webnovel

5. Ucapan Justin Yang Mengejutkan

Cielo tersenyum manis mendengar Justin mengatakan rindu. Rasanya hatinya langsung berbunga-bunga. Padahal ia baru saja mengalami kejadian yang tidak menyenangkan tadi saat makan malam.

"Sayang, bagaimana kabarmu hari ini? Apa kamu sibuk sekali di kantor?" tanya Justin.

"Uhm, ya sibuk seperti biasanya." Cielo mengedikkan bahunya. Lalu ia segera saja mengeluh pada Justin. "Tadi sore aku pergi ke café bersama Nayra. Lalu tiba-tiba seorang pelayan menumpah kopi ke bajuku. Aku kesal sekali."

"Astaga, Sayang. Jadi, kamu ketumpahan kopi?" tanya Justin dengan nada terkejut sekaligus kesal.

"Iya. Kakiku sampai terasa perih karena kopi itu masih panas. Aduh aku kesal sekali sampai ingin meledak rasanya. Masalahnya, aku memakai rok putih dan sekarang rok itu terpaksa aku buang, padahal aku sangat menyukai roknya."

"Ya ampun, Sayang. Tenang saja, nanti aku belikan lagi rok yang baru untukmu. Oke?" ucap Justin membujuknya.

"Tidak apa-apa, Justin. Nanti aku bisa beli sendiri." Cielo pun segera terkekeh.

"Yakin? Nanti biar aku temani belanja ya."

"Iya. Kamu cepat kembali ke Bandung, aku sudah keburu kangen."

Justin pun terkekeh. "Iya, Sayang. Aku baru bisa kembali nanti tiga hari lagi ya. Kamu pasti sudah tidak sabar untuk bertemu denganku, ya kan?"

Cielo mengangguk dan bergumam, "Heem. Aku sudah tidak sabar."

Justin kembali terkekeh dengan suaranya yang dalam dan menggoda. "Kamu itu manja dan menggemaskan sekali. Nanti kamu dibawakan oleh-oleh apa?"

"Aduh, tidak usah bawa oleh-oleh. Kamu kan hanya ke Jakarta saja. Untuk apa bawa oleh-oleh?"

"Ah, tapi aku ingin membawa sesuatu untukmu," goda Justin.

"Aku hanya ingin ada kamu di hadapanku dan aku akan memelukmu dengan erat," ucap Cielo sambil memeluk gulingnya.

"Aku jadi ingin bercinta denganmu, Sayang. Kamu pasti akan sangat seksi."

Segera saja senyuman Cielo memudar. "Kamu serius?"

"Ya, Sayang, tapi itu pun kalau kamu mau melakukannya. Aku tidak mungkin memaksamu."

Cielo terkekeh meski itu tidak lucu. Sebenarnya, dalam hati Cielo agak terkejut saat Justin berkata seperti itu padanya. Meski usianya sudah menginjak nyaris dua puluh delapan tahun, tapi ia tidak pernah melakukan hal seperti itu dengan pria mana pun juga dan tidak akan pernah melakukannya sampai ia benar-benar sudah menikah.

"Kamu itu pasti bercanda."

"Aku serius, Sayang. Aku akan mencium seluruh tubuhmu sampai kamu merinding. Lalu aku akan memuaskanmu."

Bukannya bergairah, Cielo malah merasa takut. Ia menelan ludahnya dan berpikir positif. Justin pasti berkata seperti itu karena ia sedang bercanda. Pekerjaannya terlalu melelahkan hingga ia bosan dan menjadikan hal itu sebagai lelucon.

"Hmmm, Justin. Kamu tidak serius dengan kata-katamu kan. Kita belum menikah dan kita baru saja berpacaran selama empat bulan."

"Memangnya apa salahnya dengan empat bulan pacaran?"

"Oh, ayolah, Justin. Kamu pasti terlalu lelah karena seharian bekerja. Aku juga lelah dan masih agak kesal karena aku terpaksa membuang rok dan kemejaku. Tadi pagi, aku bangun pagi sekali. Jadi sekarang, aku mengantuk." Cielo pun menguap lebar-lebar. "Aku mau tidur dulu ya, Justin."

"Ya sudah kalau begitu. Kamu istirahatlah. Mimpi yang indah ya, Sayang." Lalu Justin memberikan suara ciuman di telepon. Cielo pun membalasnya. Anggap saja mereka benar-benar sedang berciuman.

"Baiklah. Sampai nanti lagi. Dadah, Justin."

"Dah, Cielo Sayang. I love you so much."

"I love you more."

Lalu Cielo pun menutup teleponnya. Mengapa jantungnya berdegup dengan kencang? Ia tidak menyangka jika Justin akan berkata seperti itu padanya. Ia pikir, Justin hanya bercanda, tapi sepertinya Justin serius.

Cielo tidak ingin memikirkan tentang hal tersebut. Ia lebih baik beristirahat karena sudah malam dan sudah lewat jam tidurnya yang biasa.

***

Keesokan harinya, Cielo pun kembali bekerja. Ia berkeliling hotel untuk memeriksa keadaan. Itu sudah seperti kebiasaannya. Ia melihat-lihat catatan daftar pengunjung dan kemudian melihat ulasan yang diberikan oleh para pengunjung yang telah menginap di Poseidon.

Kebanyakan dari mereka memberikan ulasan yang maksimal, antara bintang empat koma delapan sampai lima. Semuanya puas menginap di Poseidon dan berkemungkinan untuk kembali lagi ke sini.

Cielo pergi ke dapur untuk meminta beberapa sampel makanan yang akan dihindangkan sebagai menu spesial minggu ini.

Ada menu, daging sapi wagyu, steak ayam dengan bumbu creamy yang spesial, udang dengan bumbu rahasia, tahu jepang pedas yang dimasak dengan oatmeal, dan masih ada yang lainnya.

Cielo menikmati makanan itu satu per satu dalam porsi yang sangat kecil untuk sekali makan. Kebetulan sekali siang itu ia belum makan siang. Senyumnya pun langsung mengembang.

"Hmmm, ini enak sekali. Kalian memasaknya dengan sangat sempurna," puji Cielo.

Semua orang selalu beranggapan jika Cielo memiliki kemampuan untuk mencicipi makanan yang enak seperti ayahnya. Ya, mungkin saja mereka benar. Ayahnya, Charlos William memang paling peduli dengan urusan makanan di hotelnya.

Cielo pun menjelajahi banyak kuliner nusantara dan mancanegara agar ia memiliki banyak pengetahuan dan pengalaman yang baik. Jika ada yang bisa disajikan di hotel kesayangannya ini, maka ia akan meminta sang koki untuk membuat makanan seperti itu.

Selain soal makanan, pelayanan di hotel ini pun selalu menjadi prioritas utama Cielo. Ia mengecek kamar dan melihat-lihat semuanya dengan cermat.

Tidak hanya soal pengembangan bisnis saja, Cielo pun senang menilai interior kamar hotelnya. Setelah puas berkeliling, Cielo pun kembali ke kantornya.

Septiani menyerahkan beberapa dokumen untuk ia periksa dan tanda tangani. Sepertinya ada beberapa nama pegawai yang akan masuk ke hotel ini. Cielo memeriksa nama mereka satu per satu.

Lalu ada salah satu nama yang mengusiknya karena memiliki nama yang mirip dengannya.

Graciello Andreas. Tanggal lahirnya hanya berbeda dua bulan saja dengannya. Lucunya ia akan memiliki karyawan dengan nama yang mirip dengan namanya. Sayangnya di daftar nama karyawan itu tidak ada fotonya.

Padahal Cielo penasaran seperti apa wajah pria bernama Graciello itu. Namun, akhirnya Cielo langsung menuju ke kolom bagian bawah dan menandatangani kertas tersebut.

Cielo menyerahkan semua dokumen-dokumen tersebut pada Septiani. Ia menarik tangannya ke atas untuk meregangkan otot-ototnya dan kemudian kembali menatap layar laptop.

Ia harus mengecek nilai saham dan sebagainya. Lalu ia teringat pada Justin. Senyumnya pun mengembang. Ia menatap beberapa tangkai bunga yang ia simpan di sebuah vas bunga yang diberi air dan es batu.

Sisa bunga-bunga lainnya ia berikan kepada tukang bunga untuk dikeringkan dan dirangkai di sebuah pigura foto. Barang itu baru akan selesai dalam tiga hari. Cielo harus menanti dengan sabar.

Masalahnya ia terkadang tidak sabar. Ia sedang dilanda jatuh cinta pada pria tampan sempurna yang mengisi hidupnya. Jadi, Cielo pun mengeluarkan ponselnya dan menelepon Justin.

Next chapter