webnovel

17. Setelah Penantian Panjang

Shayna bergidik ngeri di dalam kamar mandi. Setelah sholat isya, dia langsung berlari ke kamar mandi untuk menghindari Sagara. Dia takut dan gugup. Ini akan menjadi pengalaman pertamanya dengan Sagara, seseorang yang dekat dengannya sejak lama. Yang dia anggap sebagai saudara sendiri.

Berada satu ranjang dengan Sagara saja baginya begitu aneh. Apalagi macam-macam sampai berhubungan badan? Entah segugup apa dia nanti.

"Ay? Mau sampai kapan lo di dalem kamar mandi?! Udah lima belas menit loh!" Dari luar, Sagara memanggil namanya.

"Sabar, Mas!" Shayna menatap pantulan dirinya di depan cermin, mencoba menguatkan diri.

Bulir-bulir keringat sudah menetes deras dari pelipisnya. Antara takut, gugup, dan bingung menjadi satu. Bagai makan nano-nano yang rasanya tak menentu.

"Ay?! Ayo, Mas udah siap nih!" Sagara kembali berteriak dari luar.

Detak jantung Shayna semakin memburu cepat. Sudah tak lagi menentu. Andai saja ada dokter yang memeriksanya, mungkin Shayna sudah divonis terkena serangan jantung.

"Ay?!" Sagara bukannya berusaha menenangkan justru semakin membuat semuanya semakin panas. Sampai-sampai, Shayna meremas pinggiran wastafel tanpa peduli dengan kondisi kuku cantiknya.

"Oke, Shayna! Lo pasti bisa menghadapi ini. Daripada nambah-nambahin dosa, mendingan lo turutin aja 'kan?" Gadis cantik berambut merah mawar itu bermonolog.

Setelah mempersiapkan mental, batin, dan fisiknya, Shayna baru memberanikan diri untuk keluar dari kamar mandi. Dengan gerakan yang begitu pelan bagai slow Motion, gadis itu membuka pintu penghalang antara dirinya dengan Sagara.

Dia berdiri di depan pintu kamar mandi dalam balutan dress satin berwarna rosegold yang membentuk tubuhnya dengan baik. Membuat setiap lekukan tubuhnya tampak begitu menantang.

Warna rosegold yang dia pilih sangat sesuai dengan warna rambutnya. Belum lagi, bra yang diam-diam mengintip juga memiliki warna senada.

Oke, Shayna sempurna. Dan tentunya, Shayna sudah siap dengan apapun yang akan terjadi nantinya.

Saking menawannya penampilan Shayna saat ini, Sagara sampai tidak berkedip. Matanya menyiratkan gairah yang besar dan tak terbantahkan.

Akhirnya, setelah puluhan tahun menanti, hari yang ditunggu-tunggu tiba juga.

Shayna begitu cantik baginya. Dan bertahun-tahun lamanya, pria itu hidup dengan si cantik ini. Berdekatan setiap hari sampai mereka tumbuh dewasa. Dari tubuh Shayna masih kurus sampai indah dan berisi, Sagara ada dalam setiap perkembangannya.

Dan diam-diam, pria itu menantikannya. Dia menantikan hari dimana dirinya akan benar-benar dijodohkan dengan Shayna.

Bukan, Sagara bukan mencintai Shayna. Dia hanya tertarik dengan tubuh Shayna. Sejak dulu sampai sekarang, dia ingin tau bagaimana rasa dari tubuh indah yang saat sekolah menengah atas selalu dipuji-puji banyak siswa. Bahkan, tidak terkecuali dengan Angga. Sahabatnya.

Semua yang Sagara kenal selalu saja mendewakan tubuh Shayna. Jadi, tak heran jika Sagara sangat penasaran dengan isi dari tubuh gadis di depannya ini.

"Mas, gimana kalau besok-besok aja? Gue gugup gak karuan. Besok-besok aja ya? Di apartemen." Shayna yang diperhatikan intens oleh Sagara langsung saja kicep. Nyalinya luntur entah kemana.

Sadar Shayna ketakutan, Sagara langsung saja berusaha menenangkannya. Misi malam ini pokoknya harus berhasil apapun yang terjadi. "Kalau di apartemen malah lo gak puas teriaknya. Takut di denger tetangga. Mending di sini, kalaupun ada yang denger juga pada bodo amat." Ucapnya.

Shayna meneguk ludahnya susah payah, menggeleng kuat. "Kapan-kapan aja deh ya? Takut gue."

"Apanya yang perlu di takutin?!" Sagara mulai melepaskan kaosnya sendiri, bertelanjang dada.

Ini bukan kali pertama dia melihat tubuh Sagara. Tubuh kekar dengan kulit perunggu nya yang begitu memanjakan mata. Otot yang menjalar bagai akar serabut di tangannya membuat pria itu semakin sexy. Andai saja Sagara bukan pengangguran, pasti pria itu bisa dikatakan nyaris sempurna.

"Ayo, Ay! Mau gelap-gelapan, remang-remang atau… terang?" Sagara menaik-turunkan alisnya, menggoda.

Shayna yang mendapat pertanyaan seperti itu semakin bergidik ngeri. "S-sakit gak?"

"Enggak, paling cuman kayak digigit semut doang." Ucap Sagara.

Shayna yang tidak bodoh mendengus kesal. "Gigit semut kepala lo! Emangnya lo pernah diperawanin? Sok banget." Kesalnya.

Sagara justru cengengesan. Dia mematikan lampu utama, menyalakan lampu tidur sehingga pencahayaan kini menjadi remang-remang.

"Mau di kasur, sofa, kamar mandi, atau di luar? Outdoor gitu?" Pria sialan ini justru semakin menggoda Shayna.

Shayna yang pipinya sangat merah dan jantungnya nyaris copot sontak melompat ke atas kasur. "D-di sini aja."

"Oke siap!" Sagara ikut naik ke atas ranjang, mulai menindih Shayna pelan.

Shayna semakin gugup dibuatnya. Apalagi saat Sagara semakin menindihnya dan menatap Shayna seolah berniat memangsanya.

"Akhirnya Ay… penantian gue terbayarkan hari ini."