107 MCMM EXTRA 4

Kebahagiaan tak melulu karena kita memiliki segalanya.

Kebahagiaan bisa karena hal-hal sederhana.

Raihlah bahagiamu bersama orang yang selalu setia berada di sisimu

⭐⭐⭐⭐

Happy Reading❤

"Princess, buruan dong dandannya. Nanti telat lho ke acara wisuda S2 dek Bila. Tuh Bagas sudah ribut terus pengen berangkat. Ibu dan Nabila juga sudah siap."

"Sabar dong mas. Siapa suruh habis subuh minta jatah," sahut Gladys sambil menatap lemari bajunya. "Mas, aku pakai baju mana ya? Kayaknya yang warna merah ini sudah nggak muat deh. Atau aku pakai pakai baju yang cream ini?"

"Hmm.. jangan berani-berani kamu pakai baju itu princess. Aku nggak mau mata para tamu pria menelanjangimu dengan tatapan mereka."

"Lho, memangnya kenapa? Baju ini kan potongannya simpel dan terlihat manis. Cocok buat acara wisudanya dek Bila."

"Sayang, kamu itu sedang hamil 5 bulan lho."

"Makanya karena aku hamil, nggak akan ada yang tertarik kan?"

"Kamu lupa, badanmu ini semakin montok dan kalau kamu memakai baju itu, lekukan tubuhmu akan terlihat jelas. Tubuhmu ini bukan konsumsi publik. Semua yang ada padamu hanya boleh dinikmati olehku seorang." Banyu memeluk istrinya dari belakang. Ditariknya tali bathrobe yang dipakai Gladys. Tampaklah kedua pa*****a montok sang istri. Banyu meremasnya lembut sehingga membuat Gladys mendesah.

"Kamu tahu, setiap kali kamu hamil tubuhmu semakin montok dan menggairahkan. Aku nggak mau ada pria lain yang menjadikan dirimu fantasi s**s mereka." Banyu menciumi leher Gladys. Tangannya sibuk bergerilya. Saat tangannya mengarah semakin ke bawah, Gladys menghentikannya.

"Maash, berhenti dong. Nanti kita benar-benar terlambat." ucap Gladys dengan nafas memburu. Semenjak hamil, pa*****anya semakin sensitif.

"Atau kita batal hadir? Biar ibu saja yang menghadiri wisudanya Bila." tanya Banyu dengan senyum menggoda.

"Ih, kamu ada-ada saja. Kamu lupa kalau Nabila lulusan terbaik di prodinya. Bahkan ada undangan khusus untuk bapak Banyu Bumi Nusantara, selaku pemilik yayasan yang memberikan beasiswa bagi mahasiswa berpretasi."

"Tapi ini bagaimana? Terlanjur sesak, yang." Pandangan Banyu tampak memelas. Gladys tertawa melihatnya. Ia buru-buru berpakaian sebelum Banyu menariknya ke tempat tidur.

"Mas Banyu lama banget sih?" omel Nabila yang kini sudah menjadi wanita muda yang cantik. Hari ini adalah hari wisudanya.

"Salahin kakakmu tuh. Dia yang lama dandannya," elak Banyu tak mau disalahkan.

"Lho, kok aku sih? Kan mas Banyu yang bikin aku terlambat gara-gara...."

"Sudah, sudah. Ayo kita berangkat. Ibu khawatir jalanan macet. Belum lagi nanti disana pasti susah cari parkirnya," Aminah melerai sambil tertawa kecil. Ia tahu kenapa pasangan muda itu tidak keluar-keluar kamar. Itu pasti ulah anaknya, Banyu. "Tuh, si Bagas sudah mulai mengantuk."

⭐⭐⭐⭐

"Selamat ya Bila," ucap seorang pria muda berkacamata dengan malu-malu kepada Nabila saat mereka mengantri untuk foto studio.

"Eh, pak Syafiq. Terima kasih pak. Ini semua berkat bimbingan bapak. Kalau bukan karena bapak mungkin saya masih santai-santai saja," jawab Nabila sambil tersenyum malu. Semburat merah muncul di pipinya.

"Ah, itu memang sudah tugas saya sebagai dosen pembimbing kamu. Selebihnya kamu yang mengerjakan semuanya," elak pria muda yang ternyata dosen pembimbing Nabila.

"Iya sih, tapi kalau bukan bapak yang rajin mengingatkan saya setiap hari, mungkin saat ini saya masih asyik mempraktikan ilmu yang saya dapat disini, alias asyik jualan online." Mereka berdua tertawa tanpa menyadari sepasang mata menatap tajam ke arah mereka. "Pokoknya sampai kapanpun saya nggak akan pernah lupa kegigihan bapak tiap hari mengirim pesan penyemangat. Kalau dipikir-pikir sudah kayak minum obat reminder yang bapak kirim. Sehari bisa tiga kali. Teman-teman yang lain sempat iri lho, pak."

"Mas, ngeliatinnya biasa aja," bisik Gladys pada Banyu yang menatap tajam pada Nabila dan Syafiq. "Ih, kayak sinar laser tau."

"Aku penasaran sayang. Aku yakin pria itu pasti punya maksud tertentu pada Nabila. Kamu dengar kan ucapan dek Bila. Mana ada dosen pembimbing kirim pesan sampai 3x sehari." Gladys dan Aminah tertawa mendengar ucapan Banyu.

"Yo nggak papa tho Nyu. Adikmu itu kan sudah dewasa. Bukan anak SMP lagi. Sudah lulus S2 lho."

"Maksud ibu?"

"Ya biarkan kalau ada pria yang ingin mendekatinya. Jangan dipelototin kayak begitu. Memangnya kamu mau adikmu itu menjadi perawan tua?"

"Tau nih mas Banyu. Galak banget sama cowok-cowok yang mendekati dek Bila. Bu, ibu tahu nggak kalau dek Bila pernah ngadu ke Adis sambil menangis. Katanya dia malu sama mas Banyu, gara-gara mas Banyu mengusir teman pria yang mengantarnya pulang. Padahal dek Bila terpaksa nebeng karena mas Banyu lupa menjemput dia."

"Iya, Bila juga cerita ke ibu kalau mas mu ini sampai ikut campur mengenai siapa saja yang boleh sekelompok dengan Bila."

"Lho, itu kan buat kebaikan Nabila juga bu. Banyu nggak mau Nabila ketemu cowok brengsek kayak..."

"Kayak kamu ya mas. Yang suka nyosor," ledek Gladys. Banyu hanya bisa nyengir mendengarnya. Aminah tersenyum sambil geleng-geleng kepala. "Yang senangnya menggantung perasaan wanita. Yang hobinya tarik ulur. Yang kegemarannya...."

"Sudah dong yang. Nggak usah disebutin semua. Itu kan dulu. Yang penting sekarang aku padamu. Nggak ada yang lain lagi dalam hidupku kecuali kalian dan si kecil yang ada di dalam sini." Banyu mengelus lembut perut sang istri yang mulai terlihat membulat.

Tak lama tibalah giliran mereka berfoto. Selesai berfoto, tiba-tiba Syafiq mendekati Banyu.

"Pak, boleh saya berfoto dengan Nabila?" Tentu saja Nabila terkejut mendengarnya.

"Buat apa? Kamu itu kan dosen dia. Baru kali ini ada dosen minta foto berdua dengan mahasiswinya. Kamu jangan macam-macam ya." tanya Banyu curiga. Gladys mencubit pelan lengan Banyu. "Lho memang iya kan. Biasanya kalau foto bersama saat wisuda itu bersama keluarga atau kekasih. Nggak ada yang foto sama dosennya. Apalagi kalau dosennya annoying."

"Ehem.. betul kata anda. Memang tak ada mahasiswi yang berfoto dengan dosennya. Yang foto bersama itu keluarga atau pasangan. Kalau begitu ijinkan saya menjadikan adik pak Banyu sebagai pasangan hidup saya. Itu pun kalau pak Banyu dan tante, terutama Nabila tidak keberatan." Sayfiq menarik nafas panjanga setelah mengucapkan kalimat-kalimat tersebut.

Nabila dan Gladys terpekik kecil sambil menutup mulut karena kaget. Mereka tak menyangka ada kejadian seperti ini. Aminah tersenyum bahagia. Sementara Banyu sok cool walau dia juga kaget.

"Anda melamar adik saya?"

"Kalau ini pak Banyu anggap lamaran, iya saya melamar adik anda," jawab Syafiq mantap walau sebenarnya ia sangat gugup.

"Apa modal anda berani-beranian melamar adik sa..." Belum sempat Banyu menyelesaikan ucapannya, Gladys sudah menarik Syafiq dan Nabila ke tempat foto. Saat Banyu hendak protes, Gladys memelototkan matanya sehingga Banyu tak jadi protes. Banyu nggak berani melawan bumil yang ia yakini galaknya melebih induk singa.

⭐⭐⭐⭐

Suasana di dalam ruang VIP restauran milik keluarga Van Schumman terasa tegang. Banyu menatap tajam pada Syafiq yang duduk di hadapannya. Sementara itu Aminah duduk di antara Syafiq dan Nabila. Gladys dan Bagas duduk di samping Banyu.

"Kok suasananya jadi tegang begini sih? Ayo kita makan dulu. Kita kesini kan mau makan malam merayakan keberhasilan Nabila memperoleh predikat Summa Cum Laude." Aminah mencoba mencairkan suasana. "Ayo nak Syafiq dicoba makanannya. Kata nak Adis ini salah satu menu favorit resto ini lho."

"Eh, terima kasih tante," jawab Syafiq gugup.

"Mas, sudah ah melototnya. Memangnya nggak capek melotot melulu?" tanya Gladys sambil mencubit pelan lengan suaminya. "Ini makanannya sudah aku siapin. Dek Bila, itu pak Syafiq diambilin makanannya. Kakak yakin kalian pasti lapar karena acara tadi."

"Ngapain Bila mengambilkan dia makanan? Dia kan bukan suaminya Bila." tukas Banyu pedas.

"Lho, dulu kamu juga begitu. Aku belum jadi pacar sudah disuruh mengambilkan makanan buat kamu. Kata kamu latihan kalau nanti aku jadi istri kamu. Padahal saat itu kamu belum menerima 'lamaranku. Cinta juga nggak." Nabila terkikik pelan. Lalu ia mengambilkan makanan untuk Syafiq yang menerimanya dengan ragu. Saat secara tak sengaja jari mereka bersentuhan, wajah keduanya memerah karena malu. Syafiq buru-buru menarik piring yang diserahkan Nabila. Lalu ia meminum habis air putih di gelas.

"Nggak usah gugup pak Syafiq. Suami saya ini memang kelihatannya galak. Apalagi kalau sudah urusan yang berhubungan dengan adik perempuan satu-satunya. Saya aja yang lagi hamil kalah galak. Tapi sebenarnya hatinya lembut. Dia bersikap seperti itu karena sangat menyayangi Nabila."

"Eh iya bu. Saya paham."

"Kok ibu? Panggil saya kak Adis. Sebentar lagi kamu kan akan menjadi calon adik ipar saya."

"Kata siapa dia akan menjadi calonnya Bila? Aku belum menyetujui permintaan dia," sahut Banyu keras kepala. Tak semudah itu bagi pria muda dihadapannya untuk mendapatkan Nabila.

"Yang mau menikah dengan pak Syafiq siapa? Mas Banyu atau dek Bila?" Gladys balik bertanya. "Coba tanya sama dek Bila, dia mau nggak jadi istri pak Syafiq."

"Dek, memangnya kamu mau menjadi calon istri nak Syafiq?" tanya Aminah lembut. Nabila memandang Syafiq sekilas lalu buru-buru menunduk karena malu. Apalagi saat itu Syafiq sedang menatapnya juga.

"Tuh mas, kamu lihat kan? Nabila nggak menolak."

"Tapi dia nggak menjawab pertanyaan ibu kok."

"Astaga mas Banyu. Kamu tuh polos atau pura-pura bego sih? Kalau perempuan memberikan reaksi seperti itu artinya dia menerima. Artinya dia juga ada perasaan."

"Memang iya, dek?" Banyu kekeuh ingin mendengar jawaban Nabila. Kali ini Nabila mengangguk sambil terus menunduk. Pipinya merona karena malu.

"Kenapa kamu ingin menikahi adik saya? Apa sebelumnya kalian pacaran?"

"Maaf pak Banyu, kami tidak pacaran. Namun hati saya sudah tertambat padanya sejak saya pertama kali melihat dia datang ke ruangan dosen bersama teman-temannya untuk bimbingan. Dan sejak itu saya bertekad ingin menjadikan dia istri. Saya tidak pernah menginginkan Nabila menjadi kekasih. Saya hanya ingin menikahi dia." jawab Syafiq mantap. Gladys meremas keras lengan Banyu. Matanya berkaca-kaca karena terharu mendengar jawaban Syafiq.

"Apa kamu pikir modal cinta cukup buat menikahi adik saya?"

"Saya tahu untuk berumah tangga dibutuhkan modal. Alhamdulillah saya sudah bekerja sebagai dosen dengan gaji yang lumayan walau tidak sebesar penghasilan anda sebagai CEO. Saya juga memiliki usaha online kecil-kecilan. Selain itu saya juga sudah memiliki rumah mungil dan motor sebagai kendaraan. Untuk yang lainnya, saya yakin Allah akan menambahkan rizki apabila kami menikah nanti."

"Apa kamu ingin menikahi dia karena tahu dia adalah adik saya?" tanya Banyu curiga.

"Mas!" tegur Gladys. Ia merasa kasihan melihat Syafiq dicecar berbagai pertanyaan oleh Banyu."Jangan su'udzon gitu dong."

"Maaf pak, saya baru tahu hari ini kalau anda adalah kakak dari wanita yang saya ingin lamar," jawab Syafiq. "Sebelum ini saya pikir Nabila sama seperti mahasiswa lainnya yang membiayai kuliah S2nya dari usahanya sendiri. Karena banyak mahasiswa S2 disini adalah para pekerja atau pemilik bisnis kecil."

"Bagaimana dengan orang tua nak Syafiq? Apakah mereka masih lengkap? Dimana mereka tinggal?" tanya Aminah. Syafiq tertunduk saat mendengar pertanyaan Aminah.

"Saya dibesarkan di panti asuhan. Sampai saat ini saya tidak tahu siapa orang tua kandung saya. Orang tua yang saya tahu adalah bapak dan ibu pengurus panti. Selepas SMA saya bekerja sebagai supir angkot dan tukang ojek serta membantu ibu panti mengurus adik-adik. Saya bisa mendapat pendidikan tinggi dan bisa menjadi dosen berkat perjuangan bapak yang mencarikan beasiswa buat saya." Syafiq menafik nafas panjang sebelum melanjutkan. "Saya tidak pernah malu dengan masa lalu saya. Walau saya tidak memiliki orang tua, tapi saya dibesarkan dengan penuh kasih sayang oleh para pengurus panti. Saya bisa seperti saat ini berkat mereka."

"Masyaa Allah perjuanganmu sungguh berat nak Syafiq."

"Maaf kalau seandainya saya tidak memenuhi syarat yang pak Banyu inginkan untuk menjadi adik ipar. Tapi saya yakin, di mata Allah kita semua sama. Yang membedakan adalah keimanan kita."

Nabila dan Gladys berpandangan saat mendengar penuturan Syafiq. Tangan Gladys menggenggam erat tangan Banyu. Cerita yang Syafiq sampaikan mengingatkan pada perjuangan Banyu membiayai hidupnya dulu.

"Kalau pak Banyu meragukan niat baik saya dan merasa saya tidak pantas menikahi Nabila, berarti kami memang tak berjodoh. Mohon maaf kalau mimpi saya menikahi adik anda dianggap terlalu tinggi untuk anak panti asuhan seperti saya."

"Mas... " Nabila menatap Banyu dengan pandangan memohon. Sebenarnya ia sendiri sudah jatuh hati sejak dosennya ini rajin menyemangatinya. Padahal kata-kata penyemangat yabg disampaikan wajar-wajar aja.

"Mas, boleh adek bicara? Karena yang dibahas saat ini adalah masa depan adek bersama.... pak Syafiq." Banyu menatap wajah Nabila serius. Baru kali ini Banyu menyadari adiknya ini ternyata sudah dewasa. Caranya berbicara saat ini mengingatkannya pada sosok ibu mereka.

"Mas, dengarkan dulu apa yang dek Bila ingin ungkapkan," potong Gladys saat dilihatnya Banyu hendak memotong ucapan Nabila. Gladys sangat mengenal sifat Banyu yang sangat over protektif kepada Nabila.

"Mas, ijinkan adek menikah dengan pak Syafiq." Banyu terperanjat mendengar ucapan Nabila. Sementara itu Aminah dan Gladys tersenyum bahagia.

⭐⭐⭐⭐

avataravatar
Next chapter