webnovel

My (pre)teen romantic comedy is non existent

Karena tidak bisa menyelesaikan masalahnya, Tsurumi Rumi memutuskan untuk kabur dan masuk kelas akselerasi sehingga sekarang dia sudah berada di SMA. Dan di sana, dia bergabung dengan generasi kedua service club. Yang tentu saja, hal itu membuatnya malah mendapat masalah baru, masalah yang menyenangkan untuk diselesaikan.

lenovoaxioo · Anime & Comics
Not enough ratings
3 Chs

Rumi Realized

2

Esok paginya, sesuatu yang buruk terjadi padaku.

Aku tidak berangkat satu jam lebih cepat lalu melihat anjing yang hampir ditabrak mobil kemudian mencoba menyelamatkannya dan akhirnya mematahkan tulangku. Yang terjadi padaku hanyalah entah kenapa aku merasakan banyak tatapan-tatapan tidak mengenakan yang diarahkan padaku.

"Aneh."

Biasanya aku tidak semenarik perhatian ini. Meski memang sering ada yang membicarakanku dari jauh, tapi kebanyakan dari mereka biasanya lebih suka pura-pura tidak melihatku sambil terus membicarakanku.

Tapi kali ini lain. Mereka tidak membicarakanku tapi malah melihatku dengan pandangan yang sulit diartikan. Dan mereka bahkan tidak mencoba menyembunyikan apa yang mereka lakukan. Mungkin sebab semua orang melakukannya.

Sampai ke kelaspun, suasana masih tidak jauh berbeda. Aku ingin segera tahu, tapi aku tidak bisa menanyakan apa yang terjadi pada siapapun. Oleh sebab itulah aku segera buru-buru ke kelas untuk menemui Touma san.

Kami berdua memang tidak terlalu akrab, tapi dibandingkan kumpulan orang asing yang ada di sekitarku Touma san jauh lebih mudah untuk diajak bicara olehku. Hanya saja begitu di dalam kelas, aku tidak bisa melihatnya di manapun.

Dan sepertinya dia memilih waktu yang salah untuk pergi. Kerumunan yang kemarin sangat menganggunya sekarang jadi tambah besar dan ramai. Bahkan keramaian yang kemarin sama sekali bukan bandingannya. Sekarang aku bisa melihat wajah-wajah tidak familiar, yang artinya kemungkinan besar kalau kerumunan baru ini juga terdiri dari murid dari kelas lain.

Pantas Touma san tidak ada di sini, mungkin dia sudah tidak tahan dan memutuskan untuk keluar dari kelas dan menunggu jam masuk. Jika di dalam kelas ada yang membicarakanku, meski tidak terang-terangan aku juga pasti akan merasa terganggu dan melakukan apa yang Touma san lakukan.

Selain jumlahnya yang berbeda, perhatian mereka kali ini juga agak berbeda dengan yang kemarin. Jika kemarin semuanya fokus pada satu titik, sekarang kadang ada yang melirik ke arahku.

Aku memang tidak suka dengan apa yang mereka lakukan, tapi aku juga tidak akan nekat ke sana dan membubarkan mereka. Wajahku memang dari sananya agak kelihatan tidak bersahabat, jadi tolong jangan merasa terganggu dan anggap saja kalau aku ini tidak ada lalu lanjutkan kegiatan kalian.

Bekali-kali dilihat dengan mata penasaran oleh orang tidak dikenal rasanya agak tidak nyaman, jadi kumohon berhentilah mengarahkan pandangan kalian ke sini.

Seperti dugaanku, saat bel pelajaran pertama berbunyi dan semua anak laki-laki tadi bubar. Touma san masuk dan mengikuti pelajaran seperti biasa. Lalu, anak laki-laki yang tiba-tiba memperhatikanku. Touma san malah tiba-tiba tidak mau melihat ke arahku. Bahkan setelah aku memanggilnya.

Siangnya, berhubung aku sudah menemukan spot makan siangku tanpa ragu aku langsung ke sana. Dan seperti biasanya aku juga bisa menonton anggota club tenis yang sedang latihan. Untuk pandangan mereka ke arahku yang tidak biasa, aku tidak memperdulikannya. Sebab aku sendiri tahu seberapa anehnya sebuah pemandangan seorang gadis SMA yang lebih mirip anak SMP makan sendirian di tempat sepi.

Kemarin aku tidak merasakannya, tapi mungkin karena aku tidak terlalu memperhatikannya.

Setelah makan siang aku langsung kembali ke kelas dengan buru-buru, di kantin pribadiku itu suasananya sangat nyaman sehingga aku memutuskan untuk bersantai lebih lama jadi aku bersantai dulu setelah selesai makan.

Lalu, ketika aku aku berjalan ke kelas tanpa sengaja aku melihat Touma san yang sama-sama ingin menuju ke kelas. Aku mempercepat langkahku dan mulai mendekatinya, lalu setelah cukup dekat aku menepuk pundaknya.

Dan ketika aku menepuk pundaknya.

"Kyaaa. . ."

Dia bereaksi berlebihan.

"Ini aku Touma san. . . maaf sudah menga. . ."

"Maafkan akuuu!. ini semua gara-gara aku! maafkan aku Tsurumi san!."

"Hee. . kenapa Touma san minta maaf padaku? bukankah aku yang salah?"

"Bukan akulah yang salah! semua ini salahku!"

"Tenang dulu! aku tidak tahu apa yang terjadi tapi aku tidak akan marah! jadi jelaskanlah apa masalahnya."

Aku tidak tahu apa yang terjadi tapi Touma san mulai menunjukan ekspresi kalau dia akan segera menangis, karena itulah aku mencoba menenangkannya sebelum dia membuat keributan yang lebih menarik perhatian.

"Sebenarnya. . . "

Touma san mengambil ponsel dari roknya lalu menunjukan layarnya padaku.

"Foto-fotomu sekarang juga ikut menyebar di internet."

Oh begitu, pantas sekarang kerumunannya lebih besar dari kemarin. Tidak seperti Touma san yang punya penampilan sangat berbeda dengan yang ada di foto sampai susah dikenali. Fotoku jauh lebih mudah dikenali sebab penampilanku di dalam foto dan di sini sama sekali tidak berbeda.

Dan ketika semua orang sadar kalau orang yang fotonya muncul di internet adalah murid dari sekolah yang sama dengan mereka, rasa penasaran yang muncul akan jauh lebih besar. Menjadi kerumunan yang berkumpul karena rasa penasaran itu juga ikut jadi lebih besar.

"Jadi fotoku menyebar di internet ya. . . ha? fotoku menyebar di internet?"

Aku langsung merebut ponsel Touma dan melihat kembali foto yang tadi dia tunjukan padaku. Dan ternyata selain foto itu masih ada banyak fotoku yang lain. Aku ingin tanya kenapa Touma san bisa menyimpan fotoku padaha dia sendiri bahkan tidak mau melihat internet karena malu fotonya menyebar di sana.

Tapi hal itu tidak penting sekarang.

"Ap-apa yang harus kulakukaaaaaaaaann!?"

Bel kembali berbunyi dan kami berdua terpaksa harus masuk ke kelas. Aku sudah cukup tidak suka dengan yang namanya kelas, tapi sekarang ketidaksukaanku bertambah berkali-kali lipat. Sebab kali ini, kelas jadi jauh lebih tidak nyaman dari biasanya.

Tatapan mereka seharusnya tidak terlalu berbeda dengan tatapan mereka tadi pagi. Tapi sekarang aku tidak bisa menganggapnya sama lagi. Sekarang aku jadi paham apa yang namanya Ignorance is bliss. Tadi pagi ketika aku tidak tahu apa-apa semuanya masih baik-baik saja, tapi begitu aku mengetahui semuanya apapun jadi tidak kelihatan baik.

Kalau jadi tahu hanya akan membuatku susah, lebih baik kalau aku tidka tahu saja. Yah, aku akan mengingatnya baik-baik.

Sekarang aku juga jadi tahu seberapa beraninya Touma san. Begitu pelajaran selesai aku tidak berani tetap di tempat atau mengganggu kerumunan yang sedang berisik seperti Touma san kemarin dan langsung kabur saja ke ruang club.

Berhubung aku sudah hafal jalannya, perjalananku ke ruang club tidak memakan waktu lama. Dan tidak seperti hari sebelumnya, di dalam ruang club sudah ada Kawasaki san dan Hikigaya san.

"Kawasaki san, aku ingin melaporkan sesuatu."

"Aku tidak tahu kenapa kau langsung ingin melapor padaku meski ketuanya itu kau, tapi kalau yang ingin kau laporkan adalah masalah tentang fotomu yang menyebar di internet kami berdua sudah tahu."

"Kalau begitu ayo kita ke Isshiki senpai."

Kemarin aku menyarankan Touma san untuk mengurusi masalahnya secara hukum, tapi dia tidak mau melakukannya dan meminta kami untuk melakukan penyelidikan. Hanya saja aku tidak sepertinya, aku akan melaporkan masalah ini ke Isshiki senpai dan memintanya membawa masalah ini ke polisi.

"Tunggu dulu Tsurumi san! dengan ini bukankah kita jadi bisa dapat petunjuk baru?"

"Aku tidak perduli!."

Aku benar-benar tidak perduli, petunjuk baru? siapa yang butuh hal seperti itu? yang kubutuhkan sekarang adalah seseorang yang bisa menghilangkan semua fotoku di internet atau pulpen ajaib MIB yang bisa menghapus ingatan seseorang.

Kalau kau ingin petunjuk cari saja sendiri.

"Lagipula fotomu bagus Rumi-rumi jadi kurasa tidak ada yang perlu dipermasalahkan."

Fotoku memang tidak ada yang aneh, fotoku hanyalah gambar dari diriku yang sedang duduk di kafe untuk memesan makanan, meminum jus, dan makan omlette. Tapi tetap saja semua itu memalukan.

"Lagipula kau hanya tidak perlu datang lagi ke sana supaya fotomu tidak ada yang bertambah."

"Masalahnya tidak sesimple itu Hikigaya san!."

Sial. Maafkan aku Touma san, jujur saja kemarin aku tidak menganggap masalahmu serius dan meremahkannya. Tapi setelah mengalaminya sendiri aku bisa tahu seberapa besarnya masalah itu untukmu.

Masalahnya bukanlah terletak pada fotonya itu sendiri, tapi kenyataan kalau ada banyak orang yang melihat dan menyimpan potret dari dirimu yang digunakan untuk entah apa saja. Bayangkan saja fotomu dipajang di aku jejaring seseorang yang bahkan tidak kau kenal lalu semua orang diperbolehkan mengomentarinya.

Sangat memalukan, apalagi kalau aku sadar kalau aku sudah menunjukan ekspresi-ekspresi aneh di dalam foto. Tingkat rasa maluku akan semakin naik. Kemudian, bagaimana kalau fotoku dimiliki oleh orang mesum? bagaimana? apa ada yang bisa menjamin kalau tidak akan ada yang menggunakannya untuk sesuatu yang mesum? ada tidak? jawabannya tidak ada!.

"Tentu saja kau bisa lapor polisi dan tidak ada yang bisa mencegahmu, tapi dengan begitu kemungkinan besar Touma san akan kehilangan pekerjaannya."

Ugh. . . jika masalah ini hanya menyakut diriku sendiri aku tidak perlu mngkhawatirkan apapun. Tapi tindakanku bisa mempengaruhi nasib dari teman sekelasku, yang rasanya sangat tidak enak.

Entah kenapa aku jadi merasa bersalah. Padahal aku yakin kalau aku tidak salah.

"Kau juga bisa menunggu sampai demam fotomu lewat lalu tidak pernah lagi ke sana, dan tentu saja kalau kau tidak ingin berhubungan dengan kasus itu lagi kami juga tidak akan melakukannya! dengan kata lain kita harus menolak kasus dari Touma san dan membiarkannya tanpa pertolongan."

Kawasaki saaaaan. . . bisakah kau tidak membuatku kedengaran jahat? tolong jangan melakukan serangan mental padaku. Maaf saja tapi aku tahu kalau kau sedang menggiringku untuk memilih sesuatu yang tidak bisa kujawab dengan 'tidak'.

"Atau kita bisa melanjutkan kasusnya dan membuat masalahmu dan masalahnya selesai sekaligus."

Aku sudah bisa menebak apa yang ingin dia coba lakukan.

". . . ."

Aku sama sekali tidak terpancing oleh Kawasaki san ok. Tapi memang benar club sudah menerima permintaan tolongnya, jadi rasanya sangat tidak etis kalau kami berhenti di tengah jalan dan tidak menyelesaikan apa yang sudah kami lakukan.

Selain itu, berhubung sekarang aku sudah paham bagaimana rasanya berada di posisinya aku sendiri juga jadi tidak bisa membiarkan keadaanya yang sekarang begitu saja. Lagipula, kalau aku menyelesaikan masalahnya, masalahku juga akan ikut selesai.

Hum . . . kurasa memang cuma itu yang bisa membuat aku maupun Nishino san dan juga club bisa mendapatkan sesuatu.

"Baiklah . . . kita akan melanjutkan kasus ini."

Sekali lagi kubilang. Aku sama sekali tidak terpancing oleh Kawasaki san. Ingat itu baik-baik.

"Apa kau serius Tsurumi san? di sini tidak ada yang memaksamu jadi kau bebas memilih opsi lain."

Jangan pura-pura bodoh dan menanyakan hal yang sudah jelas seperti itu Kawasaki san, kau membuatku benar-benar ingin memukul wajahmu sekarang. Kau sendiri sebenarnya tidak memberikan pilihan macam apapun padaku kan? serius tidak serius aku juga tidak bisa kabur.

"Jika kau ingin menyelesaikan kasus ini kau harus bersiap untuk bisa melakukan apa saja."

"Apa saja?"

Aku punya firasat sangat buruk, sangat buruk, tapi harga diriku tidak mengijinkanku untuk menunjukan rasa takut. Aku tidak bisa mundur, meski tahu kalau aku tidak tahu apa yang ada di depanku.

Uwah keren sekali kata-kataku tadi.

"Entah kenapa aku juga ikut tegang, untuk suatu alasan aku merasakan sebuah firasat buruk."

Hikigaya san sepertinya juga tidak bisa kabur dari kasus ini.

3

"Aku menarik kata-kataku kembali! aku tidak ingin menyelesaikan kasus ini! biarkan aku pulang!."

"Rumi-rumi, bukankah kau sendiri yang bilang kalau kau bisa melakukan apapun untuk menyelesaikan kasus ini!?"

"Aku tidak bilang hal semacam itu! Kawasaki san yang bilang! dan aku sama sekali tidak tahu kalau kita akan kembali ke sini lagi."

Dengan mudah, Hikigaya san menangkap tubuhku dan mencegahku lari dari tempat ini. Kafe di mana Touma san bekerja.

Ketika Kawasaki san bilang kalau aku harus bisa melakukan apapun, aku sudah menyiapkan diri untuk datang ke sini dan membuat fotoku di internet bertambah. Tapi persiapanku itu ternyata belum cukup, sebab sekarang aku dan Hikigaya san datang bukan hanya sebagai pelanggan melainkan pelamar kerja.

"Jangan hiraukan dia Manager, Rumi-rumi hanya pemalu."

"Oooo . . pemalu ya, kebetulan sekali aku sedang membutuhkan karakter adik perempuan dan kakak perempuan."

"Heh? karakter?"

Sekarang ini aku dan Hikigaya san sedang berada di kantor manager dari tempat ini di bagian belakang gedung, dan aku dan Hikigaya san sedang di interview setelah mencoba melamar pekerjaan di tempat ini.

"Hm . . . . ."

Mendengar kata interview, yang sering masuk ke dalam pikiranku adalah seseorang ditanyai oleh seseorang yang mencoba menggagalkan usaha seseorang untuk mendapatkan pekerjaan. Sebuah pembicaraan empat mata, dan juga penilaian iq.

Tapi sekarang aku dan Hikigaya san sedang berdiri lalu si manager sedang melihat kami berdua dengan teliti.

Hikigaya san berdiri dengan tegap dan membiarkan dirinya diperhatikan oleh si manager. Sedangkan aku, meski sama-sama berdiri tapi aku tidak bisa tegap. Di tatap seperti itu sangat memalukan sehingga sebisa mungkin aku mencoba menghindarkan pandangannya dariku.

Meski semua usahaku gagal.

"Apa kalian bisa coba berputar?"

"Apa?"

"Berputar."

Hikigaya san langsung berputar, dan akupun mengikutinya. Dengan putaran yang kaku.

"Hm . . . . . . "

Interview macam apa ini!? kami bahkan tidak ditanyai satu hal lainpun kecuali nama. Kami tidak ditanyai pendidikan, kami tidak ditanyai umur dan asal, dan bahkan kami tidak ditanyai apakah kami sudah dapat ijin dari orang tua atau belum.

Apa tempat ini benar-benar legal? sekarang aku mulai khawatir.

"Kurasa OK! kalian diterima."

Begitu saja?

"Jangan melihatku seperti itu gadis kecil! kau memang jadi pelayan tapi pekerjaan utamamu adalah jadi poster girl."

" . . . . "

"Sudah kubilang jangan melihatku dengan mata seperti itu! poster girl itu penting! atau bahkan bisa kubilang kalau poster girl lebih penting dari pelayan! lagipula jadi poster girl itu bukan pekerjaan ilegal."

Memang benar. Setelah melihat demografi pelanggan kafe ini yang semuanya adalah laki-laki, bisa dibilang jelas orang yang datang ke sini bukanlah datang untuk makanan dan minumannya, tapi untuk para pelayannya.

Daya tarik dari tempat ini adalah pelayannya, dan gadis cantik yang jadi pelayan adalah sebuah sarana iklan yang sangat efektif. Dan menjadi bintang iklan tentu saja bukan sebuah pekerjaan yang tidak bisa dikategorikan kriminal.

"Kalian bisa langsung berganti, di belakang dapur ada ruang istirahat, di lemarinya ada banyak seragam kalian bisa memilih sendiri."

Seperti yang sudah diinstruksikan, kami menuju ruang istirahat dan mengunci pintunya lalu mulai mencari seragam yang cocok untuk kami berdua. Hikigaya san bisa menemukan ukuranya dengan mudah, tapi aku perlu mencari lebih lama sebab ada terlalu banyak seragam yang kebesaran.

Setelah berganti kami berdua langsung keluar dan menemui Touma san, dengan bantuannya kami memperkenalkan diri pada senior-senior kami dalam bidang bisnis. Dan dengan bantuannya juga, sekarang kami sudah mendapatkan pekerjaan untuk dilakukan dan bisa masuk ke lingkungan kerja gadis lain dengan mudah.

Lalu, sekarang aku akan melakukan tugas pertamaku.

Sedangkan Hikigaya san sedang melakukan tugas ronde ke enamnya. Melayani Kawasaki san.

Ide untuk kami berdua jadi pelayan adalah milik Kawasaki san, jadi tentu saja sekarang dia juga ikut berada di sini. Dan untuk memanfaatkan situasi, tentunya dia datang sebagai pelanggan dan meminta Hikigaya san untuk melayaninya.

"Jadi apa pesananmu tuan?"

"Aku pesan satu senyuman."

Uwah. . . dia mengatakannya. Dia benar-benar mengatakannya. Jika aku jadi dia aku tidak akan berani mengatakan hal memalukan seperti itu. Dia benar-benar tidak tahu malu, tapi meski tidak tahu malu entah kenapa aku merasa kalau Kawasaki san jadi kelihatan sedikit jantan.

"Ha? . . . . ."

Hanya saja sebagai balasannya, Hikigaya san hanya menatap tajam ke arah Kawasaki san. Dan ekspresi yang ditunjukannya sama sekali tidak bisa dibilang ramah. Atau malah lebih tepat kalau dibilang ekspresi penuh kebencian.

"Maafkan aku!. . . . ."

Aku melihat Kawasaki san mencoba menjelaskan sesuatu pada Hikigaya san, tapi aku tidak bisa mendengar isinya sebab sekarang aku sedang menuju ke arah dapur dan menjauh dari meja mereka berdua.

"Tsurumi san, tolong bawa kopi ini ke meja lima belas."

"Ah iya."

Aku segera mengambil kopi dari tangan seorang seniorku dan membawanya dengan aman ke meja yang dia sebutkan tadi. Kalau pelangganya ada banyak mungkin aku akan bingung memberikannya kepada siapa, tapi untunglah yang duduk hanya satu orang saja sehingga pekerjaanku jadi lebih mudah.

Selain itu, di sini yang namanya manner juga tidak terlalu diperhatikan sehingga aku tidak diharuskan untuk mematuhi sebuah peraturan tidak tertulis dalam melakukan pelayanan. Tugas pertamaku bisa kuselesaikan dengan lancar.

Setelah selesai melakukan pekerjaan pertamaku, aku langsung bisa beristirahat. Dan yang bisa beristirahat bukan hanya aku, tapi juga tiga orang pelayan lain yang sudah menempati kursi di samping dapur lebih dulu daripada aku.

"Kau anak baru."

Sebab Hikigaya san sedang melayani Kawasaki san, anak baru yang ada di sini hanya aku saja. Jadi pasti siapapun namanya, dia pasti memanggilku.

"Jangan tegang begitu santai saja. . . kita akan bergantian keluar untuk melayani pelanggan."

"Ah. . iya."

Aneh . . . sangat aneh. Kenapa aku malah bisa merasa lebih santai saat aku sedang di tempat kerja? kalau begini aku jadi merasa bersalah. Dengan gaji yang sebesar itu pekerjaan yang kulakukan hanyalah membawakan kopi ke meja satu atau dua pelanggan lalu beristirahat.

Bukannya aku tidak suka bisa santai, tapi rasanya ini agak tidak benar.

"Tempat ini baru ramai saat sore, jadi kau bisa santai dulu, lagipula kau itu baru kan?"

Pelayan yang sedang beristirahat bersamaku terdiri dari dua orang gadis yang kelihatannya seumuran dengan Touma san dan seorang gadis kecil yang kemarin memberikan layanan senyuman pada Hikigaya san. Yang kutaksir mungkin umurnya tiga belas tahun.

"Bagaimana kalau ngobrol denganku Tsurumi san, semua pelayan di sini lebih tua dari kita jadi mungkin pembicaraan mereka agak sulit dipahami, hehe. . "

Mungkin memang benar kalau semua pelayan yang ada di sini lebih tua dariku, tapi dikelilingi oleh orang yang lebih dewasa dariku itu adalah hal biasa. Dan meski aku tidak terlalu suka melakukannya, tapi aku tidak punya masalah saat berbicara dengan orang yang lebih dewasa.

Dia memegang tanganku lalu mengajak untuk duduk di sampingnya.

Kalau dia sebaik ini padaku, tentu saja aku tidak mengatakan kenyataan bahwa aku sama sekali tidak membutuhkan rasa simpatinya.

Lagipula, jika aku mengobrol dengannya aku bisa mendapatkan informasi lebih tentang tempat ini tanpa repot. Ya, aku hanya mencari informasi dan bukannya ingin benar-benar ngobrol dengannya.

Awalnya pembicaraan kami dimulai dengan Card Capt*r, setelah itu Pretty C*re, Kamichama K*rin, Shugo Ch*ra, kemudian M*doka, dan yang terakhir adalah YuYu*u. Entah kenapa kami berdua jadi membicarakan Mahou Shojo dan untuk suatu alasan yang lebih tidak kuketahui pembicaraan kami bahkan mengarah ke anime yang usianya lebih tua dari kami berdua.

Ok, tolong jangan salah paham. Aku memang bisa melayani pembicaraannya dan pengetahuannku tentang Mahou Shojo cukup luas, tapi bukan berarti aku suka menonton Pretty C*re atau yang sejenisnya.

Aku sama sekali tidak menyukainya. Tidak mungkin juga seorang anak SMA menonton anime untuk gadis seperti itu. Kalaupun ada anime Mahou Shojo yang kutotonton aku cuma menontonnya karena tidak tahu harus melakukan apa.

"Um . . . ok sekarang saatnya membicarakan hal yang lebih serius."

"Hal yang lebih serius?"

"Apa kau pernah melihat fotomu di internet?"

"Ha? Aku tidak tahu, aku tidak punya komputer jadi aku tidak pernah lihat internet."

Jika gadis itu benar-benar berpikir kalau dia tidak bisa mengakses internet hanya karena dia tidak punya komputer, kemungkinan besar dia juga tidak tahu kalau ponsel bisa digunakan untuk browsing tanpa masalah. Kesimpulannya, sepertinya aku salah target.

"Kalau masalah itu sepertinya mungkin sudah terjadi padaku. . . hahaha. . ."

Salah satu seniorku sebagai pelayan tiba-tiba berbicara, kali ini yang menjawab adalah gadis seumuran dengan Touma san.

"Aku tidak pernah melihatnya sendiri, tapi belakangan ini aku merasa kalau ada banyak yang melihatku jadi mungkin aku sudah jadi terkenal hehehe. . . ."

Mungkin dia berbicara dengan nada bercanda yang tidak serius, tapi aku bisa menangkap ada sebuah kekhawatiran dalam kalimatnya.

"Kalau fotoku benar-benar menyebar di internet, sepertinya aku akan tinggal di sini sebab alasanku ke sini adalah karena di sini tidak ada banyak orang."

Jadi dia ke sini tidak semata-mata tertarik dengan gajinya yang besar. Kurasa tempat ini bukan sekedar tempatnya bekerja, tapi juga tempatnya bersembunyi. Sedangkan gaji yang didapatkannya hanyalah semacam bonus tambahan.

"Di sini benar-benar nyaman."

"Kurasa Touma san juga bilang hal yang mirip padaku, senpai."

Dia tidak bilang secara langsung, tapi tindakannya mengatakan jauh lebih banyak hal daripada mulutnya. Dia tidak terlalu aktif di sekolah, tapi di sini aku sempat melihatnya beberapa kali tertawa dengan lepas. Tempat ini memang benar-benar membuat santai. Meski padahal tempat ini adalah tempat untuk bekerja.

"Mau bagaimana lagi, tempat ini memang sangat nyaman, bahkan lebih nyaman dari rumahku sendiri."

"Jadi tempat ini semacam penampungan. . "

"Tapi tolong jangan anggap kami semua itu sama Tsurumi san."

Kali ini seniorku yang lain ikut bicara, gadis yang duduk di samping seniorku yang tadi mengangkat jari telunjuknya ke atas.

"Alasan kami semua bekerja di sini tidak hanya satu, kalau aku sendiri bekerja di sini murni hanya tertarik pada uangnya saja. . . dan tentu saja aku tidak keberatan jika fotoku menyebar di internet asal aku mendapat gantinya! tidak, malahan aku akan senang jika aku bisa dikenal sebab aku sering sekali dilupakan oleh orang lain."

Ya, main pukul rata memang tidak bisa dilakukan. Setiap orang mempunyai pikirannya masing-masing, dan tentu saja semua orang memiliki tujuannya masing-masing saat mereka datang ke sini.

Ada yang ingin memanfaatkan keadaan sepi tempat ini untuk menghindari keramaian, ada yang memang hanya butuh uang, ada yang cuma ingin membuang waktu ataupun main-main, dan bahkan ada juga yang ingin mencari teman.

Tapi apapun alasannya, kesimpulan yang bisa kudapat cuma ada satu. Tempat ini sangat penting bagi mereka. Bahkan bisa dibilang kalau semuanya bisa bertemu dan berinteraksi layaknya keluarga seperti sekarang adalah karena adanya tempat ini.

Tanpa tempat ini, mereka semua tidak akan bisa bertemu dan saling mengenal.

Bagi seseorang yang tidak bisa masuk ke dalam lingkungan di sekitarnya, memiliki tempat yang bisa disebut rumah adalah sesuatu yang sangat berharga.

". . . ."

"Tsurumi san? kenapa kau tiba-tiba tersenyum."

"Entahlah."

Aku benar-benar tidak tahu. Hanya saja entah kenapa aku tidak bisa berhenti tersenyum.

Aneh, padahal aku baru bekerja di tempat ini selama dua setengah jam. Tapi kenapa aku bisa menyukai tempat ini? apa karena tempatnya? karena suasananya? gajinya? atau karena orangnya?

Alasan kenapa tiba-tiba aku menyukai tempat ini masih belum bisa kupastikan, tapi yang jelas sekarang aku juga jadi ingin kalau tempat ini tetap berdiri dan semua orangnya bisa tetap bekerja dengan baik tanpa gangguan.

Oleh sebab itu, aku akan menangkap orang itu. Orang yang sudah mengancam kebersamaan para pelayan tempat ini.

"Kalau kau sendiri Tsurumi san? apa alasanmu ingin bekerja di sini?"

"Aku? um. . . ."

Aku tidak bisa bilang kalau aku ingin jadi pelayan di sini karena ingin menyelidiki sesuatu.

"A . . . . . aku hanya di ajak Touma san."

Gadis kecil yang dari tadi mengajakku ngobrol tentang Mahou shojo kelihatan sedikit bingung.

"Bagaimana kau bisa kenal dengan Touma san? Tsurumi san."

"Aku teman sekelasnya."

"Teman sekelas?"

Gadis kecil di hadapanku langsung memperlihatkan muka terkejut, setelah itu dia langsung menunduk.

"Maafkan aku karena sudah tidak sopan, aku tidak tahu kalau kau ini seniorku."

Senior?

"Sebab Tsurumi san kelihatan sangat manis aku jadi mengira kalau kau lebih mudah dariku, tapi ternyata Tsurumi san seumuran dengan Touma san, hehe. . . harusnya aku bertanya dulu."

"Um . . .m m . . . ti-tidak apa-apa."

Maafkan aku! harusnya aku yang minta maaf! aku memang sekelas dengan Touma san, tapi untuk masalah umur sepertinya memang kau lebih tua dariku. Jadi sebenarnya kau tidak perlu berbicara terlalu formal denganku dan meminta maaf karena mengajaku ngobrol dengan casual dengan topik tentang Pretty cure.

Rasa hormatmu padaku malam membuat dadaku jadi agak sakit.

"Tsurumi san. . . "

Ketika aku sedang kebingungan bagaimana merespon gadis kecil di depanku, seorang pelayan lain memanggilku dari luar dan memintakku untuk kembali melayani pelanggan. Sepertinya dia ingin menunjukan pelayan baru pada pengunjung secepat mungkin agar mereka bisa lebih cepat kenal dengan orang baru.

Aku berhasil keluar dan menghindari gadis kecil tadi.

Aku kembali membawakan secangkir kopi ke sebuah meja, dan dalam perjalananku aku melihat Kawasaki san sedang mengarahkan ponselnya ke Hikigaya san yang juga sedang mengantarkan kopi ke meja lain.

"Maaf, tapi di sini tidak diijinkan untuk mengambil foto pelayan."

Ponsel Kawasaki san langsung dipegang oleh si Manager yang entah dari mana lalu kameranya dia tutup menggunakan jarinya.

"Ah iya, tapi dia temanku."

"Maaf, tapi yang namanya peraturan harus ditaati! kalau aku memberikan pengecualian padamu maka pelanggan lain juga akan meminta pengecualian."

Benar sekali. Yang namanya manusia itu punya tendensi untuk ikut-ikutan, jika pelanggan lain melihat Kawasaki san dibiarkan saja untuk memotret pelayannya maka orang lainpun akan mulai berpikir kalau mereka juga bisa mendapatkan hak yang sama.

"Tapi dia itu temanku, aku yakin kalau dia tidak membenci apa yang kulakukan."

"Bukan itu masalahnya!."

Memang bukan itu masalahnya Kawasaki san! apa iqmu tiba-tiba jadi turun gara-gara melihat Hikigaya san memakai pakaian pelayan?

"A. . ."

"Kalau kau ingin mengambil fotonya, kau bisa melakukannya saat kalian sedang tidak ada di sini! tapi jika kau ingin tetap melakukannya mohon silahkan pergi."

Bagus. Kawasaki san bahkan tidak diberikan kesempatan untuk bicara.

"Maafkan aku, aku mengerti."

Kawasaki san menyerah dan menurut, setelah itu si manager kembali ke belakang ruangan.

"He. . . securitynya lumayan juga."

Pantas saja semua pelayannya bisa tenang-tenang saja padahal kebanyakan pelanggannya adalah laki-laki. Kalau managernya setegas itu kurasa tidak akan ada yang berani main-main dengan pelayan di sini.

"Tapi ini aneh."

Di dunia ini pasti tidak ada yang sempurna, tapi jika keamanannya seketat ini bukankah akan sulit memotret Touma san dalam posisi yang benar lalu menyebarkan fotonya di internet? meski memang kamera bisa disembunyikan harusnya hasil dari jepretannya tidak akan sebagus yang dulu kulihat.

Ok, aku akan ikut mengawasi tempat ini.

"Bugh. . ."

"Aww. . . . hampir saja."

Sebab mataku tidak fokus ke depan, tanpa sadar aku menabrak seseorang yang terasa seperti batu karena tidak sedikitpun terasa bergerak. Tapi untunglah kesalahan klasik seperti menjatuhkan gelas dan menumpahkan isinya ke orang itu tidak terjadi.

"Kalau jalan hati-hati! . . . ."

"Maafkan aku, aku masih baru."

Orang yang kutabrak adalah seorang pria paruh baya yang mungkin umurnya sama dengan ayahku, dan wajahnya lumayan menyeramkan. Apalagi saat dia sedang marah.

"Aku akan lebih hati-hati."

Sebab dia lebih tinggi, apa yang ada di hadapanku hanyalah perut bagian atasnya. Dan berbicara pada seseorang tanpa melihat wajah itu kedengaran sangat tidak sopan, oleh sebab itulah aku mengambil sedikit jarak lalu mundur dan mencoba melihat ke arah wajahnya.

"Sekali lagi maafkan aku."

" . . . A. . itu. . . tidak apa-apa, maaf juga karena sudah berteriak."

Kemudian pria itu menuju kursi Kawasaki san menepuk pundaknya dan mulai mengobrol. Sedangkan aku, setelah selesai melakukan tugasku langsung kembali ke belakang dan menyesali perbuatanku.

Sorenya, aku dan Hikigaya san pulang bersama dengan Kawasaki san yang sudah menunggu selama tiga jam di stasiun. Dia itu lumayan mesum, tapi dedikasinya sama sekali tidak main-main.

4

Malamnya, aku memutuskan untuk memberanikan diri mencari foto-fotoku sendiri setelah meminta sample filenya dari Kawasaki san. Aku memang tidak ingin melihat foto memalukanku, tapi ada hal yang lebih tidak kusuka dari itu. Yaitu, masalah yang berlarut-larut tanpa ada pemecahan.

Setelah mendapatkan file sample beresolusi rendah dari Kawasaki san aku mencoba mencari gambar yang sejenis menggunakan mesin pencari.

Yang ingin kulakukan mudah. Untuk mencari sumber asli dari gambar yang beredar di internet aku akan mencai gambar yang mirip dengan resolusi terbesar. Setelah mendapatkan gambar yang paling jelas aku akan membandingkan anglenya dan mencocokannya dengan posisi pelanggan yang duduk sesuai dengan gambar yang diambil.

Ada banyak hal yang tidak bisa kubanggakan dari diri sendiri, tapi meski begitu aku sangat percaya diri dengan ingatanku. Lagipula, tanpa bantuan ingatakanku aku tidak akan bisa punya kesempatan untuk kabur dari mantan teman-teman sekealsku dulu dan berada di sekolahku yang sekarang.

Pencarianku sama sekali tidak bisa dibilang berjalan mulus. Kebanyakan gambar yang kutemukan masih saja memiliki resolusi yang rendah, dan alamat-alamat yang kudapatkan lebih sering mengarah ke situs berita yang isinya penuh komentar tidak menyenangkan.

Banyak yang berkomentar tentang gadis-gadis itu seakan mereka adalah orang yang tidak tahu malu.

Hasil browsingku selama setengah jam tidak terlalu terlihat. Tapi meski begitu aku menemukan beberapa link yang mengarahkanku pada situs-situs yang memiliki gambar beresolusi tinggi.

Dengan kata lain aku berhasil menemukan salah satu sumber yang menyebarkan foto-foto teman kerjaku. Tapi situs itu bukanlah akarnya. Dari situs itu aku masih mendapatkan link ke sebuah akun di sebuah forum lokal, dari situ aku mendapatkan link lagi ke sebuah sub topic, dari sana aku mendapatkan alamat ke sebuah sub redd*t, dari topik di sub itu aku mendapatkan alamat dari seseorang yang punya akun pasteb*an, dari sana aku mendapatkan alamat ke blog yang mengarahkanku dulu sebuah page iklan. Begitu aku berhasil melewati iklan aku kembali masuk ke sebuah blog, yang memberiku link ke sebuah file hosting yang sekali lagi harus melewati halaman iklan, difile hosting yang kutuju ada sebuah link untuk mendownload sebuah file text.

Dari file text itu aku mendapatkan link lagi ke sebuah mirror creator, yang tentu saja diselingi dengan halaman a*fly, setelah ke berhasil masuk di sana ada banyak link lagi ke file hosting lain, aku memilih salah satunya dan.

"Aaaaaa.. . ..a.a.a.a.a. . . . . .a.a.a.a."

Yang muncul hanyalah notice kalau konten yang kucari sudah dihapus atau kadaularsa.

"Ggggghhhhgggg."

Aku benar-benar ingin memukul komputerku. Tidak, aku ingin memukul seseorang yang daru tadi kuikuti linknya itu. Bukan, aku bukan ingin memukulnya tapi ingin menghajarnya.

"Sekarang link mana lagi yang harus kuikuti."

Selama satu setengah jam, entah berapa halaman yang sudah kuhabiskan dan berapa banyak kuota yang sudah kusia-siakan lagi aku sudah tidak bisa menghitungnya. Dan begitu dua jam berlalu.

"Akhirnyaaaaaaaaaaa. . . ."

Di akhir perjalananku, setelah melewati ratusan iklan yang bahkan mencoba menipuku untuk percaya bahwa komputerku terkena virus. Aku menemukan sebuah aku jejaring sosial dengan follower sampai jutaan, dengan page penuh iklan, dan juga wall penuh dengan foto dari teman-temanku yang sedang memakai seragam pelayannya.

Dan di sana juga ada.

"Aaaaa. . . apa-apaan foto ini!?."

Begitu aku bekerja di kafe itu, tentu saja aku sudah bersiap dengan kemungkinan kalau fotoku akan lebih banyak yang menyebar di intrernet. Tapi aku sama sekali tidak menyangka kalau fotoku bisa sampai seupdate ini. Lalu. . .

"Apa-apaan mukaku itu?"

Foto yang kulihat adalah fotoku yang sedang menabrak seorang pria paruh baya besar.

"Sial-sial! bagaimana kebiasaanku keluar bahkan tanpa kusadari?"

Mungkin sebab pria itu seumuran dengan ayahku, tanpa sadar aku memasang wajah yang biasa kutunjukan pada ayahku kalau aku berbuat salah. Dan ekspresi yang sudah kuasah sebagai countermeasure agar ayahku tidak marah dan malah kasihan padaku.

"Aku tidak mau ke sekolah! aku mau mati saja!"

Memalukan sekali, memalukan sekali! bahkan ekspresiku jauh lebih memalukan dari fakta kalau sekarang aku sedang berguling-guli di lantai.

"Aku benar-benar ingin bolos."

Melihat wajahku sendiri yang melihat seorang pria tidak kenal dengan muka memelas dan ekspresi yang kelihatannya hampir menangis itu sangat memalukan. Sangat memalukan. Ahhh. . . aku benar-benar ingin menghilang dari dunia ini.

"Tunggu-tunggu-tunggu."

Sebelum aku menghilang aku ingin melihat komentar yang mereka tulis dulu tentangku.

Aku kembali ke depan layar dan membaca satu-persatu komentar yang diberikan. Yang kuharapkan adalah komentar tentang betepa imutnya aku, berhubung aku ini imut. Tapi hal yang seperti itu jarang kudapat.

"Padahal aku sangat yakin kalau aku ini imut. . . hmmm. . ."

Tapi anehnya komentar yang kubaca lebih sering berhubungan dengan payment. Dan yang lebih parahnya lagi, ternyata gambar yang ada di setiap post maupun galerinya hanyalah sebuah prieview yang tidak bisa langsung kusimpan.

Sama seperti sebelumnya, gambar itu memuat link ke sebuah site yang sekali lagi berisi iklan yang akhirnya diarahkan ke sebuah text hosting dan di dalamnya terdapat link menuju site yang linknya sudah dipendekan oleh site yang memuat iklan sebelum aku bisa melihat posting aslinya yang hanyalah sebuah page wordpress sederhana berisi gambar dan sangat banyak sekali iklan.

Setelah dua jam sepuluh menit, akhirnya aku bisa mendapatkan gambar dengan resolusi yang sangat tinggi.

"Ha?"

Untuk tiga puluh detik. Dan ketika aku melakukan reload ada pesan yang memintaku untuk memberikan payment. Aku bahkan tidak bisa menyimpan gambar itu sebab fungsi klik kanan di disable.

"Jangan main-main denganku! memangnya kau tidak tahu kalau di dunia ini ada yang namanya anticontainer!."

Aku masuk ke menu addons di browserku dan menginstal plugin anticontainer, setelah melakukan restart browser aku mereload page yang tadi dan buru-buru mengaktifkan addons tadi. Hasilnya aku bisa mendapatkan sebuah foto.

"Ternyata jadi anak laki-laki mesum tidak semudah kelihatannya."

Maksudku, untuk mendapatkan gambar semacam ini saja sudah sangat melelahkan dan perlu waktu lama.

"Perjuanganku belum selesai."

Menambahkan adblocker pada browserku mungkin akan membantu, tapi sayangnya banyak page yang tidak mau dimuat kalau iklannya dihilangkan. Oleh karena itulah aku harus mendisable adblocku.

Tujuanku sekarang ada mencari foto dari semua rekanku.

Dan satu jam kembali berlalu, sekarang aku sudah mendapatkan cukup banyak foto dari karyawan tempat itu. Bahkan foto dari gadis yang belum pernah kutemui sebelumnya karena beda shift.

"Harusnya aku senang, tapi kenapa sekarang aku merasa kosong."

Apa karena dari semua pelayan yang kulihat fotonya hanya dadaku saja yang kelihatannya kosong. Bahkan gadis kecil yang tadi sore ngobrol denganku kelihatan lebih berisi.

"Dunia memang tidak adil."

Ok. Saatnya penyelidikan.

Aku akan fokus pada foto-foto yang punya tanggal baru. Terutama tanggal hari ini.

"He?"

Dan belum seriuspun aku sudah menemukan hal yang aneh.

"Ngomong-ngomong kapan pria itu mengambil fotoku?"

Saat aku menabraknya dia tidak membawa kamera dan kedua tangannya aku yakin sedang bebas. Lalu, meski dia punya kamerapun tidak mungkin aku tidak sadar kalau dia memotret wajahku dari jarak dekat.

Lalu. Dari sudut fotonya jelas tidak mungkin dia yang memotret.

"Lanjutkan! semangat Tsurumi Rumi!."

Daripada pencariannya, pemeriksaan foto-foto yang kudapatkan berlangsung lebih singkat. Sebab semuanya masih fresh dalam ingatanku. Dan begitu aku selesai memeriksa semua fotonya, aku sadar kalau sebagian besar foto yang diambil tidak diambil dari arah meja pelanggan.

Yang artinya tidak ada pelanggan yang pernah memotret pelayan.

"Ini lumayan mengejutkan."

Asusmsi pertama sercive club adalah kalau ada pelanggan yang memotret pelanggan tanpa ijin lalu menyebarkannya di internet. Tapi dengan temuan ini asumsi itu mulai tidak berlaku. Lalu apa yang harus kulakukan?

"Untuk pertama kurasa aku harus menelpon Kawasaki san untuk melapor."

Meski aku ini ketua club secara tertulis tapi aku tidak bisa memutuskan apapun sendirian saja. Untuk alasan kenapa aku menelpon Kawasaki san, aku cuma merasa kalau dia punya hubungan lebih dekat dengan masalah ini.

Dan kau juga yakin kalau dia mengoleksi foto-foto yang menyebar itu sehingga aku lebih mudah dalam melakukan diskusi. Berbicara dengan seorang remaja laki-laki mesum yang suka dengan anak di bawah umur itu memang agak riskan. Apalagi kalau aku juga termasuk dalam kategori itu. Tapi aku tidak punya pilihan lain, sebab Hikigaya san kelihatan lebih cocok untuk bekerja di depan layar.

Ok, aku menelponnya.

Telponku segera terhubung dan orang di sana segera mengangkatnya.

"Halo Tsurumi san, ada apa kau menelponku malam-malam begini?"

"Aku ingin melaporkan temuanku."

"Oh begitu."

Dari nadanya dia terkejut, yang artinya dia sudah memperkirakan kalau ada sesuatu yang tidak beres. Akupun melaporkan semua temuanku.

"Semuanya sudah jelas, jika semua itu disatukan semuanya sudah jadi jelas."

"Maksudnya?"

"Kau lihat sendiri kan kalau kafe itu sepi? dengan penjualan yang seminim itu mana mungkin mereka bisa memberikan gaji besar pada pekerjanya?."

Karena itulah harusnya pemilik kafe memiliki bisnis lain yang memiliki lebih banyak profit dari kafenya. Malah bisa dibilang kafe itu hanyalah sebuah kedok agar si pemilik bisa mendapatkan material bisnisnya yang lain tanpa harus repot-repot keluar dan berburu bahan baku.

Tempatnya yang jauh dari keramaian dan susah dijangkau serta bangunannya yang kelihatan bobrok bukanlah sesuatu kebetulan. Tapi hal yang disengaja.

"Kau ingat orang yang menabrakmu kemarin tidak? saat menabrakmu dia sedang menuju ke arahku."

"Um . "

Aku mengangguk meski Kawasaki san tidak bisa melihatnya.

"Dia menawarkan sebuah akses khusus ke sebuah website padaku, dan tentunya hal itu tidak gratis."

"Jadi. . ."

"Kurasa kau sudah tahu jawabannya."

Orang yang menyebarkan foto-foto pelayan dari kafe itu mungkin tidak akan bisa kami temukan, tapi jika orang yang mengambil foto dan mengunggahnya di Internet sebagai sumber foto-foto itu sudah jelas siapa.

"Ya, siapa lagi kalau bukan si manager atau orang yang bersangkutan dari kafe itu."

Orang yang kami semua kira bisa dipercaya ternyata orang yang ingin memanfaatkan kami. Tempat yang kami kira adalah sarana perlindungan ternyata malah cuma sekedar kandang.

"Ayo kita lapor polisi Kawasaki san."

"Lalu siapa yang akan kau laporkan?"

"Si manager."

"Kurasa tebakanmu tidak salah tapi, apa kau punya bukti?"

"Bukti? bukankah temuanku bis. . ."

Temuanku tidak bisa jadi bukti. Operator akun, pengambil foto, penjual foto-foto itu adalah orang yang bersembunyi di balik tebalnya tembok bernama internet. Semua itu tidak bisa mengarahkan langsung ke si manager.

Jika kami tetap maju dia cuma perlu menghindar dan menghapus jejak perbuatannya. Konfrontasi langsung tidak akan baik untuk kami, apalagi jika pelapornya adalah sekumuplan remaja yang tidak punya bukti kuat.

"Jika kita menuduhnya dia bisa bilang kalau dia tidak tahu apa-apa, mungkin dia akan beralasan pelanggan yang memasang, lalu sebab dia sudah terkenal baik jika dia dituntut kebanyakan pelayan malah akan membelanya dan membencimu yang baru saja masuk ke lingkungan mereka."

" . . . . . . . "

Aku tidak bisa menjawab apa-apa.

"Hey Tsurumi san, jika kau ingin melapor kau tetap bisa melapor dan meminta si manager untuk diselidiki tapi apa benar cara itu yang terbaik untuk menyelesaikan masalah Touma san? kau masih ingat kan kalau yang meminta bantuan kita adalah Touma san?"

Aku hampir lupa akan hal itu.

"Membicarakan hal semacam ini tanpa orang yang tidak paham hubungan sosial agak susah, aku akan menelpon Hikigaya san."

Aku adalah penyendiri kelas elit yang sudah terbiasa sendiri sejak sebelum SD, aku bisa tetap bahagia meski aku bermain dengan diriku sendiri. Dan tentu saja aku tidak perlu mengantungkan keberadaanku pada orang lain kecuali kedua orang tuaku.

Tapi orang-orang di sana kelihatannya berbeda. Hanya saja hal itulah yang malah membuatku marah, jika mereka tidak perduli dengan tempat itu dan satu sama lain aku juga tidak akan perduli. Tapi setelah ikut menjadi bagian dari mereka aku tahu, kalau tempat itu sangat berarti bagi mereka.

"Halo Rumi chan."

Hikigaya san masuk dalam pembicaraan dan sekarang kami sedang berbicara tiga arah, aku , Kawasaki san dan Hikigaya san. Sebelum aku sempat menjawb salamnya, Kawasaki san lebih dulu berbicara pada Hikigaya san.

"Bagaimana pengalamanmu bekerja di sana hari ini Hikigaya san?"

". . . ."

Ada sebuah pause yang lumayan lama.

"Menyenangkan, semua teman kerjaku imut-imut dan baik, pekerjaanya sedikit, kemudian gajinya besar. . . kalau fotoku tidak menyebar di internet karena bekerja di sana . . . aku mungkin ingin benar-benar bekerja di sana."

"Apa Onii san setuju?"

"Tentu saja tidak."

"Heheh . . . ."

Sepertinya Kawasaki san sudah menebak jawaban semacam itu. Kalau begitu bukankah mereka itu dekat? jadi kenapa dia masih memanggil Hikigaya san dengan nama keluarga padahal Hikigaya san sudah memanggilnya dengan nama depannya?

"Kalau yang lain bagaimana? apa mereka juga senang bekerja di sana?"

"Um . . . . aku belum lama kenal dengan mereka, tapi dari yang kulihat semuanya senang-senang saja! aku bahkan tidak pernah mendengar ada yang mengeluh."

Pandanganku terhadap mereka juga tidak berbeda dengan Hikigaya san.

"Kau sudah dengar sendiri kan Tsurumi san? mereka senang berada di sana."

Aku sudah tahu tanpa diberi tahu, aku bisa melihatnya.

"Tapi tetap saja mereka itu ditipu."

"Tapi kenyataannya mereka senang, orang yang melihat pertunjukan sulap juga tahu kalau mereka ditipu tapi mereka senang melihatnya."

Mungkin semua itu cuma kebohongan, ketenangan yang mereka dapat, suasana hangata yang sempat kurasakan tadi sore, dan juga perasaan aman di sana adalah kebohongan. Tapi daripada kenyataan yang tidak enak, kurasa kebohongan yang manis jauh lebih bisa dinikmati.

"Apa kau tega merusak tempat yang membuat mereka senang itu?"

Ignorance is bliss after all. Jika mereka tetap tidak tahu apa-apa mereka bisa terus bahagia-bahagia saja.

"Ahaha. . . masalahnya jadi semakin rumit, kurasa kita sudah keluar dari tujuan utama kita Taishi kun, Rumi chan."

"Ahem. . ."

Kawasaki san batuk dan membuat telingaku agak tidak enak.

"Masalahnya tidak serumit itu, yang perlu kita lakukan hanyalah negosiasi."

Negosiasi?

5

Di hari selanjutnya.

"Selamat datang."

Aku kembali ke kafe untuk bekerja.

"Silahkan duduk di sini."

Diskusi anggota service club selama satu setengah jam berhasil membuahkan sebuah keputusan. Dan hasil dari keputusan itu akan dieksekusi hari ini, tapi agar bisa dieksekusi dengan baik semua orang, atau setidaknya kebanyakan pelayan harus berkumpul di tempat yang sama.

Dari yang kudengar, waktu ketika di mana pelayan dan juga si manager bertemu adalah pagi dan malam hari. Dan sebab aku sudah kehilangan kesempatan paginya karena sekolah, terpaksa aku harus menunggu sampai nanti malam jam setengah sembilan malam agar bisa menjalankan rencana kami.

Itu berarti hari ini aku akan lembur.

"Haaaa. . . ."

Mendengar namanya saja sudah membuatku lemas.

Dan aku jadi semakin lemas ketika jam pulang kantor, ada banyak pelanggan dan empat orang pelayan lain yang sedang dalam shiftpun kerepotan untuk memenuhi pesanan pelanggan.

Di jam tujuh sore, kakiku rasanya sudah mau patah rasanya. Biasanya satu shift hanya tiga jam, tapi sebab hari ini aku melemburkan diri aku sudah berada di kafe ini dan bolak balik dari dapur ke depan selama hampir enam jam.

Lalu, akhirnya jam setengah sembilan kami semuapun berkumpul.

Jam pulangnya sendiri adalah jam sembilan, sedangkan saat jam setengah sembilan digunakan untuk kegiatan semacam penutupan lalu persiapan untuk pulang. Bersama dengan Hikigaya san dan lima orang pelayan lain, sekarang kami semua sedang berada di ruang isitirahat berdiri sambil melingkar.

Total orang yang ada di ruangan itu ada delapan. Kawasaki san sebenarnya masih ada, tapi sebab dia tidak bisa masuk kami menyuruhnya untuk jadi makanan nyamuk dan menunggu kami selama setengah hari di luar.

Dia tidak komplain tapi aku tetap merasa bersalah.

"Terima kasih untuk kerja kerasnya hari ini, kalian semua sudah boleh."

Kalimat penutup itu harusnya membuat semua orang yang ada di sana bubar, tapi sayangnya kali ini semua orang harus pulang sedikit lebih lama. Sebab sekarang aku ingin mengatakan sesuatu dulu.

"Manager san, apa kau tahu tentang foto-fotoku yang menyebar di internet?"

"Maksudmu."

Aku mengambil ponselku lalu membuka gallerynya, setelah itu aku menunjukan padanya foto-foto yang kemarin sudah kudownload. Supaya suasana tidak langsung kacau, aku menunjukan foto-fotoku terlebih dahulu dan bertingkah seakan cuma fotoku saja yang tersebar di internet.

"Aku tidak tahu."

Di saat gadis yang lain sedang bingung dengan apa yang kubicarakan, Hikigaya san langsung melakukan follow up.

"Tapi. . . semua foto ini diambil di tempat ini? bukankah di sini tidak boleh mengambil foto pelayannya? aku agak khawatir dengan pelayan lain. . . . "

Uwaaa. . . hebat sekali kau Hikigaya san! ekting pura-pura bodohmu benar-benar natural sampai aku mengira kalau kau itu benar-benar bodoh. Selain itu dengan memberikan empasis pada 'aku khawatir kalau mereka juga jadi seperti si Tsurumi' membuat yang lain jadi sadar kalau kami sedang menghadapi masalah.

"Hmm begitu ya, mungkin ada pelanggan yang diam-diam mengambil foto tanpa sepengetahuanku, aku akan mengeceknya besok."

Kemampuan manager ini untuk menunda-nunda sesuatu lumayan hebat, tapi seranganku tidak akan bisa dihindari dengan semudah itu.

"Tapi ini sudah terjadi beberapa kali, bahkan sebelum aku bekerja di sini, awalnya aku membiarkannya saja tapi hal ini terus berlanjut dan itu membuatku takut."

Aku tidak bisa berekting sehebat Hikigaya san, tapi minimal aku bisa menyampaikan apa yang ingin kukatakan.

"Kurasa masalah ini agak serius Manager san, Tsurumi san kan masih kecil aku agak takut kalau terjadi apa-apa padanya."

Begitu Hikigaya san mengatakan hal di atas, pelayan lain mulai merasakan simpati. Dan hal itu adalah apa yang kuharapkan. Ayo semuanya, bersimpatilah padaku, kasihanilah aku dan anggap aku ini lemah serta tidak berdaya. Dengan begitu rencana kami bisa lebih cepat untuk sukses.

"Kurasa Hikigaya san benar Manager san, mungkin sekarang hanya foto tapi bisa saja hal ini berlanjut ke hal yang lebih berbahaya."

Salah satu pelayan lain memberiku tatapan kasihan.

"Aku juga berpikir kalau masalah ini serius manager san, fotonya bahkan diambil sebelum jadi pelayan berarti selama ini ada stalker di kafe ini! kalau hal itu sampai diketahui pelanggan bisa jadi tidak akan ada lagi yang datang ke sini."

Sepeertinya tempat ini sangat disukai oleh pekerjamu manager san, apa kau mau membuat nama baik tempat ini jadi buruk?

"Jangan memberondong manager san seperti itu, dia juga pasti sedang bingung! kasus ini agak terlalu besar untuk kita serahkan ke manager san jadi kurasa lapor polisi lebih baik."

Lama-lama aku jadi penasaran. Sebenarnya nama si manager itu siapa namanya? apa tidak ada yang tahu nama aslinya? kenapa semua orang hanya memanggilnya dengan manager san? ini bukan idolam*ster kan?

"Polisi. . ."

Kata polisi berhasil membuat si manager san tidak bisa tetap memasang muka tenang. Dan sebab yang mengusulkan adalah pelayan lama, maka tidak akan lagi ada masalah bela-membela.

"Itu. . ."

Aku mengangkat tanganku.

"Aku agak takut dengan polisi, jadi kalau bisa aku tidak ingin melibatkan polisi dan berbicara dulu dengan manager san secara privat."

"Fuh. . kalau begitu kita ke ruanganku saja Tsurumi san."

Aku langsung mengikutinya kantornya yang kemarin dia gunakan sebagai ruang interview.

Dia duduk di tempatnya kemarin dengan agak gelisah, dan begitu dia ingin membuka mulutnya untuk bicara. Aku segera mengangkat tanganku memberikan isyarat kalau dia tidak perlu melakukannya.

"Bagaimana kalau kita to the point saja manager san, kau tidak perlu menjelaskan apa-apa ataupun mencoba menipuku dan membuatku bungkam tentang masalah ini! aku sudah tahu semuanya."

Aku langsung menceritakan temuanku padanya, tentang bagaimana kafe ini dibuat menjadi sebuah studio ilegal yang menjual foto dari modelnya tanpa ijin. Awalnya dia terkejut tapi pada akhirnya dia paham dengan posisinya.

"Jadi apa yang kau mau? apa kau ingin menutup tempat ini lalu membuat mereka semua kehilangan pekerjaan? asal kau tahu saja. . . ada gadis yang menggantungkan hidupnya pada pekerjaannya di sini!"

Gadis itu hanya memiliki ibu dan ayahnya sudah meninggal, dia memiliki dua saudara yang masih kecil dan belum bisa apa-apa. Selain itu pekerjaan ibunya tidak cukup untuk membiayai hidup dan sekolahnya serta adik-adiknya, jika keadaan mereka tidak membaik terpaksa gadis itu harus berhenti bersekolah agar saudaranya bisa tetap bersekolah.

Dia masih di bawah umur sehingga masih belum diterima di manapun untuk bekerja, dan yang bisa menerimanya hanya tempat ini.

Selain itu masih ada gadis lain yang juga sama butuhnya dengan pekerjaannya di sini. Jika tempat ini tiba-tiba menghilang, pendapatan mereka juga akan langsung menghilang bahkan sebelum sempat merencanakan apa yang akan mereka lakukan selanjutnya.

"Jika kau ingin melaporkanku laporkan saja, tapi jika tempat ini tidak ada dan mereka kehilangan pekerjaannya itu semua adalah salahmu."

"Huuhhhh. . . "

Aku menghela nafas panjang.

Jika aku ini pemeran utama dari sebuah anime shounen, sekarang pasti akan ragu untuk maju karena terlalu memikirkan orang lain di sekitarku. Setelah itu dia teringat dengan teman-temannya lalu tiba-tiba memiliki determinasi yang sangat tinggi dengan sumber sebuah kalimat yang diucapakan seseorang di masa lalunya.

Tapi sayangnya aku ini hanya gadis biasa, bahkan mungkin kurang dari biasa sebab aku ini orang yang gampang menyerah. Oleh sebab itulah tidak akan ada hal dramatis yang terjadi, dan tentu saja serangan psikologis si manager tidak akan berlaku.

"Sepertinya kau salah paham manager san? kalau aku ingin menghancurkan bisnismu aku sudah melakukannya."

"Kalau begitu apa? uang? kalau iya aku benar-benar terkejut kalau sampai ada anak dua belas tahun yang mengancam orang dewasa untuk mendapatkan uangnya."

"Aku sudah SMA, jadi tolong jangan menganggapku anak kecil."

Meski memang aku bahkan masih belum genap tiga belas tahun.

"Dan tolong jangan anggap kalau aku ini mata duitan."

"Lalu apa kau tidak perduli dengan mereka? hah. . . kau baru bertemu dengan mereka dua beberapa kali, tentu saja kau tidak perduli."

"Kau salah! jika aku tidak perduli dengan mereka aku tidak akan ada di sini, di depanmu dan berbicara seperti ini sekarang."

Jika aku ingin merusak bisnisnya, aku tidak akan mengajaknya bicara secara pribadi di sini. Aku akan langsung mengatakan semua yang kukatakan di sini di hadapan teman-teman sekerjaku lalu pulang dan lapor pada ayahku kalau tempat ini sudah melakukan hal buruk.

Tapi aku memintanya untuk bicara.

"Aku hanya ingin bernegosiasi, tapi tentu saja yang kau bisa lakukan hanya mengiyakan apa yang kumau."

"Kalau begitu katakan keinginanmu."

"Aku ingin kau membongkar bisnismu ini dan mengatakan hal yang sebenarnya pada semua pelayanmu,"

"Apa kau gila? bukankah itu sama saja dengan menghancurkan bisnisku?"

Manager san mendekatiku dengan wajah marah, aku mencoba menjauhinya tapi dia memegang lengan kananku. Aku kembali mundur tapi dia tetap maju, dan setelah beberapa langkah aku tidak bisa lagi mundur.

Di belakangku ada tembok, dan di depanku si manager sedang menatapku dengan sangat tajam seakan ingin menghajarku. Jika aku bukan perempuan, aku yakin kalau wajahku pasti sudah dia pukul keras.

Hanya saja sepertinya masih bisa menahan diri. Tapi kekuatan genggaman tangannya saat menahan diri masih sangat keras, pergelangan tanganku sangat sakit tapi aku mencoba tidak menunjukannya di wajahku.

"Lagipula memangnya apa yang dengan yang kulakukan? aku tidak menyebarkan foto-foto ilegal."

"Kau mengambilnya tanpa ijin."

Dia memukulkan tangannya ke tembok di belakangku.

"Lalu apa? aku tidak mengambil foto mereka yang sedang telanjang, aku tidak menyebarkan pornografi, apanya yang salah? aku hanya memberikan mereka pakaian bagus dan melakukan dokumentasi."

"Kau mempublikasikannya di internet."

"Siapapun melakukan hal yang sama, semua orang mengupload foto ke situs jejaring sosial! aku memberikan mereka pakaian bagus dan aku ingin mendokumentasikannya."

"Kau menjual gambar-gambar itu."

"Aku tidak pernah menjualnya, mereka hanya ingin menyimpannya tapi aku tidak mau memberikannya karena itulah mereka menawariku kompensasi! tidak pernah sekalipun aku menulis kalau aku menjual foto gadis-gadis itu."

Orang ini, meski dalam keadaan marah dia masih bisa berpikir secepat itu. Saat aku melihatnya grogi, kukira dia kebingungan tapi ternyata dia sedang memikirkan pembelaan. Dan semua pembelaan yang kudengar benar-benar kedengaran masuk akal.

"Tapi jika polisi menyelidiki semua pelangganmu, tempat ini, dan juga latar belakangmu kau tidak akan bisa membela diri lagi, meski pelayanmu akan membelamu tapi bukti fisik dan saksi tidak akan bisa dibantah."

Aku mencoba mendorongnya dengan satu tanganku yang masih bebas, tapi si manager terlalu kuat untuk bisa kugerakan badannya. Dan sebab aku terus berusaha, sepertinya jadi merasa sangat terganggu lalu memegang satu tanganku itu dan mengangkatnya ke atas kepalaku. Menyakutkannya dengan tanganku yang satunya dan memegangnya dengan kuat menggunakan satu tangan.

Dia menggunakan satu tangan, dan aku menggunakan kedua tanganku untuk mencoba lepas. Tapi aku tetap tidak bisa melakukannya, dia terlalu kuat.

"Bagus, aku akan masuk penjara bahkan tanpa melukai maupun merugikan orang lain secara fisik! kalau ujung-ujungnya aku akan masuk penjara juga lebih baik aku benar-benar melakukan tindakan kriminal dulu sekarang."

"Hah. . ."

Nafasku jadi memburu, aku ingin menunjukan kalau aku ini kuat. Tapi aku tidak bisa melakukannya, aku mulai panik. Dan dia semakin kelihatan menyeramkan.

"Aku tidak akan melaporkanmu ke polisi."

Kau masih bisa Tsurumi Rumi! kau bisa menyelesaikan tugasmu. Jangan menyerah dulu. Kali ini jalanmu untuk menang cuma satu.

"Kau masih bisa memiliki pelayanmu, kau masih bisa menjalankan usahamu, dan kau bahkan bisa tidak khawatir lagi pada polisi!."

Dia melonggarkan pengangan tangannya, dan menggunakan kesempatan itu untuk melepaskan diri dan menjauh darinya.

"Jika kau memberitahukan bisnismu yang sebenarnya pada mereka kau masih punya kesempatan untuk memperbaiki dirimu."

"Tapi memangnya siapa yang akan mau bekerja di tempat tidak jelas seperti ini."

"Kalau tempatmu tidak jelas ya dibuat jelas dulu!."

Setelah dia bilang kalau bisnisnya itu bukan bisnis kuliner pasti ada yang tidak suka dan memutuskan untuk keluar, tapi meski begitu pasti ada yang tetap tinggal setelah mengetahui itu semua.

"Kau sendiri yang bilang kan kalau ada yang menggantungkan hidupnya pada pekerjaan ini, apa kau yakin kalau mereka akan keluar hanya karena foto mereka menyebar di internet!? lalu. . ."

Dia juga sudah bilang sendiri, dia tidak mengambil foto-foto yang berbahaya atau melanggar hukum. Sebab pada dasarnya, dia hanya memberikan pakaian imut pada gadis imut lalu mengambil gambarnya yang sedang berpose imut. Jika dia tidak mengambilnya secara diam-diam tentu saja hal yang seperti itu adalah hal normal.

Tidak ada yang salah.

"Kau. . ."

"Tapi jika kau menolak proposalku! kau akan kehilangan semuanya."

Meski dia bisa menghindari tuntutan dari masalah foto di internet, dia masih punya masalah lain yang lebih besar.

"Kau menempati gedung tanpa ijin, dan kau mempekerjakan gadis di bawah umur! meski mereka tidak menolakpun kau akan tetap dianggap bersalah, dan dalam kasus ini kau tidak akan bisa mendapatkan pembelaan dari mereka."

Jadi bagaimana?

"Apa kau mau membuang semuanya! kepercayaan mereka! nama baikmu! bisnismu! uangmu! dan kesempatanmu hanya karena masalah ini! atau! kau mau sedikit membungkukan badanmu! menurunkan harga dirimu! menerima beberapa tamparan dan hinaan! lalu mendapatkan kesempatan kedua untuk memulai semuanya dari awal."

Pilih!.

Jika dia menolak proposalku yang ada di depannya hanya masa depan suram! tapi jika dia menurutiku maka setidaknya dia masih punya kesempatan."

". . . . . aku. . ."

"Aku menyerahkan semuanya padamu."

Kunci pintu ruangan ini masih ada di pintu sehingga aku bisa keluar sendiri.

Dan begitu aku keluar.

"Selamat."

Aku melihat ke kanan dan ke kiri, dan yang ada di sana hanya Hikigaya san saja.

"Kau tidak perlu khawatir, aku sudah meminta yang lainnya untuk pulang! jadi tenanglah."

Syukurlah. Pembicaraan kami di dalam cukup keras dan tentu saja suara kami bisa didengar sampai di luar. Jika mereka masih ada pasti mereka akan menanyakan apa yang terjadi di dalam. Dan diriku yang sekarang sama sekali tidak sedang dalam keadaan di mana aku bisa menjawab.

"Kau sudah bebas."

" . . . ."

Kedua kakiku rasanya langsung jadi seperti jeli lalu tidak bisa menopangku untuk tetap berdiri. Aku terduduk di lantai dengan Hikigaya san menopang tubuhku.

"Tidak apa-apa."

Dia memeluku lalu menepuk pundaku dan terus mengatakan tidak apa-apa berulang kali.

"Aku takut Hikigaya san."

Kakiku rasanya sangat lemas, tanganku bergetar, dan aku mengeluarkan keringat yang lebih dingin dari tanganku yang sudah dingin.

"Sudah selesai."

Aku kira aku sudah dewasa ketika aku masuk SMA, tapi meski tingkatku dalam masalah akademik sudah jauh tapi aku yang sekarang masihlah tetap seorang anak kecil. Dan di depan orang dewasa, seorang anak kecil tidkalah lebih dari makhluk tidak berdaya yang tidak bisa apa-apa.

Selama ini kukira hantu yang tidak kelihatan sudah sangat menakutkan. Tapi ternyata, sesuatu yang bisa terlihat jelas malah lebih menakutkan.

Tidak ada yang lebih menakutkan dari manusia.

6

Beberapa hari setelah kejadian itu, aku tidak lagi bekerja di sana. Traumaku bahkan masih terasa sampai sekarang. Dan saat ini, aku sedang makan bersama dengan Touma san di best spotku.

"Apa kau tidak apa-apa Touma san? dari tadi kau melamun."

"Ahh. . maaf aku hanya sedang memikirkan pekerjaan."

Dari apa yang Touma san ceritakan, si manager membuat cerita palsu seperti kalau usaha kafenya tidak lagi menguntungkan dan dia akan segera bangkrut. Karena itu dia ingin mengubah usahanya menjadi semacam studio foto, dan membebaskan pelayannya untuk tetap tinggal atau keluar.

Mendengar kabar itu ada yang memutuskan untuk langsung keluar, tapi sisanya masih tetap bekerja dan memutuskan untuk ikut si manager.

"Touma san, untuk masalahmu maaf aku kami tidak bisa menyelesaikannya."

"Tidak usah dipikirkan, aku sudah menganggapnya selesai."

"Lalu, apa kau marah pada si manager."

"Tentu saja, tapi semua itu bukan salahnya jadi aku sudah memaafkannya sekarang."

Sekali lagi, si manager mengarang cerita tentang foto-foto karyawannya yang menyebar di internet. DI bilang kalau dia memang mengambil foto-foto itu secara rahasia untuk dijadikan koleksi tapi temannya ada yang mengambil dan menyebarkannya di internet.

Meski perbuatannya tidak berbeda tapi impresi yang dia dapat jadi berbeda. Sekarang dia hanya dicap sebagai pria mesum yang suka gadis muda, bukannya kriminal yang memanfaatkan gadis muda untuk mencari uang.

Endingnya tidak seperti yang kubayangkan, tapi berhubung semuanya jadi lebih baik kurasa tidak apa-apa kalau dibiarkan saja.

"Ngomong-ngomong kau sering ditanyakan oleh manager san lho, kapan kau mau main ke sana lagi?"

"Mungkin kapan-kapan."

Aku harap aku tidak akan bertemu dengannya lagi.

"Oh tapi. . . tolong bilang padanya untuk menghapus foto-fotoku."

Dan aku juga berharap kalau masalah sebesar ini tidak akan pernah datang lagi ke service club. Lain kali aku akan langsung menolak permintaan orang yang datang sebelum mereka sempat bicara.