webnovel

Menara Dewa: Keinginan dan Kejayaan

10 tahun yang lalu, 12 Utusan Sang Pencipta turun ke bumi dan membawakan sebuah pesan untuk umat manusia di mana mereka akan menerima hukuman dari Sang Pencipta. Hukuman itu berupa penyatuan daratan menjadi satu benua dan munculnya menara raksasa. Untuk bisa membebaskan mereka dari hukuman itu, mereka harus bisa mencapai puncak dan menyatakan keinginan mereka kepada Sang Pencipta. Namun, sebagai bentuk kemurahan hati dari-Nya, manusia diberikan berbagai macam kemampuan yang bisa mereka gunakan untuk membantu mereka mencapai puncak. Mereka disebut sebagai Bellator. Namun, tidak semua Bellator di benua baru ini mampu memiliki kemampuan yang kuat untuk melakukan penaklukan menara. Dia adalah Galam Isiros. Dia seorang Bellator dengan peringkat rendah karena kemampuan yang dia miliki bukanlah kemampuan yang berguna dalam pertarungan yaitu Space Bag. Sebelum ia berakhir menjadi seorang Bellator, Galam menjadi seorang Profesional Gamer. Namun pencapaiannya itu seketika sirna setelah 12 Utusan Sang Pencipta turun ke bumi. Saat ini, ia bekerja sebagai Porter yang bertugas untuk membawa barang-barang hasil jarahan dalam penaklukan. Walaupun ia sudah memasuki banyak lantai penaklukan yang bahkan memiliki tingkat kesulitan semakin tinggi, uang yang ia dapatkan tetap tidak mencukupi untuk hidup. Hingga suatu hari, sebuah kejadian aneh dalam penaklukkan membuat semua anggota party terbunuh kecuali dirinya. Ketika ia diambang kematian, kekuatannya berkembang dan membuatnya berhasil bertahan hingga akhir. Hal itu membuat ia mencapai suatu pencapaian dan membuka sebuah kemampuan baru yang membawanya ke puncak menara!

setiawangalih_ · Fantasy
Not enough ratings
13 Chs

Kondisi Kritis

Pria itu tampak terpojok dan pasrah jika harus mati saat itu juga. Namun dengan heroik, temannya datang untuk menyeret tubuh pria itu dan melemparkannya ke salah satu patung yang ada di dekatnya. "Sudah kubilang untuk memperhatikan sekelilingmu, bodoh!"

Orang itu menyelamatkan rekannya dan mencoba menahan serangan dari iblis yang menerjang mereka berdua. "Apa yang kau lakukan?! Apa kau bodoh?! Cepatlah lari dan menghindar dari para iblis itu! Tunggu apa lagi?!" kata orang yang telah diselamatkan.

Pria itu hanya tersenyum mendengar bagaimana temannya mengkhawatirkannya. Tapi sayangnya, saat ini dia hanya berpikir untuk mengorbankan dirinya sendiri dan membiarkan sahabatnya kembali dengan keadaan selamat. "Diam! Kembalilah ke keluargamu dengan selamat dan tolong jaga putriku."

"Bajingan, apa yang kamu katakan?! Cepat pergi—"

"Kamu berjanji bukan?" Pria itu tersenyum pada rekannya yang telah berhasil diselamatkan.

Melihat rekannya yang mulai merasa kewalahan, pria itu hanya menunduk dan menangis, tidak bisa melihat apa yang akan terjadi pada temannya. Pria yang melawan iblis itu mengucapkan terima kasih sebelum akhirnya tebasan pedang berhasil memisahkan kepalanya dari tubuhnya.

Pria yang selamat menangis tersedu-sedu saat melihat rekannya mati di depan matanya. "Uuk... Uuk... Euuk..."

Pria itu kemudian menatap makhluk yang saat ini sedang tersenyum seolah mengejek dirinya dan teman-temannya yang lain, mempermainkan nyawa mereka seperti serangga. "Kamu, kamu bajingan kotor. Dasar iblis bajingan."

Di sisi lain, Galam masih berlari sambil menggendong Sana di punggungnya. Dia akhirnya berhasil mencapai salah satu patung yang memiliki alat musik. Namun ketika mereka tiba, patung itu tidak memainkan alat musiknya. Hal ini membuat Galam terkejut dan panik. Para iblis pun mulai berlari ke arah Galam dan Sana yang masih bingung dengan apa yang mereka alami saat ini.

"Kenapa? Kenapa kamu tidak memainkannya, brengsek?! Cepat dan mulai mainkan instrumenmu! Bukankah ini yang kalian mau?! Kenapa masih diam saja!"

Dilihat dari kejauhan, makhluk besar itu memperhatikan keberadaan Galam dan Sana. Dia kemudian mulai berjalan menuju mereka berdua dan diikuti oleh beberapa setan kecil yang mengikutinya. Galam sepertinya bertanya-tanya mengapa patung di tempatnya tidak memainkan alat musiknya.

"Kenapa?! Apakah patung ini rusak?!" Galam terlihat panik. Kemudian dia melihat lagi kondisi di ruangan itu sampai akhirnya dia menyadari apa yang telah dia lakukan salah.

"Sial! Jangan bilang satu patung tidak bisa ditempati oleh dua orang?!" Tanpa pikir panjang, Galam kemudian menurunkan Sana dan hendak meninggalkannya di sana. Setidaknya, Sana akan aman jika dia berada di dekat patung itu.

Namun, saat Galam hendak pergi, Sana terbangun dari pingsannya. Dia kemudian menatap Galam sembari menahan lengannya dan bertanya, "Apa yang terjadi?"

Bahkan Galam yang sudah siap harus merelakan niatnya dan memberi pengertian pada Sana. "Sana, dengarkan aku. Situasi saat ini sedang sangat kacau, banyak orang telah mati di tempat ini. Bisa saja tempat ini akan menjadi kuburan kita semua yang ada di sini. Dan patung ini adalah kunci yang paling aman supaya tetap selamat, tetapi hanya bisa ditempati oleh satu orang. Jadi, tetaplah di sini dan jangan kemana-mana sebelum seluruh." Galam memberikan peringatan kepada Sana.

Sana, yang telah sepenuhnya sadar kembali, terkejut melihat pemandangan di depannya saat ini. Mayat rekan-rekannya yang tak terhitung jumlahnya tersebar di semua tempat. Sana yang tidak bisa melihatnya hanya bisa menutup mulutnya dan menangis.

Tidak ingin dia membuang waktu lagi, Galam segera berlari menuju patung-patung lainnya. Namun, tangannya diblokir oleh Sana yang membuatnya tidak bisa pergi. "Mau kemana kamu?! Jangan tinggalkan aku! Aku terlalu takut sendirian."

"Maaf, aku sudah bilang bahwa tempat ini hanya bisa ditempati oleh satu orang. Jadi kamu harus tetap di sini dan aku akan mencari patung lain." Galam kemudian melepaskan cengkeraman Sana dan berlari menuju patung lain.

Saat dia berlari, makhluk itu berhasil memblokir Galam dan bersiap untuk menebas pedang besarnya. Tanpa rasa takut, Galam berlari ke arah makhluk itu. Beruntung Galam bisa menghindari tebasan makhluk itu. Tapi segerombolan setan kecil sedang menunggunya.

Galam kembali mampu menghindari serangan itu, namun kali ini tidak begitu sempurna, beberapa luka tercetak di tubuhnya akibat terjangan beberapa iblis kecil. Sana yang melihatnya kemudian berteriak histeris, "Galam!"

Sana yang tak kuasa melihat kondisi Galam saat itu hanya bisa menangis tanpa mampu melakukan apa-apa. Bahkan, sebagai seorang Bellator berperingkat paling tinggi sekalipun, ia semudah itu takluk terhadap rasa takutnya sendiri, hingga pada akhirnya ia merasa bahwa dirinya juga tak lebih dari seonggok sampah yang menjadi beban dalam tim.

Galam terus berlari sambil menghindari berbagai serangan yang ditujukan padanya. Luka yang dia terima semakin banyak sehingga dia bahkan tidak bisa mempertahankan posisinya. Saat pandangan Galam mulai meredup, dia tersandung mayat rekannya dan membuatnya jatuh tepat di depan patung.

"Galam! Bangun!" Andras mencoba membantunya walau hanya dengan teriakannya tanpa bisa meninggalkan posisinya sekarang, tetapi jika dia putus asa untuk sampai ke sana, yang terjadi adalah mereka berdua akan ditebas sampai mati, bukan sebuah akhir yang bagus untuk mereka berdua.

Galam terus berusaha merangkak menuju patung di depannya. "Jika Dewa ataupun Tuhan itu memang benar-benar nyata, tolong harusnya kalian biarkan aku mencapai patung itu."

Selama ini, Galam selalu menempatkan dirinya dalam keadaan hidup dan mati, mempertahankan tali kehidupannya untuk menopang segala beban hidupnya. Ia berhasil mempertahankan benang tersebut hingga ia berhasil lolos dari berbagai kematian.

Namun, lama kelamaan tali tersebut akan menjadi semakin tipis dan lemah. Dan pada saat ini, dia merasakan tali yang telah menopang hidupnya, terasa seperti akan putus kapan saja.

Ajaibnya, dengan usaha Galam, dia berhasil mencapai tempat patung itu dan berhasil membuat patung itu memainkan alat musiknya. Ifrit, yang telah bersiap untuk membunuh Galam, menurunkan pedangnya lagi dan berjalan menjauh darinya. Kali ini, lagi-lagi tali kehidupan Galam mampu membelanya dan menyelamatkannya dari kematian.

"Gal!" Sana kemudian berlari menuju Galam yang terbaring tak berdaya.

"Haha..."

"Galam, apa kamu baik-baik saja?!"

"Begitulah."

"Gal!" Wajah Sana terlihat sangat terkejut melihat kondisi Galam saat ini.

"Hah? Kenapa?" Galam tercengang melihat tingkah Sana.

Tapi Sana tidak menjawab dan hanya duduk di sana sambil meneteskan air mata. Tatapannya jatuh pada tubuh Galam. Galam kemudian mengikuti pandangan Sana dan memperhatikan kondisi tubuhnya.

"Ah, sepertinya, aku punya banyak lubang di tubuhku."

Meskipun dia terbiasa dengan cedera, cedera tubuhnya kali ini berbeda. Kali ini, dia benar-benar tidak yakin apakah nyawanya akan tetap melekat pada tubuhnya atau tidak.