Setelah kehadiran Rosaa menjadi perbincangan hangat di kantor maupun di kediaman admadja. Semua pegawai yang melihat gadis dengan tinggi 170cm dan badan yang sangat ideal, wajah yang cantik, mereka merasa sangat iri. Seolah kesempurnaan milik Rossa saja. terlebih karena ayahnya memang berasal dari prancis.
Billy sangat merasa bersalah. Sehingga dia memutuskan untuk menemui Jesica di rumahnya sepulang kerja.
Tok… tok…
Billy mengetuk pintu dengan pelan. Jesica yang sedang membuat susu untuk ibu hamil di dapur segera membuka pintu itu. Ia mengira itu asisten rumah tangga yang pamit keluar tadi sore.
"Selamat malam," sapa Billy. wajah Jesica berubah menjadi kesal saat melihat wajah Billy.
"Kenapa anda kesini?" tanya Jesica dengan melipat tangan di dadanya.
"lah kan ini rumahku, yaw ajar dong kalau aku pulang kesini," jawab Billy yang langsung nyelonong masuk begitu saja. Jesica meninggalakn Billy yang langsung duduk di sofa dan melepas jasnya.
"Lah… mau kemana?" tanya Billy saat melihat Jesica menaiki anak tangga.
"Ke kamar, lagian ini rumahmu jadi ya suka-suka kamu mau ngapain," jawab Jesica.
Jesica tidak peduli dengan kehadiran Billy. ia tetap menaiki anak tangga dan menikmati segelas susu di kamarnya. Namun, baru saja ia meminum susu itu belum ada setengah gelas, Pintu terbuka begitu saja dan Billy masuk kedalam kamar Jesica. "Apa yang anda lakukan?" tanya Jesica dengan panik.
"Kan rumahku, BEBAS!" Billy melompat keatas kasur dan berbaring di samping Jesica.
"ya udah aku yang keluar," kata Jesica.
"Coba saja," kata Bily dengan wajah yang mengejek.
"Loh! Kok nggak bisa di buka?"
"ha… ha… ha…" Billy terkekeh dengan puas melihat wajah panik dan kesal Jesica.
"Santai saja lah, toh kita suami istri," ucap Billy.
"Gue kesinipun Cuma mau ngomong sesuatu," imbuhnya.
"Apa?"
"Rossa itu…"
"Pacar lo?" potong Jesica dan untuk pertama kalinya dia menggunakan Bahasa Jakarta yaitu Lo-gue.
"Iya," jawab Billy dengan menunduk.
"Sekal lagi saya tidak peduli! Saya tidak peduli dengan kehidupan anda," kata Jesia denga mata yang begetar. Jantungnyapun berdegup dengan kencanh seolah perasaannya tidak mendukung ucapannya. Billy beranjak dari tempat tidurnya dan mulai men dekati jesica yang masih berdiri dan memegang hadle pintu.
"Kita sudah beberapa bulan bersama, meskipun jarang bertemu dirumah tapi aku memebrikan perhatian kepadamu," ucap Billy seraya melangkah semakin dekat kepada Jesica.
"Apa semua itu tidak ada artinya sama sekali?" tanya Billy seraya menarik tangan Jesica untuk jatuh kedalam pelukkannya.
"Le-lepaskan saya…" Jesica berusaha berontak dan melepaskan diri dari dekapan Billy.
"Katakan padaku kalau memang kamu tidak memiliki rasa sedikitpun," bisik Billy tepat di telinga Jesica.
"Lepaskan!"
"Saat memelukmu seperti ini, aku merasakan detak jantungmu begitu cepat. Ini artinya kamu gugup di sampingku," bisik Billy dengan memeluk erat tubuh Jesica.
"Apa sih!" Jesica mendorong Billy dengan keras. "Ingat pernikahan ini hanyalah Sembilan bulan. Jadi, jangan harapakan lebih. Untuk kehidupan anda terserah anda. Untuk kehidupan saya dan anak saya terserah saya." Jesica pergi meninggalkan Billy dan duduk di sofa.
"Maafkan aku. Aku terbawa suasana," ucap Bily,
"Aku akan mengatakan yang sebenarnya kepada Rossa."
"Tidak perlu!"
Billy keluar dari kamar Jesica. Jesica dengan lega mengelus dada. "Huft!" dia menghela napas. "Kenapa tadi aku deg-degan," batin Jesica seraya memeluk bantal di sampingnya. Sedangkan Billy untuk merayu hati Jesica ia membuat makanan untuk istrinya tersebut. cukup lama dia menyiapkan makanan tanpa bantuan dari asisten rumah tangganya.
"Pak, ada yang bisa saya bantu?" tanya wanita yang bekerja sebagai asisten rumah tangga di rumah Jesica.
"Tidak! Istirahatlah. Biarkan saya yang masak," jawab Billy.
"Tapi, pak. Saya lihat nona sudah makan," kata wanita bernama wulan itu.
"Sudahlah, kamu ke kamar saja," pungkas Billy.
Melihat wajah Billy sudah tidak bersahabat, Wulan memilih meninggalkan dapur dan pergi kekamarnya. Beberapa saat kemudian Billy dengan membawa mie di campur dengan telur.
"hueeekkk!!!" belum juga Billy menawakan makanan tersebut, jesica sudah berlari ke kamar mandi untuk muntah. Billy tidak tahu juka Jesica tidak bisa mencium bau telur.
"Kenapa?" tanya Billy dengan panik dia membantu Jesica memegangi rambutnya.
"Apa sih yang kamu bawa?" tanya Jesica dengan kesal.
"Aku buat mie kuah sama telur," jawab Billy.
"Aku nggak bisa nyium bau telur, hih!"
"Maaf-maaf! Aku bawa keluar."
Billy segera membawa keluar semangkuk mie tersebut. "Ih… bukannya buat dia senang malah begini!" gumam Billy. Kejadian barusan membuat Billy merasa tidak berguna sebagai suami. Ia tidak mengetahui apapun tetang istrinya. Meskipun ini pernikahan kontrak seharusnya Billy tetap melakukan tugasnya sebagai suami dan calon ayah dari anak yang di kandung Jesica.
"Jes!" panggil Billy dengan pelan.
"Hem!" sahut Jesica dengan lemas yang masih terbaring di atas kasurnya.
"Maafin gue, gue benar-benar tidak tahu kalau lo alergi telur," kata Billy.
"Bukan alergi, gue nggak bisa nyium bau telur semenjak hamil."
"Iya-iya."
Jesica tidak melanjutkan percakapan dengan Billy. namun dia juga tidak mengusir suaminya. Badannya menjadi lemas setiap merasa mual. Jesica pelan-pelan memejamkan matanya. Billy menyelimuti badan istrinya dan mengusap kening istrinya dengan lembut. Billy meluapkan rasa kasih sayangnya kepada Jesica saat wanita di depannya benar-benar telelap. Dia menunjukkan sisi kebaikannya yang enggan dia tunjukkan saat istrinya terbangun.
****
Matahari menembus jendela kaca kamar Jesica. Dia melihat sosok pria tertidur di sampingnya. Tangannya menyentuh pipi pria itu begitu saja. bahkan dia juga memandangi dengan lekat wajah suaminya tersebut.
Tok…. Tok…
Suara ketukan pintu kamar membuat Jesica segera menarik tangannya dari wajah suaminya. Dia bergegeas membuka pintu itu.
"Kenapa mbak?" tanya Jesica kepada Wulan. Art kedua setelah yang pertama di usi begitu saja oleh Wanda.
"Ada tamu, non. Dia mencari pak Billy," jawab Wulan dengan sopan.
"Siapa?"
"Katanya dia…." Wulan enggan melanjutkan ucapannya.
"Apa mbak?"
"Katanya dia pacar Pak Billy!
"HA!" Jesica segera membangunkan suaminya.
"Bil! Bangun! Ada Rossa!"
"Ah biarin lah!"
"Bangun! Jangan sampai dia tahu aku disini,"
"Kalian ngapain?" tanya Rossa yang melihat Jesica dan Billy berada di salam satu kamar.
"E… anu. Itu… saya…" jesica sangat gugup untuk menjawab pertanyaan dari Rossa.
"Kalian tinggal serumah?" tanya Rossa.
"Iya!" jawab singkat Billy.
"Kenapa?" tanya Billy seraya mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
"Kamu harus jelasin ke aku, siapa dia?"
"Bukankah dia yang bekerja di kantormu?" desak Rossa.
"Iya, saya bekerja di kantor pak Billy," sahut Jesica.
"terus kenapa tinggal disini? Bukannta kamu sudah menikah? Dan kamu hamil kan?" cecar Rossa.
"Iya, dia hamil. Dia disini karena dia istri-"
"Saya pembantu disini," ptong Jesica. Dia seolah mendapatkan ide saat melihat Wulan tiba-tiba muncul di belakang Rossa.