webnovel

Returns

Kini gudang bekas pabrik roti dipenuhi oleh suara desingan peluru. Angin malam berhembus membuat aroma darah korban tercium. Ardi membidik pelurunya, mengarahkannya tepat ke kepala Dani. Pemimpin mafia. Targetnya sudah terkunci.

Dor! Dor! Dani berlindung saat Ardi melepaskan tembakkan. Berdecak kesal melihat Ardi yang mulai mendekatinya.

Segera ia menjauh saat merasa ada ancaman dari Ardi. Mundur kebelakang sambil melepaskan peluru kearah Ardi yang tengah berlindung.

Fadhli segera berlari membawa shotgun, mendekati Ardi yang tengah kesulitan melawan Dani.

" Sial, dimana Tanya? Aku harus pergi dari sini! " tanya Dani melalui alat komunikasinya.

' Sebentar lagi mobil jeep segera datang menyelamatkan anda, boss!! '

Dani sekali lagi berdecak kesal mendengar perkataan dari bawahannya barusan. Ia akan segera menghabisi anak buahnya yang tak becus menangani masalah ini. keningnya berkerut, bertanya-tanya dalam pikiran yang tengah kacau. Siapa sebenarnya orang yang berani memberitahu markas mereka kepada polisi?.

Dua peluru meluncur kearahnya, meleset dan hanya mengenai tembok disampingnya. Segera Dani bangkit merasa jika tempat persembunyian nya kini tidak aman lagi.

" Kau tidak bisa lari dari ku..."

Sim segera melepas tembakannya.

Srettt!

Peluru bersarang di bahu Dani saat berusaha menjauh. Senyuman puas terukir di wajah Sim saat ini.

"...Resga, dibelakang mu!! " teriak Sim saat melihat seorang wanita keluar dari tempat persembunyian nya dan menusuk pisau lipat kearah lengan Resga.

Resga merintih kesakitan. Tak dapat menghindari serangan dadakkan tersebut. Wanita itu segera mengarahkan Revolver.

Tak!

Rika menghentikan wanita itu dengan cepat. Menendang perut nya dengan cepat sehingga wanita itu terpelanting kebelakang.

" Bawa Resga ketempat aman."

Sim segera membawa Resga. Membiarkan Rika yang kini berhadapan dengan wanita yang menyerang Resga.

" Baru pertama kali aku berhadapan dengan seorang wanita ..." katanya, "...Kau tahu, aku selalu berurusan dengan para pria yang selalu menganggap jika diriku ini lemah." tambahnya.

Rika merotasikan matanya bosan. " Kau ingin mengulur waktu agar boss kalian bisa melarikan diri?."

Senyuman penuh misteri begitu jelas terlihat. " Kau ternyata tahu juga tujuan ku."

Melipat jari-jari dan melayangkan pukulan kearah ke telinga Rika . Rika segera menghindar saat tahu jika wanita itu ingun memukul ke arah telinga. Menghela napas lega saat dapat menghindari serangan tersebut. Mungkin, jika ia tak bisa menghindar maka gendang telinga nya bisa saja pecah, syok saraf atau paling parah pendarahan internal yang mungkin akan terjadi.

" Bukankah itu curang?. "

" Tidak ada kata curang dalam perkelahian ini. Kalian lah yang menyerang kami, wajar buka jika kami menyerang balik?."

Rika menggeram. Segera ia mengeluarkan teknik bela dirinya untuk menyerang wanita itu. Tendangan, pukulan dan bertahan. Tiga hal yang dilakukan oleh mereka berdua saat ini.

Sementara itu, Dani bersandar ketembok saat merasakan peluru bersarang di bahunya. Matanya yang agak sedikit buram melihat sosok Ardi yang mengarahkan Revolver tepat dihadapan nya.

" Menyerahlah! Angkat tangan mu dan ikut kami." perintah Ardi tegas.

Dani tersenyum meremehkan saat alat komunikasi nya berbunyi, memberitahukan sesuatu yang membuatnya sedikit merasa tenang.

Ardi mengernyit melihat ekpresi Dani saat ini. Begitu juga dengan Fadhli yang berdiri tepat dibelakang Ardi.

Duagh!

Sebuah pukulan keras tepat mengenai kepala. Pukulan yang dilakukan oleh ujung telapak tangan atau bantal tinju terhadap kepala yang dapat menyebabkan gegar otak segera.

Semua mata tertuju kearah sipelaku yang berhasil menumbangkan salah satu polisi. Menyeretnya saat polisi itu meringis kesakitan.

" Apa yang tengah kalian lakukan di sini?" suara nya bahkan begitu menyeramkan saat di dengar.

Semuanya menghentikan perkelahian mereka. Terlalu fokus akan sosok pria yang mengenakan hoddie hitam itu.

Melepaskan polisi yang ada dicengkramannya. Menyingkirkan tudung hoddie nya hingga memperlihatkan wajah yang tak asing lagi bagi mereka semua.

Mengarahkan senjata mereka masing-masing pada pria itu. Sedangkan para mafia mengarahkan senjata mereka kearah para polisi. Pria itu bersiul saat melihat beberapa polisi ada yang terlihat kelelahan, biasa saja, dan ada juga yang mengeluarkan aura intimidasi.

" Apa aku tidak boleh ikut campur? Aku hanya ingin melindungi anak-anak ku yang kalian bunuh." kata Pria itu yang tidak lain adalah Ardian Saputra. Anak pertama Ardiaz Saputra. "...sekaligus menyelamatkan adik ku" lanjutnya saat mata tertuju kearah Dani yang mulai kehilangan kesadaran.

Mereka semua menjadi waspada.

Mobil jeep terparkir di samping Ardian. Tanya dan Daniel keluar dari mobil jeep, membawa Dani masuk ke dalam mobil. Ardi membiarkan mereka membawa Dani.

Ardian menarik Tanya dan Daniel, menghempaskan mereka berdua ketanah. Pukulan mengenai bagian kepala, ketika pukulan terasa hingga ke tulang tengkorak tipis maka yang akan dirasakan hanyalah rasa sakit. Selain pukulan, Ardian juga menendang mereka berdua di pelipis dengan ujung sepatu botnya.

" Dari mana saja kalian berdua? lambat! " kata Ardian setelah merasa puas menyiksa Tanya dan Daniel.

Ardi menyipit. " Tak bisa mengkontrol emosi."

Ardian segera membersihkan darah yang ada ditangannya menggunakan kain bersih yang ada di saku celana nya. " Maaf, aku tengah emosi." jawab Ardian dengan senyuman menawan nya itu.

Jika wanita tidak mengetahui sosok Ardian yang sebenarnya, mungkin mereka akan langsung jatuh cinta pada Ardian. Namun, bagi mereka, khususnya para wanita yang mengenal Ardian justru akan merasa takut.

Senyuman itu, tanda jika nyawa mu akan melayang.

Mobil jeep mengelilingi mereka, membuat para anggota polisi terdesak. Bantuan kelompok mafia datang. Mereka tidak membiarkan anggota polisi melarikan diri.

" Bagaimana cara agar kita bisa membebaskan, setidaknya satu anggota kita untuk melaporkan hal ini." bisik Dyson kepada Ardi.

Benar kata Dyson, strategi mereka ialah membiarkan salah satu anggota nya untuk pergi. Melaporkan dan mencari bala bantuan secepatnya, tapi hal itu tidak akan berjalan dengan mudah. Apalagi yang mereka hadapi saat ini adalah Ardian bersama dengan pengikutnya.

Beberapa pasukkan King Cobra yang masih selamat dalam kejadian 3 tahun yang lalu kini mengepung target.

Peluru mulai dilepaskan, suara tembakkan kembali menggema. Kembali memecahkan kesunyian malam. Anggota kepolisian bergerak gesit, menghindari tembakkan dengan cara bersembunyi. Beberapa anggota kepolisian terkena tembakkan.

Adu tembakkan berlangsung sengit, momen itu dimanfaatkan oleh beberapa polisi mengevakuasi rekan-rekan nya yang terkena tembakkan menuju tempat yang lebih aman.

Ardi menyipit tajam. Kali ini targetnya adalah sebuah tong minyak dekat musuh. "Fadhli, kacaukan fokus mereka! " kata Ardi, segera ia melangkah kedepan agar mendapatkan penglihatan yang pas.

Fadhli menganggukan kepalanya, segera ia melepaskan peluru kearah musuh yang mengincar Ardi. Fadhli berhasil membuyarkan fokus musuh yang tengah mengincar Ardi. Kini mereka tengah memberi hujan tembakkan kearah Fadhli yang tengah berlindung.

Boom! Suara ledakkan begitu nyaring terdengar. Di tambah suara baling-baling helikopter terdengar. Polisi yang berada di helikopter segera membantu tim Ardi untuk melumpuhkan musuh. Meluncurkan hujan peluru kearah musuh. Memaksa musuh yang tersisa untuk mundur.

Ardian segera masuk kedalam mobil jeep, mengemudi menjauh dari lokasi tanpa sepengetahuan para anggota polisi. Memanfaatkan kekacauan tersebut untuk melarikan diri.

Rendy terbatuk saat tak sengaja menghirup asap hitam. Segera ia menutup indra penciuman nya dan menjauh dari lokasi.

Sim menghampiri Rendy, memberikannya sebotol air minum. Segera diteguk habis oleh Rendy yang sedari tadi menahan rasa haus di tenggorokan.

" Bagaimana dengan Resga? " tanya Rendy saat ingat jika Resga terkena serangan dari musuh.

" Dia sudah ditangani oleh tim medis." jawab Sim.

Ardi mengawasi anak buahnya yang tengah mengamankan sabu dan senjata, memasukkan nya kedalam truk barang. Membawa truk itu untuk pergi dari lokasi kejadian dengan mobil patroli yang mengelilingi truk tersebut.

Beberapa yang masih hidup berhasil diringkus. Sementara sisanya yang sudah tak bernyawa di masukkan kedalam kantong jenazah.

Mereka digiring dengan tangan diborgol. Berbaris rapi, masuk kedalam truk yang sudah ada beberapa anggota pasukkan khusus kepolisian didalam truk untuk mengawasi mereka sampai kepenjara. Sedangkan kantong jenazah kini dimasukkan kedalam mobil ambulans.

" Sim, kau temani Resga yang akan dibawa ke UGD. " perintah Ardi yang selesai mengawasi.

" Baiklah! " jawab Sim tegas.

Segera ia masuk kedalam salah satu mobil ambulans yang akan membawa Resga menuju UGD.

Garis polisi dipasang, para wartawan sudah berkerumun dilokasi kejadian. Berteriak meminta keterangan dari pihak kepolisian, tapi Ardi menyuruh mereka untuk tidak menceritakan kejadian barusan kepada para wartawan.

Ardi mengeluh. " Siapa yang memberi tahu mereka? " Ardi menunjuk kearah Fadhli, Dyson dan Rika. " Bantu mereka untuk mengusir wartawan dari sini! " perintahnya dengan nada tegas.

Fadhli, Dyson dan Rika seketika memasang wajah masam. Mereka masih kelelahan akibat keributan yang terjadi barusan.

" Cepat! "

Ah! Mereka tidak dapat membantah perintah Ardi jika sudah dalam mood seperti sekarang ini.

***

Zea sedikit menaikan volume radio. Mendengar berita yang terjadi hari ini. Ghibran melirik sekilas kearah Zea yang nampak tertarik dengan berita yang siarkan melalui radio.

" Sepertinya Ardi dan juga rekan-rekan nya berhasil mengamankan beberapa anggota mafia. " kata Anang, pandangannya lurus kedepan memperhatikan jalan yang ramai.

Ghibran mengangguk setuju. " Mereka harus menangkap ketua mafia itu secepatnya sebelum ketua mafia menambah anggotanya." kata Ghibran.

" Akan semakin buruk jika mereka menambah anggota lagi. " menghela napas berat. " Kapan aku bisa hidup dengan damai? " keluh Anang.

" Setiap hari selalu ada kejahatan yang harus kita tangani. " tambahnya lagi.

" Bukankah sudah tugas Kakak menangkap para penjahat yang berkeliaran di luar sana? " kata Zea menanggapi perkataan Anang barusan.

Anang mendengus. " Ya...ya..." membalasnya dengan nada malas.

***

Elina melepaskan kacamata hitam miliknya. Menatap lurus kedepan sebuah bangunan yang dijaga ketat oleh beberapa anggota tentara.

Tempat dimana Hafi menimba ilmu.

" Sepertinya tidak akan mudah untuk menemui, hafi " gumam Elina lirih.

Next chapter