webnovel

Mengukir Namaku di Hatimu

Bian dan Jackran sudah berpacaran selama 7 tahun. Sama seperti pasangan lainnya hubungan mereka juga mengalami pasang dan surut yang masih bisa mereka selesaikan. Namun kali ini badai besar menerjang hubungan mereka. Mantan kekasih yang sangat dicintai Jackran kembali, ketidakyakinan Jackran terhadap hatinya sendiri menjadi badai yang menerjang hubungan mereka, Hubungan mereka dipenuhi permasalahan yang kompleks. Akankah mereka berdua mampu melewatinya ataukah mereka memilih jalan yang berbeda?

Skyb_019 · Teen
Not enough ratings
426 Chs

Happy Anniversary 7th

Jackran memasuki ruang kerjanya dengan pikiran yang bercabang, ia baru saja pulang dari kampus untuk bimbingan, meskipun hari ini adalah hari minggu, jadwalnya sudah terisi penuh, dan hari ini ia ada janji untuk makan malam bersama keluarganya dan juga keluarga Tiara, sedangkan disisi lain ia sudah janji untuk bertemu dengan Bian, meski ia mengatakan tak akan datang, tapi Bian bersikeras untuk tetap datang. Banyak pekerjaan yang saat ini Jackran kerjakan. Tanpa Jackran sadari jam sudah menunjukkan pukul 4 sore, pintu ruang kerjanya sudah diketuk 3 kali, itu menghentikan pekerjaannya dan Jackran melihat Tiara sudah berdiri dipintu ruang kerja Jackran.

"aku ganggu ya," Tiara melangkah ke meja kerja Jackran,

"ngapain kamu kesini," balas Jackran dengan wajah datarnya,

"aku mau ngajak kamu jalan-jalan dulu sebelum kita makan malam nanti, jadi kita bisa bareng," Tiara balas tersenyum,

"kamu nggak harus kesini, kamu bisa hubungin aku biar ntar aku jemput," Jackran segera merapikan meja kerjanya dan bersiap-siap untuk meninggalkan pekerjaannya,

'"aku udah coba, tapi nggak ada balasan," Tiara mengayunkan ponselnya sejajar dengan wajahnya, Jackran melihat ponselnya "sorry, aku terlalu fokus sama dokumen-dokumen itu," Jackran melirik dokumen yang sudah rapi di atas meja kerjanya. Ada 5 panggilan tak terjawab dari Tiara dan juga pesan teks, Jackran membuka pesan teks tersebut dan membacanya, ia berhenti ketika ia melihat pesan yang dikirim Bian dini hari tadi, dan setelah itu tak ada satupun pesan dari Bian, "mungkin Bian sudah menyerah," pikirnya.

Bian turun dari halte dan berjalan menuju kafe tempat dimana ia janjian dengan Jackran. Bian sedikit khawatir tentang pertemuan ini, apakah Jackran akan datang atau tidak, yang diyakini oleh hatinya Jackran tidak akan datang. Bian tau ketika Jackran sudah memutuskan sesuatu ia hanya akan fokus pada pilihannya.

Bian mencoba menghilangkan pikiran itu, tapi ia tak bisa menyangkal ketakutan didalam hatinya, ketakutan yang menghancurkan harapan yang dimilikinya. Bian terus berjalan, kafe saat itu tak terlalu ramai namun juga tak terlalu sepi, ia memilih tempat duduk yang menghadap ke jalan agar ia tidak bosan dan sangat menyenangkan melihat aktivitas orang-orang yang lewat.

Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam, namun tak juga ada tanda-tanda Jackran akan datang, Bian mulai gelisah mungkin saja apa yang ia khawatirkan akan menjadi kenyataan malam ini, namun Bian mencoba untuk menghilangkan pikirannya, "mungkin saja Jackran terjebak hujan," pikirnya, meskipun tak mungkin Jackran terjebak hujan karena Jackran selalu membawa mobil kesayangannya. Hujan deras yang dari tadi mengguyur bumi perlahan mulai reda, ia hanya meninggalkan rintik-rintik yang menciptakan suara yang mampu membuat orang menjadi emosional.

"maaf kak, sebentar lagi kita mau tutup," ucap seorang pelayan yang menghampiri Bian,

"oh iya, maaf," balas Bian tak enak karena ia hanya memesan segelas vanilla kesukaannya, "tidak apa-apa, kami yang minta maaf," ucap pelayan itu ramah.

Kafe itu tutup jam setengah dua belas malam, meskipun kafe tersebut sudah tutup tapi beberapa tempat disekitar sini masih banyak yang buka, dan Bian memutuskan untuk menunggu Jackran didepan kafe yang tutup tersebut. Bian tidak habis pikir sama hal gila yang ia lakukan, ia tidak tahu apa yang telah ia lakukan sampai ia masih tetap menunggu Jackran, Bian berharap Jackran benar-benar datang, dari tadi ia menghubungi nomor Jackran tapi ponsel Jackran sepertinya mati. Bian benar-benar melewati malam yang sangat panjang.

Hujan yang mulai reda kembali membasahi bumi, Jackran yang tengah sibuk dengan laptop didalam kamarnya dikagetkan oleh suara hujan. Jackran berjalan menuju jendela kaca dikamarnya, ia teringat Bian, Jackran menghilangkan pikiran bahwa Bian masih menunggunya, itu adalah hal yang tidak mungkin menurutnya. Jackran menghabiskan waktu bersama keluarganya dan keluarga Tiara, ia tentu dibuat gelisah apakah Bian benar akan menunggunya, hal ini membuatnya terganggu. Jackran berusaha untuk menghilangkan pikirannya, berusaha sibuk dengan laptopnya.

Jackran segera berlari mengambil outer dan kunci mobilnya, Jackran tak juga mampu menghilangkan kegelisahannya sehingga ia memutuskan untuk memastikannya. Diperjalanan Jackran baru mengingat sesuatu, ia lupa memeriksa ponselnya yang sedari tadi mati, ia lupa untuk mencharger ponselnya.

Setelah sekian lama mengguyur bumi akhirnya hujan mulai pergi menyisakan jejaknya. Bian yang sudah kedinginan berusaha untuk melompat, mondar-mandir dan menggosok kedua telapak tangannya. Bibirnya pun berubah menjadi keunguan akibat kedinginan yang dihasilkan hujan dan malam, dan Bian hanya menggunakan dress yang tidak terlalu tebal, siapa yang menyangka malam ini akan turun hujan.

Senyum terukir diwajah Bian ketika ia melihat sosok yang dari tadi ia tunggu akhirnya menampakkan wujudnya.

"akhirnya," Bian tersenyum berusaha menahan air matanya, Bian akhirnya lega karena usahanya untuk menunggu tidak menjadi sia-sia.

��kamu udah gila," Jackran berbicara melalui giginya, ia merasa geram dengan tingkah Bian, "aku bilang aku nggak akan datang," lanjutnya,

"tapi kamu datang," ucap Bian yang masih menatap Jackran,

Jackran mengambil pergelangan tangan Bian dan menariknya, "aku antar pulang,",

"aku dari tadi nungguin kamu ran," Bian mempertahankan dirinya untuk tidak beranjak,

"Bianatya," Jackran berteriak,

"ini anniv kita, kasih aku waktu 30 menit, nggak 20 menit buat rayain anniv kita," Bian menghentakkan tangannya dari genggaman Jackran dan berlalu menuju ketempat makan yang masih buka. Jackran pun pasrah dan mengikuti Bian, hati Jackran sedikit teriris karena ia mampu melihat airmata yang sedari tadi ditahan Bian.

Mereka hanya diam sampai makanan yang mereka pesan datang, Bian segera memakan makanannya dengan tergesa-gesa, mulutnya dipenuhi dengan makanan, Bian makan seperti orang yang kelaparan.

"Bi, pelan-pelan," Jackran menahan tangan Bian yang akan memasukkan makanan kedalam mulutnya yang sudah penuh dengan makanan, Jackran hanya dibalas dengan tatapan tajam oleh Bian, namun Jackran tak juga melepaskan tangannya dari tangan Bian, air mata Bian pun jatuh, air mata yang sedari tadi ia tahan, Bian berusaha agar ia melewati malam ini, ia berusaha untuk terlihat baik-baik saja.

"aku cuma punya waktu 20 menit," Bian melepaskan sendoknya yang ia pegang dan menghapus air matanya, suaranya bergetar. Jackran berdiri dan memberikan outernya untuk Bian, dan berdiri menuju kasir, Jackran membayar makanan mereka dan berlalu meninggalkan Bian sendirian. Hatinya terlalu sakit atas apa yang ia lakukan, hatinya sakit telah membuat Bian menjadi seperti ini. Sedangkan Bian seolah tak peduli, ia tetap melahap makanannya sampai habis, meski terkadang air matanya jatuh, ia berusaha menahannya tapi ini terlalu menyakitkan dan betapa menyedihkannya dirinya saat ini, makan seorang diri dan ditinggalkan begitu saja setelah menunggu hampir sepanjang malam.

Bian keluar dari tempat ia makan, ia berjalan menuju halte, ya untuk saat ini sudah pasti tidak akan ada bus yang datang. "aku antar pulang," Jackran menahan tangan Bian. "makasih buat malam ini, anniv yang luar biasa," ucap Bian dengan sinis dan berlalu meninggalkan Jackran.

Jackran tahu saat ini Bian masih akan kukuh dengan pilihannya, dan Jackran mencoba memahami itu, jika itu dirinya tentu ia akan marah pada orang yang ditunggu dan juga dirinya sendiri. Jackran mengikuti Bian ke halte dan duduk disamping Bian.

"kamu kenapa," Jackran memecahkan keheningan, Bian tampak memegang perutnya. Namun Bian masih diam seribu bahasa, Jackran pun geram, ia pun menarik paksa Bian menuju mobilnya, Bian berusaha meronta tapi ia tak cukup kuat melawan Jackran terlebih perutnya saat ini sedang sakit mungkin karena ia kekenyangan.

Selama perjalanan pulang, Bian hanya diam, ia melihat keluar jendela sambil memegang perutnya yang sakit. Jackran tahu bahwa Bian menyembunyikan tangisnya.

"Bi aku benar-benar minta maaf, tapi aku harap kamu bisa ngerti keputusan aku," Jackran tahu ia tidak harus mengatakan ini sekarang, tapi ia berharap ini bisa menghentikan Bian yang saat ini tidak bisa mengendalikan dirinya.

"aku sayang sama Tiara, aku minta maaf, aku nggak bisa bohongi perasaanku lagi," lanjutnya.