43 I've Let My Self Become You

Tiba kembali di Kota Amerta, Doni tak langsung mengantarkan Mika pulang. Dia menuju kedai siomay langganannya semasa SMA dulu. Abang siomay seketika mengenali mereka berdua.

"Mas! Mbak! Huwaduhh gak pernah kelihatan.."

"Apa kabar, Kang?" sapa Doni ramah.

"Baik, Mas. Seperti biasa ya, tanpa pare?"

"Hehe.. masih ingat aja Akangnya," jawab Mika.

Kedua tangan Akang siomay sibuk meracik pesanan. Kemudian bertanya sesuatu pada mereka.

"Kuliah, Mas? Dimana?"

"Iya.. di.. Bandung, Kang."

"Oh, jauh.. pantes gak pernah mampir kesini lagi. Kalo si Mbak?"

"Iya setelah ini juga kuliah, Kang."

"Di Bandung juga, sama si Mas?"

"Mm.. enggak Kang, beda."

"Yaahh, LDR dong. Apaan Longgg.. Long.. Long apaan ya Akang lupa.."

"Long Distance Relationship, Kang. Haha.. Bisa aja nih Akang."

"Nah.. iyaa itu.. Long.. Long.."

"Gak papa, Kang, yang penting pendidikan diutamakan."

"Mbak, emang gak takut Mas-nya digodain? Ganteng gitu, hehe.."

"Haha.. asalkan bukan dia yang godain duluan, gak masalah sih, Kang."

"Aaah.. Udah tunangan ya? Santai gitu bawaannya."

"Ha? Tunangan?"

Mika dan Doni saling menoleh. Mika hanya tersenyum dan memutar bola matanya. Doni langsung menyahuti dengan cepat.

"Iya Kang, kemarin kita baru aja tunangan."

Mika spontan tertawa. Dia membekap mulutnya dengan tangan kirinya. Melihat Mika tertawa, karena kebohongan Doni, Doni langsung mendekap kepala Mika dalam pelukan di dada hangatnya. Tawa Mika tumpah hingga keluar sedikit bulir airmata, hingga perutnya terasa kaku.

***

"Mika.. ehmm.. atau Sayang?"

"Sayang!"

"Aku panggil 'Sayang' lagi.."

"Seterusnya.."

"No. Seeelamanyaa!"

"Hahaa..."

"Aku nanti sore harus balik ke Bandung. Aku sudah beli tiket."

"He em.. gak papa."

"Sebelumnya aku minta maaf. Mungkin terlambat. Sangat terlambat. Tapi.."

"Forget it!"

"Aku merasa punya hutang sama kamu."

"Apa?"

"Meminta maaf pada Arya. Mik.. mm.. Sayang, apapun aku lakukan asal kamu memaafkan aku."

"Hei, aku sudah memaafkan kamu, Mas. No problem. Lagipula kamu mau ketemu Arya? Aku gak tau dia dimana sekarang."

"Oh. Aku kira kita bisa ke rumahnya bersama."

"No. Itu membuka luka lama. Arya sudah memaafkan. Arya sudah melupakan."

"Aku mau berubah demi kamu, Mik. Aku sudah bukan anak SMA yang suka kelai lagi. Semua yang aku lakukan untuk kamu ternyata salah. Dulu, aku pernah melakukan hal yang sama ketika bersama Sari. Tapi sikap Sari beda, gak seperti kamu. Sari justru menyombongkan diri ketika masih menjadi pacarku. Kamu tuh.. sumpah, kamu baik banget."

"Mas. Bukankah itu yang seharusnya ku lakukan?"

"Iya aku tahu. Tapi saat itu aku gelap mata. Aku seperti dibutakan oleh nafsu. Gak ada yang boleh mendekati Mika-ku. Kamu ku lindungi. Tapi kenapa kamu menolakku. Aku pikir kamu memang tak pernah sayang denganku sejak awal. Mungkin aku terlalu memaksamu melupakan Rio. Maafkan aku, Mik. Aku egois."

"Enggak.. jangan meminta maaf. Please. Aku yang salah, aku yang belum bisa menerimamu. Aku terlalu malu untuk mengatakan bahwa aku pun sayang sama kamu, Mas."

"Oiya. Ini, punyamu. Boleh kamu pasang lagi di tas mu."

"Strawberry-ku.. masih kamu simpan! Aku kira.."

"Dibuang? Gak lah, Sayang."

"Kalo gitu, sesuai kata Mas, kalo sudah gak marah, ini harus Mika kembalikan. Nih.. punya Mas.."

Mika mengeluarkan secarik kertas kecil dari dalam dompet ungu muda bergambar beruang, lalu diserahkan pada Doni. Foto mereka berdua, yang diberikan Doni setahun lalu.

Doni menolaknya, "Simpan Mika aja."

"Sayang, jadi ikut tes dimana? Ambil jurusan apa?" tanya Doni.

"Kata Papa, Mika harusnya kuliah sastra inggris di UNM. Ya sudah, Mika tes itu. Lusa mengumpulkan berkas, jadi Mika ke Malang dengan Papa."

"Lho? Sastra Inggris? Bagaimana bisa?"

"Iya, kata Papa..."

"Sayang, yang kuliah kan kamu. Yang belajar kamu. Kamu pikir kuliah itu mudah? Bikin makalah, jurnal, presentasi.."

"Ya tapi kan, baru aku, anak Papa bisa kuliah di luar kota. Harapan Papa, aku bisa kuliah sastra Inggris. Kalo aku bisa mewujudkan itu, pasti Mama Papa seneng banget."

"Sayang, kalo kamu mau bikin seneng orang lain, kamu harus senengin diri kamu dulu."

"Ck!"

"Aku tau, sejak awal kamu maunya ambil jurusan DKV kan. Kamu pingin jadi animator. Itu kan yang pernah kamu bilang ke aku.."

"Ya, tapi itu kan untuk siswa dari jurusan IPA, sedangkan aku IPS. Mana mungkin aku bisa lolos!"

"Bisa! Kamu tuh cerdas. Kamu bisa ikut IPC, aku bisa minta tolong Boy untuk ambilin formulirnya. Dia kuliah di Malang juga, kan. Jadi kamu gak perlu bolak-balik."

"Nanti.. Papa marah."

"Selalu.. apa-apa takut Papa marah! Kamu bisa kan bicarakan ini dengan Papa. Atau aku yang bilang?"

"Jangan.. Nanti Papa menduga.. aku kuliah di luar kota gara-gara kamu. Semakin Papa marah, aku bisa batal kuliah disana."

"Ya. Aku harap kamu bisa tegas menentukan. Karena kesempatan kuliah ini gak datang dua kali, Sayang. Jangan sia-siakan."

"Ya.. aku tahu.. Semoga Papa mengerti.."

"Oiya, aku.. mm.."

"Apa?"

"Aku sebenarnya mau bilang lama, tapi.."

"Apa?"

"Tapi kamu janji, untuk bersikap tegas."

"Iya.. iya.. Ada apa emang?"

"Bulan depan, aku pindah ke Surabaya."

"Ha! Why?"

"Bandung terlalu jauh. Aku gak bisa.."

"Maksudnya"

"Kalo aku pindah ke Surabaya, kamu kuliah di Malang, kita bisa saling berkunjung. Cuma satu jam jaraknya. Kayak kita ke Bromo barusan. Gak lama kan?"

"Ah, iya benar.. Tapi beneran gak papa?"

"Aku juga sengaja menghindar dari Vivi. Tingkahnya sudah semakin gak karuan. Dia bilang ke teman-temannya kalo aku ini tunangannya. Gimana sih tu anak!"

"Gila! Kamu diem aja?"

"Ya ngapain aku tanggepin. Toh dia juga gak tahu kalo aku sudah ngurus surat pindah kuliah."

"Awas aja kalo aku sampe ketemu sama Vivi!"

"Haha.. mau kamu apain?"

"Aku jambak! Aku plintir bibirnya! Aku kempesin toketnya yang kemana-mana itu..!"

"Haha.. udahhh udaah..."

***

Jelang pukul 12 siang, Doni dan Mika sudah tiba kembali di rumah Mika. Mika melepas sepatunya dan diletakkan di rak sepatu. Sedangkan Doni duduk di kursi melepas jaketnya karena gerah.

"Mau minum?" tanya Mika.

"Enggak usah, udah kenyang."

"Mau ngapain habis ini? Ke stasiun jam berapa?"

"Tiduran bentar. Aku ke Surabaya dulu, keretaku berangkat dari Pasar Turi."

"Memangnya kapan pindahan ke Surabaya?"

"Haha.. aku sudah pindahan. Barang-barangku semua sudah menempati kosan baruku. Aku ke Bandung cuma ambil kartu mahasiswa sekalian pamitan dengan ibu kos lama."

"Mas.. Bandung bagus gak sih?"

"Belum pernah kesana?"

"Belum.."

"Hm. Waiting list kita ya. Aku bakalan ajak kamu keliling Indonesia.. ke tempat manapun yang belum pernah kamu datengin.."

"Wah.. Mika seneng bangeett!"

"Tapi motoran gak papa, ya kan?"

"Ya gak papaa dong, Mas."

"Kalo Mika ngantuk?"

"Kita bisa berhenti tidur dulu di pom bensin atau di teras masjid."

"Kalo hujan?"

"Kita bisa neduh dulu, atau hujan-hujanan juga gak masalah.. Mika gak gampang masuk angin kok. Haha.."

***

HARI SELEKSI MAHASISWA BARU TIBA

Mika berkata pada Papanya bahwa dia lebih memilih jurusan DKV [Desain Komunikasi Visual] sebagai pilihan pertamanya dan jurusan Sosiologi untuk pilihan keduanya. Setelah penjelasan yang panjang dari Mika, akhirnya Papa Mika dapat menerima keputusan anaknya untuk tidak memilih jurusan yang ditentukan Papanya.

Namun sayang bagi Mika. Pilihan pertamanya tidak dapat diterima karena nilainya minus di bagian tes soal MIPA. Sempat dia merasa kecewa karena tidak dapat lolos ujian DKV, namun masih ada pilihan kedua yang menantinya.

Bukan jurusan yang terkenal dan banyak peminatnya, Sosiologi yang dipilih oleh Mika merupakan jurusan baru yang hanya ada di salah satu universitas di Kota Malang. Dia pun ragu meneruskan pilihan keduanya itu, karena Mika sebenarnya kurang tertarik jika harus banyak belajar tentang teori. Kemudian Mika teringat, waiting list-nya dengan Doni untuk travelling berdua. Bagaimanapun juga, Mika harus dapat kuliah di luar kota agar dapat sering bertemu dengan Doni.

MAS, MIKA DITERIMA TAPI SOSIOLOGI.

1 Message Sent

Tik.. Tik.. Tik..

1 Message Received

IYA, SYUKURLAH. YG PENTING BELAJAR DG RAJIN!

[MY DONI]

***

Beberapa minggu berselang, setelah kesibukan mempersiapkan keperluan ospek dan menempati kos baru, Mika dan Doni akhirnya dapat bertemu kembali. Doni kini berstatus sebagai mahasiswa di universitas swasta di Surabaya, sedangkan Mika menjadi mahasiswa baru di universitas kenamaan di Kota Malang.

Sebulan sekali Doni mengunjungi Mika di Malang, setiap weekend. Dia menginap di rumah Boy yang sekarang tinggal dengan Fiona di salah satu komplek perumahan elite di tengah kota. Belum nampak kesibukan yang berarti dalam kegiatan mereka sebagai mahasiswa. Sesekali mereka juga pulang bersama ke Amerta, namun tetap tanpa sepengetahuan kedua orang tua Mika.

***

Dari kamar kosnya yang baru, Mika menggunakan headset, sedang bernyanyi lirih mengikuti alunan musik dari band rock favoritnya.

-

[Chester Bennington:]

And now you've become a part of me

You'll always be right here

You've become a part of me

You'll always be my fear

I can't separate

Myself from what I've done

Giving up a part of me

I've let myself become you

-

avataravatar
Next chapter