webnovel

Menantu Pungut

Aaron Liu harus menerima kenyataan pahit saat keluarganya tiba-tiba bangkrut. Ditambah tunangannya dengan tega mencampakkannya begitu dia jatuh miskin. Begitu juga sahabatnya yang ikut menghilang tanpa kabar! Untung saja, Aaron Liu bertemu dengan seorang wanita tua baik hati yang mengijinkannya untuk tinggal dan juga bekerja di rumahnya. Namun, siapa yang menyangka, takdir hidup Aaron Liu kian berubah drastis. Sebuah perjodohan yang tak terduga, membuatnya mendapatkan predikat sebagai 'Menantu Pungut'. Di balik pahitnya kisah hidup Aaron Liu, ada sebuah rencana besar yang sama sekali tak pernah disadarinya.

Lenna_Cristy · Urban
Not enough ratings
488 Chs

Bab 8 Lebih Baik Aku Mati

Dalam kondisi yang sangat menegangkan, Nenek Jiang tak mungkin mengorbankan Aaron begitu saja. Dia pun bermaksud untuk menyerahkan diri pada orang-orang itu.

"Lebih baik bawa saja aku! Bukankah kalian semua hanya menginginkan aku?" Nenek Jiang benar-benar merelakan dirinya pada orang bayaran itu. Wanita tua itu tak ingin jika Aaron Liu sampai kembali terluka.

"Kenapa tak sejak tadi Anda melakukannya, Nyonya? Kami tak perlu capek-capek mengurus pria lemah itu," sindir seorang pria dengan nada sinis.

Pria itu pun memberikan isyarat agar mereka membiarkan wanita tua itu masuk ke dalam mobil. Hal itu membuat Aaron Liu merasa tak berguna berada di sisi Nenek Jiang.

"Kembali, Nek. Lebih baik aku mati saja, jangan masuk ke dalam mobil!" teriak Aaron Liu dengan usahanya untuk bangkit dan menyusul wanita tua itu.

Belum juga Nenek Jiang masuk ke dalam mobil, terdengar sirine mobil polisi. Orang-orang itu langsung panik dan bergegas masuk ke dalam mobil. Mereka langsung melarikan diri tanpa membawa wanita tua yang seharusnya dibawanya.

Sepertinya ... perasaan panik membuat mereka berubah menjadi sangat bodoh dan tak berakal. Nenek Jiang tertawa kecil menyaksikan mereka semua melarikan diri dari sana.

"Masuklah ke dalam mobil! Kita akan ke rumah sakit sebelum ke kantor," bujuk Nenek Jiang sembari berusaha membantu Aaron berjalan masuk ke dalam mobil.

"Biar aku saja yang membawa mobilnya, Nek." Meskipun kondisinya tak terlalu baik, Aaron Liu tak ingin membuat wanita itu menjadi supirnya. Rasanya tak nyaman dan sangat memalukan baginya.

"Tetaplah duduk di sana!" tegas Nenek Jiang dengan beberapa penekanan dalam setiap ucapannya.

Seperti dugaan Aaron Liu, wanita tua di sebelahnya itu masih begitu hebat dalam mengendalikan laju mobilnya. Usia sama sekali tak menghilang segala kepiawaiannya dalam menyetir mobil.

Aaron Liu merasa kalah telak atas seorang wanita yang sudah begitu baik padanya. Tak ada lagi yang bisa dibanggakan di hadapan Nenek Jiang. Melindunginya saja, pria itu tak mampu.

Beberapa menit saja perjalanan, mereka sudah sampai di sebuah rumah sakit swasta terbaik di kota itu. Nenek Jiang menginginkan perawatan terbaik untuk Aaron Liu.

"Siapa mereka sebenarnya, Nek?" tanya Aaron Liu saat mereka berdua berjalan menuju ke IGD.

"Kita obati dulu luka-luka itu. Nanti aku akan memberitahukan sesuatu padamu." Nenek Jiang menarik tangan Aaron Liu. Dia ingin agar pria itu bisa berjalan jauh lebih cepat lagi. Ada beberapa hal yang harus mereka lakukan nanti.

Melakukan pemeriksaan sebentar lalu mendapatkan penanganan terbaik dari dokter yang berjaga di IGD. Luka-luka di wajah dan juga beberapa memar itu sama sekali tak parah. Hanya butuh beberapa hari untuk kembali seperti semula.

Aaron Liu sangat beruntung karena tak ada luka dalam yang dialaminya. Dia benar-benar sangat bersyukur akan hal itu.

Setelah selesai mengobati beberapa luka itu, Nenek Jiang membayar administrasi dan langsung mengajak pria itu untuk segera ke kantor.

"Kita ke kantor dulu saja. Meeting telah dimulai lima menit yang lalu. Apakah tak masalah jika kita menunda sarapan kita, Aaron?" tanya Nenek Jiang dengan sedikit cemas. Ada beberapa hal yang harus diurus di perusahaan.

"Tak masalah, Nek. Aku juga sudah sangat siap untuk menyetir sekarang. Nenek bisa di duduk di kursi belakang saja." Aaron Liu masuk ke dalam mobil di susul oleh Nenek Jiang yang sejak tadi begitu cemas.

Mobil melaju cepat meninggalkan rumah sakit. Dalam beberapa menit saja, mereka telah sampai di gedung beberapa lantai yang begitu megah.

Aaron Liu membuka pintu mobilnya lalu menemani wanita itu masuk menuju ke sebuah ruangan di mana meeting telah dimulai. Tak butuh waktu lama, Nenek Jiang sudah berada di depan pintu dan bersiap untuk masuk ke dalam.

"Selamat siang. Maaf ada sedikit masalah yang membuat saya menjadi sangat terlambat." Wanita tua itu mengatakan hal itu dengan wajah datar. Dia duduk di sebuah kursi yang memang menjadi posisinya.

"Apa yang sebenarnya terjadi dengan Anda Nyonya Jiang?" tanya salah satu orang yang kebetulan juga akan meeting bersamanya.

Nenek Jiang melirik seorang wanita yang kebetulan duduk di sebelahnya. Dia adalah adik iparnya sendiri, Wen Ziyi. Kebetulan sekali yang biasa mengurus pekerjaan jika dirinya tak hadir. Ada sesuatu yang terasa sangat mencurigakan menyangkut beberapa orang yang menghalangi perjalanannya itu.

Meeting kali ini adalah membahas proyek kerjasama antara perusahaan dan juga sebuah fashion store yang kebetulan sedang populer. Adik iparnya itu yang mengajukan kerjasama itu atas nama Nenek Jiang.

"Ada seseorang yang menginginkan aku untuk tak hadir dalam meeting ini. Untung saja, aku bisa datang meskipun sedikit terlambat. Sampai mana meeting kali ini?" tanya Nenek Jiang pada mereka semua.

"Apa maksudmu, Kak? Siapa yang ingin mencelakai kamu?" tanya Wen Ziyi pada Nenek Jiang.

Wen Ziyi menunjukkan wajah cemas dan juga takut jika kakaknya terluka. Dia berusaha menunjukkan segala kepedulian pada kakak perempuannya.

Nenek Jiang tersenyum kecut lalu memandangnya penuh arti. Rasanya terlalu memuakkan berhadapan dengan wanita bermuka dua itu.

"Kita lanjutkan saja meeting pagi ini. Tetap awasi toko itu selama beberapa hari. Pastikan jika toko itu pantas menjual produk kita," ujar wanita tua yang menjadi pemilik tunggal atau perusahaan itu.

"Bukankah aku sudah melakukan survei ke toko itu? Mengapa kita harus melakukan observasi lagi?" sahut Wen Ziyi dengan sedikit panik. Seolah ada sesuatu yang sedang ditutupinya.