webnovel

MENGUJI KESETIAAN

"Abang, nama siapa? Untung Papa dan Mama nggak nanya tadi," Tanya Lusi.

Bagas tersenyum, baru ingat kalau mereka belum mengetahui nama masing-masing.

"Bagas. Nama kamu siapa?"Sahut Bagas lalu balik Tanya.

"Lusi," sahut Lusi menyebut namanya.

"Gimana sampai di sini?" Tanya Bagas.

"Papa dan Mama ada urusan kerja di hotel ini," jelas Lusi.

"Maksudnya?" Tanya Bagas masih belum mengerti.

"Mereka termasuk pemegang saham hotel ini," jelas Lusi.

"Oo..., ternyata kamu anak sultan juga ya?" Tanya Bagas dengan serius.

"Uuh, biasa aja kali," ucap Lusi seperti tak perduli dengan ucapan Bagas.

"Oke deh Lusi, udah dulu ya? Aku masih ada urusan," ucap Bagas ingin mengakhiri pembicaraan mereka.

"Oke Bang, nanti WA aku ya?" Ucap Liza dan meminta agar Bagas kembali menghubunginya.

"Oke, nanti aku usahakan," sahut Bagas lalu berbalik dan meninggalkan Lusi di depan resto.

Ada sedikit rasa kecewa yang terpendam dalam hatinya saat menatap punggung Bagas mengilang di koridor kamar hotel.

Padahal Lusi sangat berharap dapat bergabung makan siang dengan keluarganya.

Ah, mungkin Bagas ada urusan yang sangat pending, gumam dalam hati. Lalu berbalik dan masuk kedalam resto bergabung dengan papa mamanya dan Rara.

"Ayo Nak kita makan," ajak mamanya melihat Lusi sudah bergabung dengan mereka.

"Oke Ma," sahut Lusi sambil menatap Rara yang saat itu sedang menatap kearahnya sambil tersenyum menggoda.

Lusi balas tersenyum.

Suasana makan siang terlihat sangat lahap. Perut lapar yang mereka rasakan telah terjawab dengan hidangan yang cukup banyak dipesan Lusi.

"Ra, makan yang banyak ya sayang?" Ucap Mama Lusi.

"Makasih banyak, Tante," sahut Rara.

Ah, aku sungguh beruntung dapat berlibur dan makan makanan yang enak seperti ini, gumamnya dalam hati.

Bapak dan mama pasti lagi makan saat ini, cuma yang mereka makan sangat beda dengan yang aku santap siang ini, gumam Rara kembali.

* * *

Bagas sudah menyandarkan punggungnya pada dua bantal kepala yang ia susun tegak pada sandaran tempat tidur. Lalu mulai melakukan panggilan video call denga Liza.

"Hai sayang? Udah makan siang?" Tanya Liza sambil memperlihatkan ruang kerjanya.

"Sudah sayang, ini di ruang kerja?" Sahut Bagas, lalu bertanya.

"Iya sayang, bagaimana hari kamu hari ini?" Tanya Liza tersenyum menggoda.

"Kalau nggak ada kamu, aku jadi stres," sahut Bagas.

"Emang kenapa sayang?" Tanya Liza yang masih tetap tersenyum sambil menggoda.

"Nggak usah nanya deh, kalo nggak mau bantu," ucap Bagas terlihat lesu.

"Hahahaaah," gelak tawa Liza.

"Kenapa ketawa?" Tanya Bagas.

"Lucu banget sayang," sahut Liza sambil menahan tawa.

"Kenapa sih?" Tanya Bagas semakin tak mengerti.

"Wajah kamu yang handsome itu kalo cemberut atau marah jadi lucu dan membuat aku gemes," jelas Liza mengakui.

"Aaah, kirain apa-an," ucap Bagas kembali cemberut.

"Itu kan? Bikin aku gemes lagi," ujar Liza.

"Sayang," panggil Bagas.

"Apa sih sayang?" Tanya Liza.

"Bisa nggak sih?" Tanya Bagas dengan nada membujuk.

"Mau apa?" Tanya Liza dengan lembut.

"Emang kamu mau?" Tanya Bagas ingin memastikan.

"Apa sih yang nggak untuk kamu sayang?" Ucap Liza semakin lembut.

"Kalo gitu bisa sekarang dong?" Tanya Bagas seperti tak sabar menunggu.

"Bentar yang sayang," ucap Liza sambil berdiri dan melangkah kearah pintu ruang kerjanya.

Liza memutar kunci pintu dari dalam.

Kemudian berbaring di sofa dengan posisi memiringkan tubuhnya. Kemudian tinggi layar ponsel disesuaikan hingga wajah sampai pinggang terlihat dalam satu layar.

"Gimana sayang?" Tanya Liza seperti minta pendapat.

"Cantik dan seksi banget sih kamu sayang" Puji Bagas.

"Oya? Emang beda dengan disana dan disini apa sih?" Tanya Liza.

"Ya beda dong, yang tadi hanya bisa lihat wajah kamu saja," jelas Bagas.

"Terus sekarang?" Pancing Liza dengan senyum menggoda.

"Ayolah sayang," Bagas mulai membujuk.

"Bentar ya sayang," ucapnya, lalu mulai mendekatkan layar ponsel setengah badan.

Kemudian sambil tersenyum menawan, jemari tangan kanannya dengan perlahan membuka kancing kemeja dari mulai atas satu persatu. Lalu membuka lebar kemejanya kekiri dan kekanan.

Hingga memperlihatkan lekuk belahan dadanya yang menonjol dan hanya sebagian yang dapat ditutup dalaman atas. Perutnya yang rata pun terlihat indah dengan kulit putih lembut dan glowing.

"Kamu suka sayang?" Tanya Liza masih dengan senyumannya yang menggoda.

"Banget sayang," sahut Bagas.

"Bentar yang sayang, pasti kamu lebih suka lagi," ucap Liza lalu melepaskan kaitan dalamannya dengan tangan kanan pada bagian punggung.

Napas Bagas tertahan saat kedua belahan dada yang terlihat indah itu tidak tertutupi lagi.

"Gimana sayang?" Tanya Liza.

"Puas banget, sayang," sahut Bagas.

"Ada lagi sayang, bentar ya?" Ucap Liza sambil mengarahkan layar ponsel kebawah perutnya yang rata.

Kemudin jari tangan kanannya mulai melepas kancing celana jins panjang yang dikenakannya dan menurunkan resleting kebawah.

Pinggulnya mulai bergerak-gerak sambil tangan kanannya mulai menurunkan celana sampai lututnya.

Hingga memperlihatkan pinggulnya yang berbentuk indah serta dalaman bawah masih menutupi bagian tubuh intimnya diantara ujung pangkal pahanya dengan kulit putih bersih dan glowing.

"Suka sayang?" Tanya Liza masih tetap menggoda.

"Hhmmmhh," terdengar suara Bagas tersangkut ditenggorokan.

"Udah puas sayang?" Tanya Liza mulai mengaitkan dalaman atas hingga menutupi sebagian kembali belahan dadanya. Dan mengancingkan kembali satu persatu kacing kemejanya.

Dilanjutkan dengan menaikkan kembali celana jinsnya hingga menutupi pinggul dan dalaman bawahnya, kemudian menarik resleting dan  mengancingkan kembali celana jins yang dipakainya.

"Gimana sayang, udah puas belom?" Tanya Liza.

"Belomlah sayang," sahut Bagas.

"Tahan ya sayang, sampai weekend," Goda Liza.

"Iya sayang," sahut Bagas mulai terdengar normal suaranya.

"Kamu jadi kan sayang datang weekend nanti?" Tanya Bagas ingin memastikan.

"Kok nggak percaya sih sayang sama aku? Emang aku nggak rindu ketemu kamu? Aku rindu banget sayang, pengen setiap detik, setiap menit, bahkan bila perlu setiap jam bisa bersama kamu sayang," ucap Liza seperti mau mencurahkan isi hatinya.

"Iya, aku percaya kok," sahut Bagas.

Ah, seandainya kamu disini, aku akan memeluk kamu sayang, gumam Bagas.

Agar aku bisa menenangkan hati dan pikiran kamu sayang, gumam Bagas kembali.

"Ya udah, sedikit lagi ke kelas kan sayang?" Suara Liza terdengar melemah seperti menahan sesuatu.

"Oke, daaghh," ucap Bagas.

"Daaghhh sayang," balas Liza.

Setelah Bagas mengakhiri video call, Liza tak dapat menahan lagi genangan di bola matanya. Hingga menangis tanpa perduli ada yang mendengar. Meskipun pun sampai stafnya mendengar pun Liza tidak perduli, yang ada dalam pikirannya hanya ingin menumpahkan kesedihannya yang tak dapat ia berikan kepada Bagas.

Belasan tahun menunggu kehadiran Bagas bukanlah waktu yang cukup pendek. Lalu setelah mereka dipertemukan, belumlah cukup apa yang telah diberikan untuk Bagas.

* * *