webnovel

Must Be Mine! (BL)

Ranendra Bian Alfanrez, seorang pria mungil dengan kelebihan parasnya yang nyaris sempurna. Siapa yang sanggup menolak untuk tak bertekuk lutut? Sederhana saja, jika ingin di tanggapi beri dia segepok uang. Katakan saja dia sudah mulai tak berminat untuk main hati, jiwa yang terlanjur kosong, bahkan membuatnya tak sedikit pun menjaga diri. Lagipula, apa gunanya? Bukankah tubuhnya sudah rusak sejak awal? Salahkan Sean Nathaniel Rezgaf yang tak bisa membalas cintanya. Pria yang tak lain adalah sahabat semasa SMA nya, yang akhirnya menjauh karena pengakuan cintanya. Sampai menarik mundur jarak keduanya yang begitu jelas, Nathan pergi tanpa pamit. 8 tahun nyaris terhitung, perlukah selama itu Nathan membuangnya? Bahkan rasanya terlampau menyakitkan saat pria itu memperlakukannya seperti orang asing. Belum lagi harus tertampar kenyataan saat Nathan kembali dengan membawa gadis cantik yang memanggil, Daddy? Rindu, canggung, amarah, dan jantungnya yang masih berdebar kencang menunjukkan perasaan Bian yang tetap sama. Ia yang masih cinta. Perlukah Bian menunjukkan cintanya terang-terangan, lagi? Atau hatinya yang lagi-lagi di lukai membuatnya menyerah saat di waktu bersamaan Alex- bocah SMA yang terus menguntit? Lantas bagaimana jika skenario di rancang untuknya bisa menyusup ke dalam kehidupan Nathan? Apakah gairah binalnya masih bisa di tahan saat semakin gencarnya Nathan menyeruakkan kejantanan dihadapannya?

Erina_Yufida · LGBT+
Not enough ratings
31 Chs

"Bi, mau kemana? Kau harus tanggung jawab, ya!"

Bian merasa suntuk, rindu jiwanya melayang dengan beban pikirannya yang tercabut. Bosan merasakan tubuh lelah akibat banting tulang menjadi upik abu, ia ingin menari sepuasnya. Jengah merasakan sunyi dengan bunyi-bunyian jangkrik, ingin lebih sering mengisi pendengarannya dengan musik keras hingga jantungnya berdentum keras.

Masalah bertubi dengan alur dan tokoh yang sama. Mike yang ingin sekali di miliki, alih-alih seorang wanita bernama Nadin yang malah senantiasa datang untuk merecoki. Menguji kesabarannya, dan yang paling menyebalkannya, Tio yang selalu datang dan seoalah menyiram bensin pada sumbu pendek berkobarnya.

"Bagaimana, apa kau sudah mengaku salah pada wanita itu?"

"Diam, aku tak ingin membahasnya."

"Bi, kau sudah janji-"

Menulikan pendengarannya, Bian terus meminta minum dan meracuni tubuhnya dengan kadar alkohol tinggi.

"Ku bilang, jangan jadi pria brengsek untuk wanita!"

Cupp

"Sepertinya memang bibir mu perlu di bungkam sesekali."

Tio yang semula berisik seketika saja mematung. Bian yang mencengkram kerah kemejanya, menarik wajahnya untuk di beri pelajaran yang paling membahayakan. Menyentuh bibirnya yang terasa basah, jalang kecil itu menciumnya!

Tanpa sedikit pun merasa bersalah, kepolosan Tio yang tak berpikir sekali pun untuk bereksperimen dengan sesama jenis malah terkontaminasi oleh sahabatnya sendiri.

"Bi, mau kemana? Kau harus tanggung jawab, ya!"

Bian yang melambaikan tangan dengan ekspresi kemenangan melemparkan kecupan jauh bertubi-tubi. Tergoda untuk meliukkan tubuh di tengah lautan manusia, ingin melepaskan keluh kesahnya dalam iringan musik distorsi memekakkan telinga.

"Wow... Goyangkan pinggul mu lebih seksi, nona...!"

"Hei, jangan mendesah terlalu kencang, sama sekali tak elegan. Seperti jalang, saja."

Alkohol yang selalu berakibat buruk. Bian dengan celotehannya yang di anggap penuh hinaan, membuat para wanita yang di usik makin kesal, pasangannya malah tergoda untuk berpaling. Menginjak-injak harga diri saat merasa pesona bidadari di bandingkan runtuh oleh seorang pria gay.

Bian yang mematik godaan, tak menyadari jika posisinya di kepung depan belakang. Sampai jamahan tangan-tangan nakal itu membuatnya gigit jari. Tubuh panasnya makin menggelora, kecupan penuh gairah membuatnya menggelinjang ingin lebih.

"Bisa kau contohkan pada wanita itu tentang bagaimana caranya menggoda?"

"Aku orang yang pemalu... Bisakah kalian membawa ku ke tempat yang lebih sepi?" Mengusap pelan kejantanan yang memberontak tak sabaran milik mereka. Membisikkan kalimat nakal dengan kerlingan mautnya. "Sebagai gantinya, akan ku tunjukkan pada kalian keindahan dunia ku."

Bian yang di kurung lantas di cium bergantian, membuat napasnya kian sesak saat kedua lidah itu menyerbu secara bersamaan untuk memasuki mulutnya. Terburu-buru dengan jamahan lebih kasar membuat Bian makin terangsang, siap di bawa pergi.

Baru beberapa langkah, tak beruntungnya kendala menggagalkan. Ia yang setengah limbung nyaris terjungkal saat di sentak kasar.

Plakk

Plakk

Tamparan bertubi di dapatkannya dari dua orang wanita yang tak terima kekalahan. Bian di hakimi sekeliling, dan sialnya pria-pria bernapsu itu mendadak pengecut dengan kembali berlindung di ketiak masing-masing kekasih. Posisi yang makin menyulitkan, terlebih dengan orientasinya yang di olok habis-habisan oleh para pengunjung yang mendadak jadi pihak pembenci.

"Apa-apaan kau!"

"Kau yang kenapa! Dasar pria gay! Terlalu gatal kah lubang belakang mu sampai-sampai mengincar buruan di kandang musuh?!"

"Kenapa jadi salah ku? Pria mu saja yang mudah terbujuk rayu. Ah ya... Atau memang kalian yang tak begitu indah sampai-sampai mereka jelatan untuk cari yang lain."

"Tutup mulut mu, gay!"

Bian yang di serbu, tak sedikit pun longgar memberikan perlawanan. Malah semakin bersemangat mengobrak-abrik musuh dengan kalimat tajamnya. "Pria-pria yang tak setia, di pasangkan dengan wanita yang tak sadar diri setelah jelas-jelas di rendahkan dengan tak di pilih. Yah... Kalian memang benar-benar serasi."

"Gay sialan!"

Bughh

Tak hanya wanita, dengan olokan kasar Bian nyatanya turut menyulut kekerasan dari sudut kedua pria yang tak ingin menanggung beban junjingan. Bian di pukul, di habisi dengan tinjuan keras secara bergantian. Bian di keroyok, tanpa empati sorak sorai melawannya di sekeliling.

"Gay tak tau diri!"

"Sialan! Mati saja, kau!"

Keributan makin panas saat para suporter berego tinggi, terpengaruh alkohol sampai terlalu sensitif hanya karena ketidaksengajaan saling senggol satu sama lain. Botol minuman terbang melayang ke sana ke mari, serpihan tajamnya semburat menancap melukai. Alkohol membanjiri tubuh.

"Hei, apa-apaan? Mau cari keributan dengan ku?!"

Bugh

Bughh

Bughhh

"Sialan!"

"Ahhh...."

Keadaan yang makin kacau, bentrok tak berdasar yang makin merambah luas. Makin tak terkendali, jeritan para wanita memperkeruh. Bian yang di menjadi sasaran terdorong sana sini, nyaris terinjak-injak jika tak datang Tio yang membawanya berlari untuk melarikan diri.

Keadaan rusuh dengan beberapa properti rusak karena kekacauan itu. Kawanan pengaman datang, membutuhkan waktu untuk meredam gejolak pertikaian. "Sebelum memeriksa kamera pengaman, ada baiknya dalang dari kejadian ini lebih cepat mengakui kesalahan. Kami butuh penanggungjawab untuk mengggantikan seluruh kerugian."

"Semua ini salah mu, kalau saja tak jelalatan pada gay!"

"Hei, kau salah paham, sayang..."

"Sudahlah mengaku saja, mana pria gay tadi!"

Makin runyam saat semua orang saling tuduh. Dalang utama hilang, tanpa ada satu pun yang menyadari jika Bian sudah aman di boncengan motor Tio yang membawanya pulang.

"Aishh... Dasar brengsek!" Bian yang limbung, nyaris terjerembab saat turun di jok motor tinggi milik Tio.

Sementara Tio yang buru-buru turun dari tunggangannya, menarik lengan Bian yang tengah berputar-putar tak karuan. "Awas-awas!"

"Kau juga sangat bodoh, untuk apa beli motor yang sungguh tak nyaman untuk ku, eh?! Punggung ku rasanya sakit sekali kalau kau mau emmphh... Emphh- emphh!"

Membekap mulut berisik Bian yang mengusik jajaran penghuni rumah berdempet itu. Mengungkung pria mungil itu, menyeretnya cepat sebelum warga datang dan menghakimi mereka karena telah membuat gaduh.

"Di mana kuncinya."

"Cari saja sendiri."

"Hufh... Untungnya aku masih punya cadangan kesabaran untuk menghadapi mu."

"Ahhh... Kenapa kau malah menyentuhi ku, Yo..."

Seketika Tio langsung angkat tangan dengan tampang pias kala Bian menggelinjang. Mendadak keringat dingin, sampai membuatnya nyaris tercekat akibat ludahnya yang tak bisa tertelan. Sampai tawa terbahak Bian membalikkan emosinya seketika.

"Hahah... Kau sangat takut kalau di sangka gay, ya?" Bian rupanya menggoda, mengerlingkan pandangannya sampai mengusap rahang berkedut milik Tio.

"Bangsat!"

Demi apa pun, Tio tau benar jika Bian adalah orang yang suka bermain-main. Namun rasanya permainan yang mampu membuat bibir itu tersenyum lebar begitu ekstrem. Posisinya yang lebih sering di pertaruhkan, keributan besar yang sampai mempertaruhkan keselamatan fisik. Dan dengan bodohnya, enam tahun ia bertahan untuk menjamin sang kawan tetap berada di situasi aman.

Ya, setidaknya ia setia kawan ada sahabat biadab nya.