96 MCMM 95

Cinta adalah dimana kamu selalu punya alasan untuk kembali meski kamu sudah berjalan begitu jauh

Namun cinta juga yang terkadang menjadi alasan untuk pergi menjauh

⭐⭐⭐⭐

Happy Reading ❤

"Selamat pagi princess." Pesan pertama yang dilihat Gladys saat pagi itu membuka ponselnya. Setiap hari selama sebulan terakhir ini Banyu tak pernah absen menyapanya melalui pesan atau kadang menghubunginya via video call. Bahkan setiap jam makan siang, Banyu selalu punya alasan untuk mengajak bertemu dan makan siang bersama. Namun usaha Banyu tak selalu berhasil. Bukan sekali dua kali Gladys menolak bertemu. Walau begitu Banyu tak menyerah.

"Jangan lupa sarapan, ya." Pesan kembali masuk saat Gladys sarapan bersama Intan dan Haidar.

"Banyu lagi, Dys?" tanya Intan saat melihat kening sahabatnya berkerut.

"Hmm..."

"Sudahlah, terima saja dia." Haidar ikut berkomentar.

"Siapa? Terima dia? Sebagai apa? Bodyguard atau supir?" Gladys balik bertanya dengan nada ketus.

"Ya sebagai calon imamlah," jawab Intan sambil terkikik.

"Mommy, why daddy's never coming? I miss him." Tiba-tiba Salma bicara dengan wajah polos. Intan dan Haidar langsung terkikik mendengarnya.

"I don't know, dear." Hanya itu jawaban yang bisa Gladys berikan.

"Please call him mommy."

"Mommy's busy honey."

"Please mommy... please..." Salma mulai merengek.

"Intan, mas Haidar, bantuin dong. Kasih tahu Salma itu nggak mungkin bisa gue lakukan."

Tiba-tiba bel rumah berbunyi. Gladys buru-buru bangkit untuk membuka pintu sekaligus menghindari rengekan Salma.

"Assalaamu'alaykum, selamat pagi princess." Orang yang baru saja ditanyakan kini berdiri menjulang di hadapan Gladys.

"Wa'alaykumussalaam. Alhamdulillah kamu sudah disini." Tanpa banyak bicara Gladys langsung menarik tangan Banyu. Mengajaknya ke ruang makan untuk bertemu dengan Salma. Banyu mengikuti tanpa protes. Ibarat anak remaja, jantungnya berdebar keras saat tangan Gladys menarik tangannya. Padahal dulu berpegangan tangan bahkan berpelukan pernah mereka lakukan.

"Daddy..!!" Salma berteriak kegirangan saat melihat Banyu datang. Ia langsung membuka tangan minta digendong oleh Banyu. Intan dan Haidar saling menatap. Tidak biasanya Salma semudah ini akrab dengan orang baru.

"Daddy, I miss you."

"Miss you too little princess."

Salma langsung bisik-bisik saat berada di dalam gendongan Banyu. Lalu keduanya tertawa kecil. Entah mengapa perasaan Gladys campur aduk. Kesal, cemburu, senang.

"Sama princess yang besar kangen nggak Nyu?" goda Haidar.

"Banget mas."

"Dih lebay," gumam Gladys kesal. Ia beranjak meninggalkan ruang makan namun tangannya ditahan oleh Banyu. "Apaan sih?"

"Kamu hari ini libur kan?"

"Nggak. Aku harus ke kantor. Ada yang harus dikerjakan."

"Ini kan Sabtu Dys. Ngapain elo ke kantor? Palingan disana juga cuma ada security," komentar Intan. "Biasanya juga nggak ke kantor kalau weekend gini."

"Aku ikut," ucap Banyu tanpa melepaskan tangan Gladys.

"Ngapain ikut ke kantor?"

"Jagain kamu."

"Itu kantor aku. Apa kejahatan yang mungkin terjadi disana? Lepasin tanganku!"

"Nggak! Aku nggak akan melepaskan tanganmu sampai kamu bersedia aku temani. Kamu tahu, bahkan seorang polisi saja bisa melakukan kejahatan. Apalagi cuma security kantor."

"Apaan sih?! Mereka itu orang-orang yang aku bayar. Nggak mungkin mereka berani macam-macam sama aku. Nggak usah ngada-ngada deh!"

"Itu menurutmu. Aku nggak akan bisa tenang melihat kamu di kantor hanya berdua security. Aku nggak mau sesuatu terjadi pada calon istriku."

"APA?! CALON ISTRI?!" Gladys terkejut sesaat namun tak lama langsung tergelak saat mendengar ucapan Banyu. Intan dan Haidar juga terkejut mendengar ucapan Banyu. Sementara itu Banyu tetap bersikap tenang dan tetap tidak melepaskan tangan Gladys. Malah kali ini bukan lengan yang ia pegang, tapi ia menggenggam telapak tangan Gladys.

"Sudah ketawanya?" tanya Banyu setelah Gladys berhenti tertawa dengan susah payah.

"Kamu lucu."

"Apanya yang lucu? Kalimat mana yang lucu? Kurasa nggak ada yang lucu dari ucapanku tadi." ucap Banyu kalem.

"Kamu bilang aku calon istrimu. Itu adalah lelucon yang lucu sekaligus paling tidak lucu. Bisa-bisanya kamu ngomong kayak begitu. Absurd banget sih.

"Kenapa nggak? Dimana absurdnya? Jelas kok aku bilang kamu itu calon istriku. Aku bahkan sudah meminta izin pada kedua kakakmu dan om Praditho untuk menjadikanmu istriku. Memang belum lamaran resmi karena aku masih harus berjuang mendapatkan kembali cintamu."

"APA?! KAMU GILA!!" Kali ini Gladys tak lagi tertawa. Matanya membelalak mendengar ucapan Banyu.

"Bahkan minggu depan aku berencana berkunjung ke rumahmu. Dua hari lagi aku akan kembali ke Indonesia. Kamu mau ikut? Papi menyuruhku mengajak kamu pulang."

"Mau ngapain?"

"Jangan khawatir aku belum akan membicarakan tanggal pernikahan sebelum kamu menerima lamaranku," ucap Banyu sambil memamerkan senyum terbaiknya. Senyum yang dulu bisa membuat jantung Gladys seolah ingin melompat dari dada.

"Ih, siapa juga yang mau menerima lamaran kamu?"

"Ya elo lah Dys. Masa gue," celetuk Intan disambut tawa Haidar dan Banyu.

"Maaf ya, gue nggak ada planning untuk menerima lamaran dia," ucap Gladys pedas.

"Tenang saja, aku nggak akan memaksamu menerimaku dalam waktu dekat. Aku akan memberimu waktu untuk menyadari perasaanmu terhadapku." balas Banyu pede. "Kadang kita baru menyadari hal tersebut saat kita kehilangan orang itu. Kamu pernah bilang seperti ini kepadaku princess. Dan aku mengalami hal itu saat aku harus melepasmu menikah dengan Lukas."

"Mustahil kamu merasakan hal itu. Kamu memiliki Senja dan lebih mencintai dia."

"Sayang, kita ke taman belakang yuk. Beri mereka privasi untuk membicarakan perasaan mereka," ajak Haidar pada Intan yang sepertinya asyik memperhatikan sahabatnya berdebat dengan Banyu.

"Sebentar lagi. Aku penasaran mas," jawab Intan tak mau beranjak.

"Saat itu aku memang memilih Senja dan kupikir aku hanya mencintai dia, tapi sejujurnya kamu nggak pernah hilang dari hatiku. Bahkan hatiku sakit saat kamu lebih memilih Lukas sebagai calon suamimu. Kusadari aku sangat egois, masih meyakini diri sendiri bahwa aku tak bisa melupakan cintaku pada Senja namun disaat bersamaan akupun ingin memilikimu. Butuh waktu bagiku dengan bantuan banyak orang untuk meyakini diriku kalau aku mencintaimu."

"Kamu mengatakan hal ini karena kamu nggak bisa memiliki Senja. Sayangnya perasaan cintaku sudah kukubur dalam-dalam sejak aku memutuskan meninggalkanmu."

"Kamu melakukan itu bukan karena tidak mencintaiku. Kamu melakukan itu demi aku dan ayahku. Hatikupun merasa sakit pada saat kamu memutuskan berhenti memperjuangkan diriku. Tapi aku tahu rasa cinta itu masih kamu miliki."

"Hmm.. anda terlalu percaya diri," balas Gladys sinis.

"Aku bukan hanya percaya diri, tapi aku yakin. Aku bisa tahu dari caramu membalas ciumanku saat itu," sahut Banyu kalem. "Walaupun aku harus babak belur, tapi disitu aku merasa bahagia karena tahu rasa itu masih ada."

Intan dan Haidar terkejut saat mendengarnya. Mereka tak menyangka ada kejadian seperti itu di antara Gladys dan Banyu.

"Kamu juga pernah bilang ke ayahku kalau kamu masih mencintaiku. Ayah menyampaikan hal tersebut padaku saat kami dalam perjalanan ke Malaysia. Walau jauh aku selalu mengikuti semua aktivitasmu. Bahkan aku tahu saat kamu batal menikah dengan Lukas. Tapi aku nggak bisa menghubungimu karena disaat bersamaan ayah anfal. Aku sibuk mengurus semuanya. Aku coba menghubungi ponselmu namun tak bisa. Entah karena nomorku kamu blokir atau memang kamu ganti nomor."

"Lalu sekarang apa maumu?" tanya Gladys setelah mendengar penjelasan Banyu.

"Kamu menjadi istriku. Aku akan menunggu sampai kamu siap menerimaku. Untuk hari ini ijinkan aku menemanimu ke kantor."

"Sudahlah biarkan Banyu menemanimu ke kantor. Kecuali kamu mau tangan kamu dipegang terus sama dia," goda Haidar sambil menunjuk tangan Gladys yang digenggam Banyu. "Sepertinya dia nggak akan melepaskan tanganmu sampai kamu mau ditemani oleh dia."

"Tadi Salma bisik-bisik minta diajak ke kebun binatang. Kalau kalian mengijinkan aku ingin mengajak dia setelah Gladys selesai bekerja. Kamu nggak lama kan di kantor?" tanya Banyu pada Gladys.

Gladys memandangi tangannya yang masih terus digenggam oleh Banyu. Ia menghela nafas kasar. Ada berbagai rasa berkecamuk di dadanya. Kesal, marah.... bahagia? No, ini bukan bahagia. Ini hanya perasaan aneh karena terlalu kesal. Gladys masih saja mengingkari perasaan aneh yang muncul di dadanya.

"Ada beberapa surat yang harus aku periksa dan tanda tangani. Kalau selesai tidak terlalu siang kita bisa kesana. Kalian ikut kan?" tanya Gladys pada Intan dan Haidar.

"Nggak bisa. Aku harus menemani Intan periksa kandungan. Bagus juga kalau Salma ada yang jaga, jadi kami bisa kencan. Gimana ummu Salma?" Haidar melirik sang istri sambil menaikturunkan alisnya.

"Wah, kebetulan banget kalau kalian mau menjaga Salma. Sudah lama kami berdua tidak kencan. Makasih ya mas Banyu. Makasih ya Dys." Gladys hanya melotot kesal pada pasangan di depannya. "Hitung-hitung kalian latihan urus anak sebelum nanti kalian punya anak sendiri."

"Gue sudah biasa urus anak lo. Gue sudah terlatih." sahut Gladys ketus.

"Hmm.. sudah pintar urus anak, pintar masak, sepertinya juga pintar urus rumah. Sepertinya sudah cocok. Iya kan Ntan?" tanya Banyu pada Intan. Yang ditanya hanya nyengir sambil mengangkat jempol. Dasar sahabat laknat! maki Gladys dalam hati.

⭐⭐⭐⭐

"Nyu, kamu jadi pulang ke Indonesia? Lalu bagaimana dengan nak Adis? Kamu menyerah?" tanya Aminah saat mereka berkumpul di depan TV.

"Banyu pulang ke Indonesia bukan karena menyerah bu. Justru ini bagian dari perjuangan untuk mendapatkan dia."

"Maksud kamu apa? Kok ibu bingung ya."

"Banyu pulang ke Indonesia karena mau bertemu keluarganya Gladys, bu."

"Yang benar Nyu?" Wajah Aminah langsung sumringah mendengarnya. Banyu mengangguk mantap. "Alhamdulillah akhirnya doa ibu dijawab oleh Allah. Berarti nggak lama lagi kamu akan menikah dengan nak Adis?"

"Tenang dulu bu. Nggak secepat itu mengenai masalah pernikahan." Wajah Aminah langsung meredup mendengarnya. "Banyu perlu ijin dari keluarganya untuk bisa mendekati dan memperjuangkan Gladys. Ibu tahu kan kedua kakaknya kesal sama Banyu. Kalau mereka nggak mengijinkan ya terpaksa Banyu harus lebih bersabar lagi."

"Kamu benar-benar nggak akan menyerah kan?" Aminah memastikan. "Ibu khawatir kamu akan mundur kalau keluarganya menolak."

"Bukan keluarganya yang Banyu khawatirkan, tapi Gladysnya."

"Lho kenapa begitu? Memangnya nak Adis belum menerima kembali cintamu?"

"Nggak gampanglah bu untuk kak Adis menerima kembali pria yang sudah pernah menolaknya. Sakit hati karena diselingkuhi nggak seberapa dibandingkan sebuah penolakan dari orang yang dicintai," sindir Aidan yang sampai sekarang masih kesal pada Banyu.

"Memangnya kak Adis dulu cinta pake banget ya sama mas Banyu?" tanya Sita sambil menyuguhkan apple tart buatannya. "Dulu Sita belum sempat mengenal kak Adis lebih jauh. Hanya beberapa kali bertemu tapi belum pernah ngobrol. Sita tahu kak Adis dari Aidan dan dek Bila."

"Kak Adis itu seorang wanita muda yang mengagumkan. Dia dulunya hanya gadis manja yang nggak bisa apa-apa. Yang kemana-mana selalu diantar supir dan ditemani pelayan pribadi."

"Pelayan pribadi? Wah, anak orang kaya dong?"

"Iya. Putri satu-satunya pasangan pengusaha batik terkenal di negeri ini. Gadis manja seperti dia mau mengejar cinta seorang tukang sayur. Dia rela belajar masak sampai tangannya luka, rela diajak makan di pinggir jalan, rela bergaul dengan keluarganya. Kalau gadis lain belum tentu mau. Dia nggak peduli walau mas Banyu hanya tukang sayur dan kerjanya serabutan."

"Nak Adis nggak malu mengakui kalau dia mencintai Banyu. Dia nggak pernah mau menyerah walau secara strata sosial kami jauh di bawah keluarga mereka. Awal mulanya memang karena dia harus secepatnya menemukan calon suami, tapi lama kelamaan dia benar-benar jatuh cinta dan sayang pada mas kalian ini. Bukan hanya pada Banyu, tapi juga pada kami. Bahkan almarhum mas Pram sangat sayang sama dia."

"Lalu kenapa mas Banyu tolak?" tanya Sita bingung.

"Karena mas Banyu bodoh. Gadis sebaik itu disia-sia demi mantan yang pernah menyakitinya. Bahkan mas Banyu memintanya berhenti memperjuangkan cintanya. Pada akhirnya kak Adis bersedia mundur karena dia ingin mas Banyu dan ayah berbaikan kembali."

"Ya ampun kasihan banget kak Adis. Gadis sebaik dia mas Banyu tolak."

"Dia kan memilih Lukas."

"Itu gara-gara mas Banyu menyuruh dia mundur," balas Aidan ketus. "Kalau saja mas Banyu lihat wajah kak Adis saat mengantar kami fitting baju. Sedih banget. Seperti ada beban berat di pundaknya. Itu semua karena dia tidak mencintai calon suaminya."

"Untung Allah membuka aib Lukas sebelum mereka menikah. Ibu masih ingat betapa tegarnya wajah nak Adis saatm menyerahkan calon suaminya kepada sepupunya. Ingin rasanya saat itu juga ibu memeluk dan menenangkan dia."

Semua terdiam mendengar cerita itu. Aidan dan Aminah masih mengingat jelas kejadian itu, karena mereka ada disana. Banyu hanya bisa menyesali semua yang menimpa Gladys terjadi karena dirinya.

"Kak Adis hebat. Kalau Sita yang jadi kak Adis, hal pertama yang akan Sita lakukan adalah menonjok wajah mas Banyu."

"Wah, istriku kok galak banget sih?" goda Aidan. "Kenapa begitu?"

"Karena mas Banyu jahat banget. Tega banget menolak orang seperti kak Adis. Sita baru sebentar mengenal dia, tapi bisa merasakan betapa tulusnya kak Adis. Lihat saja, dia mengajak temannya tinggal bersama lalu mau ikut mengurus Salma. Menurut Sita, kak Adis sebenarnya menginginkan sebuah keluarga, family oriented kalau kata orang-orang. Tapi karena dia belum memiliki pasangan, makanya ia membantu sahabatnya."

"Menurut Aidan, walau kak Adis terlihat ketus dan galak di depan mas Banyu, dia masih memiliki rasa untuk mas Banyu. Kamu ingat nggak sayang, cerita kak Intan tentang bule mualaf yang mendekati kak Adis?" tanya Aidan pada Sita.

"Oh si Brian itu ya? Kayaknya dulu kita pernah ketemu deh sama dia pas pengajian di KBRI. Itu lho sayang, waktu dia mengucap dua kalimat syahadat. Kamu ingat nggak?"

"Hmm... ooh yang itu. Yang punya perusahaan travel itu ya? Wah kalau dia saingannya, mas Banyu harus hati-hati dan gercep. Menurut kak Intan dia sudah lama menyukai kak Adis. Beberapa kali mereka makan malam bareng. Kalau mas Banyu nggak serius, jangan heran kalau nanti kak Adis dicuri oleh Brian."

"Tenang saja. Siapapun saingannya, mas Banyu kali ini nggak akan menyerah. Ibu dan kalian bantu doa ya."

"Aidan nggak mau bantu doa kalau mas Banyu hanya akan menyakiti kak Adis," sungut Aidan. "Gara-gara mas Banyu, Aidan dan Nabila kehilangan seorang kakak yang sangat kami sayangi."

"Mas janji kali ini mas nggak akan menyakiti dia. Mas sangat mencintai dia dan niat mas tulus ingin menikahi Gladys. Cukup sekali mas kehilangan dia. Mas nggak mau hal itu terjadi lagi."

⭐⭐⭐⭐

avataravatar
Next chapter