webnovel

Kehilangan Arah (Chapter 5)

Malam semakin terasa dingin, Ketrin berjalan keluar dari kamarnya dan melihat sekeliling rumah, namun Zein tidak ada disana.

"Apa dia keluar?"

Ia bertanya-tanya karena pintu kamar adiknya terbuka dan tidak ada siapapun disana.

"Ini sudah tengah malam, dan dia masih berkeliaran di luar? apa dia pikir, dia sudah bisa melakukan semua hal itu? anak itu harus aku berikan pelajaran, lihat saja nanti jika dia datang".

Emosinya semakin naik ketika melihat betapa berantakannya kamar Zein, sekar rokok ada dimana-mana, dan dia tahu betul bahwa seharian ini adiknya itu pasti tidak pergi ke sekolah, melihat bagaimana baju sekolahnya masih tergantung rapih di belakang pintu, seperti saat pagi tadi Ia menggantungnya.

"Apa yang harus aku lakukan dengan anak ini? apa yang salah dengan didikanku?"

Mata Ketrin mulai di genangi bulir air yang semakin tidak tertahan.

"Mah,,,,!!!!! Pah,,,,,,!!!! Apa salahku? apa yang harus aku perbuat dengan kenakalan Zein sekarang? apa aku harus menuruti keinginannya untuk hidup bebas? Atau aku harus mengekangnya? aku tidak bisa sendiri memikirkan semua ini".

Ia memandang jauh ke atas langit yang gelap, bahkan satu bintangpun tak terlihat disana, seakan langit malam ikut bersedih dengan semua masalah yang sedang Ketrin hadapi saat itu.

"Mah,,, Pah,,,,, hari ini aku mendapatkan pekerjaan, Ketrin tidak lagi bekerja paruh waktu seperti sebelumnya, Ketrin akan melakukan apapun untuk Zein, tapi bantu Ketrin dalam menangani dia, dia selalu berpikir bahwa Ketrin terlalu banyak melarang dan hanya membuat ia tambah berontak atas semua peraturan yang Ketrin buat untuknya".

Suara lirih itu begitu terdengar menyakitkan, Ia melepaskan semua keluh kesahnya kepada angin yang tak akan mungkin memberikan jawaban, yang Ia butuhkan saat itu hanya berbicara, entah ada jawaban ataupun tidak, hati Ketrin akan lebih baik setelah itu.

Rayas mendengar semua yang Ketrin sedang keluhkan saat itu, di dalam rumahnya, ia sambil terbaring di kursi dan menutup matanya, menyimak kata demi kata yang Ketrin katakan, layaknya tengah mendengarkan musik yang sedang di mainkan.

Rayas sering melakukan hal semacam itu, untuk mengetahui keadaan Ketrin dari kejauhan, jika saat itu tiba, itu artinya suasana hati Ketrin tengah benar-benar terpuruk, ketulusan hatinya yang terus memohon kepada Alam, membuat Rayas sebagai dewa pelindungnya bisa mendengar semua ratapannya.

"Aku telah bersalah hari ini, disaat dia seharusnya bahagia dengan pekerjaan barunya, sebaliknya aku malah membuatnya menangis karena ulah bocah itu, seharusnya aku bisa menghentikan tindakan bodoh Zein siang tadi, aku terlalu banyak mengeluh dengan tanggungjawabku sendiri".

Rayas menyesali kecerobohannya karena melupakan ketentuan dewa, bahwa dia harus selalu berada di sekitar Ketrin untuk memastikan kebahagiaan dan senyuman itu bisa segera hadir dalam kehidupannya.

Malam terus menjemput dengan pertengkaran kakak beradik yang hampir saja terjadi, Ketrin berusaha terus meredam emosi dalam dirinya karena melihat Zein begitu lusuh dengan penampilannya yang baru saja pulang.

Tercium bau asap rokok di seluruh tubuh adiknya, entah dari mana dia pulang, Ketrin hanya sanggup melihat sejenak lalu pergi berlalu begitu saja ketika Zein mencoba berjalan mendekatinya.

"Apa Kamu tidak akan memarahiku? Bukankah aku telah membuat kesalahan? Kenapa kamu tidak marah sepuasnya padaku sekarang?".

Zein bingung dengan sikap Kakaknya yang tidak seperti biasa, dan bertanya-tanya penuh kecemasan, disamping takut di marahi, tapi juga cemas karena perubahan emosi yang terjadi pada Ketrin Sang Kakak.

"Masuklah ke kamarmu! Besok kamu harus berangkat sekolah, dan aku akan mulai bekerja, jadi jangan sampai tidur terlalu larut".

Tanpa membalikkan tubuhnya, Ketrin yang sedang berdiri di dapur untuk minum saat itu, hanya berbicara tanpa menjawab satupun pertanyaan dari Zein.

Zein yang masih keheranan, menyusul ketrin ke dapur, namun seperti sebelumnya, Ketrin kembali menghindar segera, setelah tahu Zein menghampirinya.

"Tidak ada yang ingin aku katakan, jadi kamu tidak perlu menungguku berbicara, lebih baik sekarang kamu bersihkan dirimu dan pergi tidur !".

Ketrin langsung masuk ke kamarnya, tanpa menunggu jawaban Zein yang masih sangat kebingungan dengan sikapnya.

"Tumben, apa dia salah makan hari ini? Aku sampai sempat berpikir tidak akan pulang karena khawatir dia akan marah besar padaku". Gumam Zein dalam hatinya, karena keheranan dengan perubahan sikap Kakaknya.

Ketrin akhirnya berpikir, bahwa Zein mungkin butuh waktu untuk mengenali jati dirinya sendiri, baik sebagai seorang pria remaja yang akan beranjak dewasa, juga sebagai adik yang sedari kecil hidup hanya berdua bersama dirinya, yang kesehariannya disibukkan oleh pekerjaan paruh waktu dan tidak ada waktu untuk adik semata wayangnya.

Zein menemukan dirinya sendiri sebagai seorang pria kecil yang harus bisa mandiri, mulai dari menyiapkan makan dan bersih-bersih rumah, dia sempat tidak tahu apa itu bermain, dia selalu di minta untuk tetap diam di rumah selama kakaknya bekerja sepulang sekolah.

Saat Zein akhirnya tumbuh lebih dewasa, dia seperti menemukan sisi lain dari kehidupan di luar sana, walaupun akhirnya dia terjerumus ke kehidupan anak muda yang di kecam oleh Sang Kakak, Zein merasa, dirinya masih berusaha membatasi diri demi Ketrin.

"Ketrin, dengarkan aku! Aku tidak tahan di diamkan seperti ini, aku lebih puas jika kamu memarahiku, aku adikmu, dan kamu kakakku, kamu berhak membentakku semaumu jika aku bersalah".

Setelah selesai membersihkan tubuhnya, Zein melihat lampu kamar Ketrin masih menyala dan itu artinya Sang Kakak masih terjaga, dia memutuskan untuk membereskan masalah malam itu juga, terlebih lagi dia sudah tahu bahwa Ketrin telah lolos di interviewnya siang tadi, itu kabar baik, dia ingin esok pagi semuanya baik-baik saja dan bisa mengucapkan selamat kepada Ketrin yang telah berjuang keras selama ini.

Sambil terus mengetuk pintu kamar Ketrin, perlahan suara Zein mulai semakin serius.

"Aku telah menemukan diriku adalah seorang lelaki dewasa sekarang, aku rasa, aku bisa mengambil beberapa keputusan untuk hidupku, seperti kamu yang dulu seorang anak kecil yang bertanggungjawab terhadap seorang Bayi, aku ingin sekarang aku yang bertanggungjawab atas dirimu" Zein mencoba membujuk Ketrin yang terus diam.

"Percayalah padaku!! aku sudah dewasa, aku hanya merokok, aku tidak pernah menyentuh barang haram apapun, minuman keras, narkoba, ataupun perempuan, aku hanya menghisap rokok itu, dan itupun jika aku memiliki uang lebih dari yang kamu berikan, aku tidak pernah menerima barang apapun pemberian teman-temanku, seperti yang kamu katakan. Aku selalu mengikuti peraturanmu bahkan sampai saat ini, kamu harus percaya padaku, soal rokok, aku hanya ingin terlihat lebih dewasa di hadapan teman-temanku dan mereka percaya bahwa aku juga bisa melindungimu". Zein mulai menjelaskan kenapa dia selalu mencuri waktu untuk merokok di belakang Kakaknya.

"Mereka selalu mengatakan bahwa aku adalah beban bagimu, aku tidak bisa menjagamu, aku hanya anak ingusan yang selalu merepotkanmu, percayalah padaku Kak!!!!! aku sudah besar, aku sudah dewasa sekarang, aku hanya ingin menunjukan bahwa aku adalah adik yang kuat dan mampu menjaga kamu dari para berandal yang selalu mengganggumu setiap pulang bekerja, rokok itu hanya untuk membuatku sadar, Yaaa,,,,, bahwa aku sudah besar sekarang, tapi ternyata aku salah, aku malah membuatmu kembali bersedih dan kecewa, aku ingin kamu mengerti maksudku, aku hanya ingin menikmati sedikit masa-masa ini".

Bulir air mata Zein mengalir deras, Ia tak sanggup menahan rasa sakit hatinya karena telah begitu melukai perasaan kakaknya yang sudah mempercayainya selama ini, Ketrin selalu memberinya kesempatan untuk berubah, namun dia selalu mengulanginya lagi.

"Jika kamu bisa melihat masa depan kita berdua, mungkin semua ini tidak akan terjadi, aku sangat ingin tahu, akan seperti apa kita di masa depan, apa kita akan terus seperti ini? apa aku akan terus menjadi bebanmu selamanya? aku ingin merubah semua ini, aku ingin kamu bangga padaku, apa Tuhan tidak memberikanmu kemampuan untuk itu? apa itu hanya bekerja untuk orang lain saja?"

Penyesalan begitu terdengar dari suaranya saat itu, maksud dirinya yang ingin terlihat seperti pria dewasa di hadapan teman-teman dan para berandalan di Gang komplek rumahnya dengan merokok, ternyata adalah suatu kesalahan besar di mata Sang Kakak, dan Zein terlambat memahami itu.

Zein dan beberapa temannya juga mengetahui soal Ketrin yang memiliki kata-kata bertuah, tidak jarang Zein di bully beberapa temannya karena memiliki seorang kakak peramal.

Mereka sering membicarakan bahwa Ketrin adalah seorang dukun, dan Zein juga Ketrin keturunan dukun ilmu hitam.

Ocehan-ocehan yang tak bertanggungjawab itu yang selalu membuat Ketrin dan Zein mendapatkan perlakuan tak biasa dari warga di sekitar, kadang ada yang melihat mereka dengan wajah ramah, ada yang melihat mereka dengan wajah aneh, takut, dan tidak sedikit juga yang nyinyir, hal itu membuat Zein sangat ingin melindungi Kakaknya.

"Kak aku mohon keluarlah, dan maafkan aku!".

Zein tetap tidak mendengar jawaban apapun dari dalam kamar kakaknya.

"Apa ini akan berlanjut sampai berhari-hari? Aku mohon Ketrin, bukalah! Kak.....!!!!!".

Next chapter