webnovel

Undangan Penguasa

“Ha ... ha ... ha ...” tiba-tiba saja Soa tertawa begitu keras, membuat Gensi bertanya-tanya atas maksud dari sikap tak terduga adiknya. “Wajahmu,” tunjuknya mengarah pada Gensi. “Wajah ibamu muncul lagi Gensi. Lagi-lagi kau menunjukkan kepedulianmu padaku. Apa kau sedang merasa tak tega? Mengaku saja kalau kau ingin menangis sambil memelukku.”

Gensi langsung membuang muka. “Harusnya aku memberitahumu cukup lewat telepon,” sesalnya jengkel.

“Itu karena kau ingin melihat langsung keadaanku,” ledek Soa semakin menjadi-jadi. Lalu matanya mengedip-ngedip menggoda. “Aku baik-baik saja, kakak. Tapi kumohon jangan tinggalkan aku, aku sangat takut. Kumohon, kumohon ....” Dengan sengaja Soa membuat nada bicaranya merengek manja.

Gensi sungguh terkejut melihat kelakuan adiknya yang tak biasa. Rasanya ia ingin sekali tertawa di hadapan Soa, namun ia tak ingin wibawanya jatuh dan memilih menahannya untuk tetap berlaku serius. “Jangan bersikap menggelikan,” ketusnya menampik. Membuat tawa Soa kembali menggaung.

“Kau orang yang sangat kaku Gensi.”

“Sudahlah. Aku kesini hanya untuk menyampaikan hal itu, jadi bersiap-siaplah lusa.”

“Kau belum menjawab untuk apa? Ke mana kau ingin mengajakku? Aku bukan orang yang gampangan di ajak pergi.”

Gensi menghela nafasnya. Di lihatnya Soa yang menunggunya dengan wajah cemberut. Ia tak tega mengatakan acara yang harus mereka datangi lusa malam, tetapi apa mau dikata. Itu sudah menjadi perintah ayahnya. “Kita akan ke rumah Bibi Molly.”

Soa terperangah. “Dia?”

“Ya. Bibi Molly mengundang kita sekeluarga untuk makan malam.”

“Aku tidak bisa!” tolaknya tegas. “Lusa aku akan pergi ke Festival Sungai Arandra bersama teman-temanku.”

“Aku tahu Festival Sungai Arandra diadakan besok.”

Soa langsung gelagapan. “Oh! Maksudku, lusa aku sudah berjanji dengan teman lamaku. Kami sudah sangat lama tidak bertemu.”

“Apa kau yakin?”

“Tentu.”

Gensi termenung. Ia tahu, adiknya hanya mencoba mencari-cari alasan untuk menghindar. Ia pun jadi bingung dengan keadaan yang menimpa mereka. Soa yang semula merasa terganggu dan kesal dengan ajakan itu mendapati wajah Gensi yang terlihat memikirkan sesuatu. Batin Soa mendadak bimbang, dan rasa takut pun mulai menjajah. Ia ingat, ia telah berjanji tidak akan lari, dan menerima undangan itu adalah salah satu bukti bahwa ia memenuhi kesepakatan.

“Baiklah, akan aku sampaikan pada Ayah.” Sedikit pun tak ada paksaan dari Gensi, ia lantas beranjak meninggalkan Soa. Adiknya masih diam tenggelam dalam pikirannya menimbang-nimbang.

Akan tetapi, belum sempat Gensi melewati pintu.

“Gensi!” panggilan Soa menghentikan langkah kakaknya.

Menoleh Gensi ke arah adiknya. “Ada apa lagi?”

“Hem ... baiklah, lusa aku akan ikut denganmu,” ucap Soa menyerah.

Gensi membalikkan badan tertuju serius kepada Soa. “Kau bilang kau sudah punya janji. Tidak masalah jika aku harus mengatakannya kepada Ayah.”

Soa menggeleng lemah. “Aku akan mengatur pertemuanku lebih awal.”

Anehnya kesepakatan itu sama sekali tak membuat Gensi merasa lega. Akhirnya dengan agak terpaksa ia pun menimpali, “baiklah. Lusa aku akan menjemputmu dan Ken.”

“Ayah dan ibu?”

“Kita akan berjalan terpisah. Mungkin mereka akan sampai lebih dulu.”

“Oke. Terserah kalian.”

“Jam 4.”

“Apa? Itu masih sore! Untuk apa terburu-buru?”

“Karena kita harus mampir ke suatu tempat.”

“Ke mana?”

“Ikuti saja!”

“Tapi–“

“Kau sudah setuju, bukan?” Gensi langsung menyela. “Aku masih banyak pekerjaan, Soa.”

Soa mendesah mengalah. “Baiklah nyonya besar. Lusa nanti aku akan menjadi anakmu yang penurut.”

“Itu bagus!” tandas Gensi. Lalu pergi dengan kerisauan tersembunyi.

***

Festival Sungai Arandra adalah acara tahunan di kota tempat Soa dan teman-temannya tinggal. Tentu saja, sesuai namanya acara itu di adakan di tepi Sungai Arandra yang sepanjang tepinya membentang cukup luas dan panjang untuk dibangun panggung dan deretan lapak-lapak kecil yang menyediakan berbagai makanan dan karya buatan tangan.

Dori yang paling antusias di antara Soa dan Hanna. Karena dalam Festival itu, untuk pertama kalinya ia bisa menemui aktor idolanya Ivander Azura secara langsung yang diundang sebagai salah satu bintang tamu. Di atas panggung, Zoe terlihat begitu fasih menjadi seorang pembawa acara. Ya, keberuntungan sedang berpihak kepadanya. Pembawaan Zoe yang jenaka membuat ia terpilih dalam Festival tahunan itu. Ini akan menjadi batu loncatan yang sangat baik untuk kariernya.

“Wah, Zoe semakin keren!” puji Hanna yang diikuti anggukan sepakat dari Dori dan Soa. Mereka sudah mengambil posisi menonton paling depan yang dipikir mereka akan sangat nyaman untuk menatap jelas sang idola nantinya.

“Aku senang melihatnya,” Soa menambahkan dengan senyum puas.

Awalnya Dori memang yang terlihat paling tenang menyaksikan, namun ketika nama Ivander Azura siap dipanggil Zoe untuk naik ke atas panggung. Sontak saja, ia malah menjadi yang paling keras berteriak. Dan nyatanya bukan hanya Dori yang berubah antusias, orang-orang di sekitarnya pun terutama para gadis langsung berkumpul memadati area panggung. Nama artis itu terus menggema diseru. Mereka begitu menanti dengan hati tak sabar menunggu sang idola datang.

“Mari kita sambut saja,” begitulah Soa Zoe sebagai pembawa acara menarik aba-aba.

Hingga pada akhirnya, sang bintang sungguh-sungguh datang menampakkan pesonanya kepada para pengunjung Festival. Ramai teriakan histeria tak dapat lagi dibendung mereka yang menjadi penggemar setia. Kata-kata ungkapan cinta pun merajalela, “Ivander ... aku mencintaimu ...” begitulah sebagian penggemarnya tanpa malu mengungkapkan.

“Sudah kubilang dia tampan sekali, bukan?” seru Dori di tengah Soa dan Hanna. “Aku bahkan belum bisa bergerak dari perannya sebagai malaikat.”

Soa tertawa melihat perangai Dori di sampingnya. “Kau tidak salah memilih idola.”

“Sekarang kau setuju kan, kalau dia memang keren?”

Soa mengangguk cepat. “Seleramu memang bagus,” balasnya.

“Kau harus mendengar kemerduan suaranya juga Soa,” Hanna ikut-ikutan menambahi.

“Baiklah.”

Akan tetapi baru saja alunan musik dimainkan untuk mengiringi Ivander Azura bernyanyi, Soa sudah dikejutkan oleh penglihatannya sendiri. Seorang yang ia kenal sedang duduk bersandar santai di tepi depan panggung. Tak segan ia memberi Soa tatapan tak suka yang entah apa maksudnya.

“Hah? Arandra?!”

“Ayo! Gerakkan badamu, Soa.” Dori yang di sampingnya sama sekali tak menyadari kebingungan Soa. Ia memilih asyik menikmati seni musik yang disuguhkan Ivander Azura. Soa yang masih terheran-heran dengan kehadiran Arandra hanya bisa tersenyum membalas sambil menggerakkan sedikit tubuhnya untuk berjoget bersama.

“Untuk apa dia ada di sini? Sementara kemarin aku sangat kesulitan mencarinya. Jangan-jangan dia juga mengidolakan Ivander Azura? Ah! Ternyata artis itu lebih penting buatnya dari pada aku. Aku sama sekali tak menduga kalau dia penggemar film romantis,” gerutu Soa di dalam hati.

Soa tak ingin kehadiran Arandra mengganggu suasana hatinya. Ia tetap menikmati acara itu namun sesekali ia juga melirik memastikan apakah Arandra masih ada di tempatnya atau tidak.

Selang beberapa menit kemudian. Dua lagu sekaligus usai dibawakan Ivander Azura. Zoe lanjut mengisi acara itu dengan sedikit mengajak bintang tamunya berbincang-bincang. Dan disaat itu juga, Soa tersadar bahwa Arandra sudah tak lagi bisa di tangkap matanya.

“Ke mana dia pergi?” batin Soa sambil menengok kanan kiri.

“Tak henti-hentinya aku memuji, kalau dia sangat keren. Sangat-sangat keren! Betul kan, Soa?”