, jam dan kalung yang anak perempuan itu gunakan belum pernah Allesio kecil lihat sebelumnya.

"Lalu, dimana orang tuamu? Apa kau tidak memiliki orang tua?" tanya anak laki-laki itu terlihat sangat tertarik dengan cerita anak perempuan ini. Ia tidak tahu kenapa, tapi anak laki-laki itu tidak berhenti melihat ke arah kedua matanya. Padahal, ia tidak berani melihat ke arah mata anak laki-laki itu.

Ah, ia malu.

"Mana mungkin ada seseorang yang tidak memiliki orang tua," sambar anak perempuan itu disertai dengan tawa yang meledak. Habis menangis, dengan sisa air mata di sekitar wajahnya, anak perempuan ini malah tertawa sekencang itu.

Anak perempuan yang polos dan juga kuat. Seperti itulah pandangan Allesio kecil kepada anak perempuan itu sekarang.

Allesio kecil tersinggung dengan perkataan anak itu? Tidak juga. Sepertinya anak perempuan itu memiliki hidup yang baik.

"Aku tidak memiliki orang tua. Aku tidak mengenal bahkan belum pernah bertemu dengan orang tuaku," Jawaban Allesio membuat anak perempuan itu terdiam. Matanya kini malah berair lagi. Aneh, kan?

"Maafkan aku," seru anak perempuan itu merasa bersalah.

"Aku tahu, kau mungkin tidak pernah menderita," Perkataan dari Allesio malah membuat mata anak perempuan itu melebar.

Lalu, tangisannya selama ini diartikan apa oleh tuhan? Sebuah kebahagiaan?

"Orang tuaku mungkin di luar! Aku juga tidak tahu. Aku nyasar!" ulangnya sedikit kesal. Anak laki-laki itu malah tersenyum kecil. Sangat manis. Baru kali ini ia melihat anak laki-laki itu tersenyum.

Padahal tadi hanya wajah sinis yang anak laki-laki itu perlihatkan kepadanya. Nada suara anak laki-laki itu pun sangat datar kepadanya. Tapi sekarang, anak laki-laki itu malah tersenyum kecil kepadanya.

Pikiran Allesio kecil langsung berlari ke kejadian tadi, pembahasan mengenai membunuh tadi. Kalau begitu, apa mungkin kedua orang tua anak ini adalah pembunuh?

London, ya? Dimana letaknya London itu? Apa Allesio bisa mengantar anak perempuan ini kembali ke London?

"Kau harus pergi dari sini. Orang tuamu tidak akan mungkin datang ke sini. Untuk apa orang yang tidak mengenalku datang ke sini. Lagian, tidak akan mungkin ada seseorang yang kau kenal datang ke sini dan tidak akan ada seseorang yang akan datang ke sini," kata-kata itu terdengar senduh di telinga si anak perempuan itu, tapi wajah anak laki-laki itu tidak sesedih kata-kata yang keluar dari mulutnya.

"Oh iya, apa itu sakit?" tanya anak perempuan itu penasaran.

"Hah?"

Memberanikan diri. Anak perempuan itu berjalan mendekati Allesio kecil. Setelah sudah berada tepat di samping ranjang Allesio kecil, anak perempuan itu malah mengelus tangan Allesio pelan. Bukan, lebih ke jarum yang ada di tangannya.

"Mungkin Ryu juga mengunakan ini," kata anak perempuan itu tanpa sadar. Oh, jadi nama temannya yang meninggal itu adalah Ryu, ya?

Tunggu, berarti Allesio kecil seharusnya juga sudah meninggal, kan? Tapi, kenapa ia masih bisa membuka mata?

"Mungkin lebih baik kau—"

"Al," Entah apa yang terjadi sebelumnya, tapi dihadapan mereka, tepat membelakangi pintu, sudah ada empat orang dewasa yang terlihat sangat lega saat melihat ke arah si anak perempuan itu. Mungkin mereka adalah keluarganya karena Allesio sama sekali tidak mengenali wajah mereka berempat.

Seorang laki-laki dan wanita berjalan mendekati anak perempuan itu. Allesio tidak memperhatikan apapun lagi selain senyum dari anak perempuan itu.

Anak perempuan itu langsung memeluk sepasang laki-laki dan wanita itu erat, pasti mereka adalah orang tua anak perempuan itu. Ia tidak menangis lagi, sudah ada senyum lebar di bibir dan jangan lupakan wajahnya yang begitu cerah.

Saat Allesio berpaling, menatap sepasang laki-laki dan wanita lain yang berada di dekat pintu. Matanya malah dikejutkan dengan tatapan kekhawatiran. Bukan untuk anak perempuan itu lagi. Tapi untuknya.

"Akhirnya! Akhirnya kau sadar!" seru seorang wanita yang entah kenapa sudah memeluknya.

Tunggu, siapa mereka? Kenapa Allesio tiba-tiba merasa takut?

***

Bersambung