webnovel

Kepulangan Ferdinand

Tanpa terasa pernikahan Andrew dan Clarissa memasuki bulan kedua. Semakin hari rasa cinta keduanya juga semakin besar. Pagi-pagi sekali Andrew mendapatkan kabar dari Australia, kedua orangtuanya akan pulang hari ini. Andrew menjadi gelisah memikirkan Clarissa. Dia takut Clarissa akan bertemu dengan Ayahnya. Bukannya Andrew tak mempercayai Clarissa, tapi Andrew lebih tidak percaya pada Ayahnya.

Sepulang dari kantor Andrew dan Clarissa langsung pulang. Baru memasuki halaman, Sonya Ibunya Andrew sudah menyambut kedatangan mereka.

"Apa kabar Sayang? Menantu Ibu cantik sekali." Sonya tersenyum dan memeluk Clarissa.

"Ibu juga sangat cantik. Kapan Ibu sampai?" tanya Clarissa.

"Sore tadi. Ayo kita masuk sebentar lagi waktu makan malam," ucap Sonya sambil menggandeng Clarissa.

Merasa tidak diperhatikan oleh Ibunya, Andrew mulai merajuk.

"Ibu tidak kangen sama Andrew?" tanya Andrew cemberut.

"Maafkan Ibu, Sayang Ibu terlalu senang berjumpa dengan Clarissa, sampai melupakan kamu." Sonya memeluk Andrew dan mengajaknya masuk juga.

Setelah mandi seluruh keluarga berkumpul di meja makan kecuali Ferdinand.

"Ayah dimana kenapa tidak ikut makan?" tanya Andrew.

"Ayahmu mendapatkan telepon dari rekan bisnisnya, kita makan duluan saja," ucap Sonya.

Mereka begitu menikmati makan malam itu, hingga tak menyadari Ferdinand sudah berdiri disitu.

"Apa kabar anak kesayangan Ayah?" Ferdinand menyapa dari arah belakang dimana Andrew dan Clarissa duduk.

Clarissa dan Andrew langsung menoleh kearah suara. Begitu Clarissa melihat kearah suara, dia langsung tersedak makanannya. Clarissa sama sekali tak menyangka, kalau Ferdinand adalah Ayah dari Andrew.

Ferdinand yang melihat Clarissa juga sangat terkejut. Bagaimana bisa anaknya menikahi seorang wanita yang pernah menjadi simpanannya?

"Duduk sini Mas." Suara Sonya memecahkan keterkejutan diantara mereka.

"Bagaimana Mas istri Andrew sangat cantik ya?" Sonya bertanya kepada suaminya.

"Hmmm .... " Hanya itu yang diucapkan Ferdinand.

Andrew menatap istrinya, Clarissa terlihat ketakutan. Sejak kemunculan Ferdinand, Clarissa tak berani mengangkat kepalanya.

"Sayang kamu tidak apa-apa?" tanya Andrew sambil mengelus kepala istrinya.

"Aku hanya terlalu kenyang, perutku rasanya tidak enak?" jawab Clarissa dengan wajah pucat dan ketakutan.

Andrew memperhatikan dari tadi, diam-diam Ayahnya mencuri pandang pada istrinya. Merasa risih, Andrew membawa Clarissa ke kamarnya.

"Sayang kenapa jadi pucat seperti itu?" tanya Andrew.

"Mas.... " Clarissa bingung bagaimana harus mengatakannya.

"Katakan Sayang, tak perlu takut." Andrew mencoba meyakinkan Clarissa.

"Ayahmu adalah lelaki itu." Air mata Clarissa mengalir di pipinya. Dia merasa berdosa pernah menjalin hubungan terlarang dengan ayah dari suaminya sendiri.

"Apa!" sahut Andrew pura-pura terkejut.

Clarissa menceritakan semuanya, awal pertemuan mereka sampai bagaimana hubungan mereka berakhir. Andrew berusaha menenangkan Clarissa.

"Lupakan masa lalu itu, sekarang kamu adalah istriku. Kamu hanya boleh memikirkan diriku saja," ucap Andrew padanya.

Andrew memeluk Clarissa menciumi bibir dan lehernya. Tapi malam ini mereka hanya tidur saling berpelukan, tak ada malam panas yang menggairahkan.

Pagi harinya, Andrew dan Clarissa bersiap untuk berangkat ke kantor.

"Sayang kamu mau mengajak Clarissa ke kantor?" tanya Sonya pada Andrew.

"Clarissa magang di kantor Andrew," sahut Andrew pada wanita cantik yang sudah melahirkannya.

"Biar Clarissa di rumah sehari saja sama Ibu ya, Ibu ingin lebih dekat dengannya." Sonya menatap Andrew memelas.

"Baiklah tapi cuma sehari lho ya," ucap Andrew.

"Sayang seharian temani Ibu dulu ya ... Biar semakin akrab." Andrew mengecup kening istrinya dan berangkat ke kantor.

Clarissa benar-benar menemani Sonya. Mulai dari memasak, membuat kue dan memetik bunga di taman belakang. Sonya juga mengajari Clarissa cara merangkai bunga.

"Apa kamu bosan Sayang?" tanya Sonya.

"Tidak, Ibu. Clarissa justru sangat senang bisa menemani Ibu." Clarissa tersenyum menatap Sonya. Dia melihat jika ibu mertuanya begitu baik dan juga sangat perhatian.

Saat mereka menyiapkan hidangan untuk makan siang. Ponsel Sonya berdering, dia lalu mengangkatnya dan berbicara agak lama ditelepon.

"Sayang, maafkan Ibu. Ibu harus pergi, ada masalah di butik." Sonya merasa bersalah harus meninggalkan Clarissa.

"Tidak apa-apa Ibu, lain kali kita bisa menghabiskan waktu bersama lagi," jawabnya dengan tatapan yang lembut.

Clarissa kemudian memasuki kamarnya. Dia bingung apa yang akan dilakukan. Clarissa ingat bunga yang tadi sudah dirangkai bersama ibu mertuanya masih dibawah. Dia turun dan bermaksud membawanya ke kamar. Saat hendak membuka pintu kamar, dia hendak meletakkan bunga ditangannya ke lantai. Saat membungkuk menaruh bunga itu dari arah belakang Ferdinand memeluknya. Lalu menyeretnya ke ruang kerja yang ada di sebelah kamarnya.

"Apa yang Om .... " Ferdinand menghujani Clarissa dengan ciuman yang menggairahkan.

"Jangan berteriak, atau kamu mau seluruh rumah mendengar suaramu," ancam Ferdinand tajam.

Clarissa sangat ketakutan, dia berusaha melepaskan diri dari Ferdinand. Namun percuma, Ferdinand mencengkeram dengan kuat.

Ferdinand mulai mencium leher Clarissa, meremas benda kenyal di dadanya. Clarissa ingin menolak sentuhan itu, namun respon tubuhnya berbeda. Ferdinand dengan sangat buas memainkan lidahnya di tubuh Clarissa. Entah Clarissa sadar atau tidak, Ferdinand berhasil menelanjanginya. Ferdinand mulai memainkan lidahnya di area sensitif Clarissa. Dia mendesah dan mengerang penuh kenikmatan. Sentuhan Ferdinand benar-benar menghipnotisnya.

"Ternyata kamu tidak melupakan semua sentuhan ku. Rasakan disini sangat basah." Andrew memasukkan jarinya di surga kenikmatan Clarissa. Mempermainkannya dan menjilatinya dengan rakus. Clarissa tidak bisa lagi menahan desahannya.

"Ahhhh ... hentikan Om!" Clarissa memejamkan matanya dalam kenikmatan. Ingin rasanya dia menjerit dan segera berlari keluar dari ruangan itu.

Ferdinand mendorong Clarissa hingga terbaring di meja kerjanya. Clarissa tak bisa melakukan apapun. Menolak pun pasti percuma. Ferdinand kembali memainkan lidahnya menyusuri area sensitif wanita di depannya. Kemudian melesatkan kejantanannya memasuki liang kenikmatan yang selama ini dirindukannya. Ferdinand melakukannya sangat lembut membuat Clarissa terbuai dalam hubungan terlarang itu. Semakin lama Ferdinand mempercepat gerakannya untuk mendapatkan pelepasan. Tubuhnya bergetar, dia mengeluarkan cairan kenikmatannya di rahim Clarissa. Tubuh wanita itu lemas, air matanya mengalir. Dia merasa telah mengkhianati suaminya.

"Tubuhmu masih benar-benar nikmat, aku sangat puas dengan jepitan lubang kenikmatanmu," ucap Ferdinand sambil menatap Clarissa dengan senyum kemenangan.

"Aku sangat benci Om Ferdi." Clarissa menangis tanpa suara. Hatinya benar-benar hancur tak bersisa. Dia merasa telah mengkhianati suaminya sendiri.

Ferdinand memang tidak pernah berniat melepaskan Clarissa. Awalnya ketika dia mengakhiri hubungan mereka sebelum ke Australia, Ferdinand ingin kembali bersamanya begitu pulang ke Indonesia. Tapi begitu melihat Clarissa sudah menikah dengan anaknya sendiri, Ferdinand hanya bisa menahan amarahnya. Hingga dia gelap mata dan memaksa Clarissa melakukan hubungan terlarang itu. Tubuh Clarissa begitu menggairahkan di mata Ferdinand, hanya dengan melihatnya saja gelora nafsu sudah menguasainya.

Clarissa memunguti seluruh pakaian, dan berlari menuju kamarnya. Dia tak tahan membayangkan Ferdinand telah memaksa hubungan terlarang dengannya. Clarissa merasa sudah mengkhianati suami yang sudah tulus mencintainya. Dalam kegelisahan hatinya, Clarissa menenggelamkan tubuhnya dalam bathtub. Dia tak menyangka Ferdinand tega melakukannya, padahal statusnya sudah menjadi istri sah anaknya sendiri. Hatinya terlalu rapuh untuk menerima kenyataan hidupnya. Di saat dia ingin menjadi istri yang baik bagi Andrew, Ferdinand justru hadir dan melukai harga dirinya. Rasanya dia ingin menjerit melepaskan amarah di dalam hatinya.

"Rasanya aku seperti ingin mati," ucap Clarissa di dalam hatinya.

Happy Reading

Next chapter