webnovel

Selamatkan Aku

Jakarta

Flora POV

Saat di Jepang, kami tidak diizinkan menjenguk korban yang juga mengalami nasib sepertiku, akhirnya aku dan Julian memutuskan untuk kembali ke rumah. 

Rumah ini adalah tempat yang nyaman, romantis dan sederhana yang terdiri dari dua kamar tidur, satu dapur, satu kamar mandi dan ruang santai. Pemandangannya sungguh menakjubkan! Salah satu kamarnya menawarkan pemandangan kota metropolitan. Melalui jendela di ruang santai, pemandangan ibu kota terlihat bagaikan lukisan ilahi. Permadani tartan memperindah bagian depan perapian dan kursi-kursinya diberi bantalan empuk dan nyaman. Itu selalu membuatku terpesona. Kecuali hari ini.

"Bolehkan aku berbaring sebentar? Aku lelah sekali."

"Silahkan," sahut Julian. "Sepertinya ide yang bagus. Ayo kubantu ke tempat tidur."

"Sepertinya aku bisa sendiri."

Aku berjalan ke kamar tidur, dan berbaring di atas ranjang empat tiang. Julian duduk di sampingku.

"Kamu sudah kembali. Itu yang penting sekarang," katanya.

Kamu salah, karena aku masih belum ingat siapa aku sebenarnya.

Aku sudah mengatakan itu padanya, tapi suamiku itu seperti tidak peduli.

Aku akan memulihkan kembali ingatanku, aku berjanji.

Tapi tidak hari ini. Aku kehabisan tenaga. Mataku perlahan terpejam.

Aku dengar derit tempat tidur saat Julian beranjak. Lalu semuanya gelap.

***

Gelap, hanya ada kelam dan napasku sendiri, satu-satunya yang aku dengar. Aku tidak sendiri; ada sesuatu yang bersamaku. Aku tidak bisa melihatnya, karena tersembunyi dalam kegelapan, namun ada sesuatu, yang sedang mengawasiku. Aku harus pergi, tapi tidak bisa, aku tidak bisa menghindar. Deru napasku bertambah cepat, aku masih tidak bisa melihat apa pun, namun ketika sesuatu itu kembali, terdengar derik berdeguk, dekat sekali…

Aku berteriak dan terduduk seketika. Aku bermandikan keringat dan sejenak aku tidak tahu dimana aku berada. Masih gelap.

Julian tidur dengan damai di sampingku. Ia tidak terbangun. Aku melihat ke sekeliling ruangan dan mataku tertuju pada jendela yang menampakkan malam kelam.

Aku turun dari tempat tidur dan beranjak. Rasa sakit kembali menghantam kepalaku. Aku kembali terduduk di tepi tempat tidur. 

Sambil menekan kening, aku berusaha menenangkan diri dari mimpi buruk. Aku ingat akan kegelapan yang pekat dan... dan ada sesuatu bersamaku.

Siapa itu? Apa itu? Aku sama sekali tidak tahu.

Sungguhan, bukan hanya mimpi

Apa yang terjadi sebelum diriku sadarkan diri?

Aku menghela napas dalam-dalam untuk menenangkan diri. 

Kemudian aku beranjak lagi dan berjalan menuju pintu kamar. Aku terhuyung dan berpegangan pada kursi tepat waktu. Sekali lagi aku menghela napas dalam-dalam, melawan rasa mual. Aku berhasil sampai di pintu kamar dan baru akan membukanya saat perasaaan ngeri menyergapku. Aku memaksakan diri untuk membuka pintu dan pintu pun berderit membuka. Aku menatap keluar di lorong. Tidak ada apa-apa.

Aku melangkah menuju dapur. Aku masuk ke dapur, menyalakan lampu, dan duduk di meja dapur. Isi kepalaku campur aduk antara kesedihan, perasaan merana, dan ketakutan.

Aku memandang ke sekeliling. Semua kelihatan normal. Meja. Lemari makan. Panci dan panggangan. Dan jendela dapur. Aku melihat keluar jendela. Sekilas aku mengira ada orang atau sesuatu yang tengah balas menatapku dan getaran rasa ngeri mengalir dalam diriku.

Apa yang aku alami sebelumnya pastilah mengerikan. 

Aku masih belum bisa menyusun teka-teki itu, tapi rasa teror terus saja bertambah kuat seperti tumor ganas.

Waktu itu aku tidak sendirian.

Aku memejamkan mata. Dalam benakku tahu-tahu aku melihat sosok wanita. Wanita itu berada di tempat gelap yang tidak aku kenal. Dia mengulurkan tangan padaku. Ada ketakutan di matanya, dan mulutnya terbuka.

'Selamatkan aku', sepertinya aku mendengarnya berkata begitu.

To Be Continued