webnovel

Melisa [Cinta Pertama]

Melisa Aurelie gadis remaja yang tak bisa melupakan cinta pertamanya. Dion, terpaksa harus pindah ke luar kota karena mengurus sang Ibu yang tengah sakit. Menjalani cinta jarak jauh terasa berat, tapi tak pernah menjadi beban bagi Melisa. Dia yakin bisa melewati semua ini. Tapi itu hanya berlaku bagi Melisa saja. Suatu ketika Dion menghilang tanpa kabar, membuat hati Melisa hancur, dalam ketidak—pastian, akan tetapi gadis itu tetap menunggu Dion kembali. Hingga datang seorang pria dari masa lalu, dan mampu mengobati sakit hatinya. Namanya, Bagas, dia adalah teman masa kecil Melisa. Tapi di saat Melisa mulai melupakan Dion, serta sudah menetapkan hatinya untuk Bagas, di saat itu pula Dion datang kembali, dan membuat hati Melisa dirundung dilema.

Eva_Fingers · Teen
Not enough ratings
93 Chs

Anak Angkat

Pagi hari ini, aku sedang mempersiapkan barang-barangku. Kerena sore nanti kami akan memulai perjalanan ke Jakarta.

Sebenarnya aku masih betah berada di sini, akan tetapi sekolahku juga sangat penting. Dan aku harus menjalani kewajibanku itu.

Yang aku harapkan ... semoga Bagas, tidak seperti Dion, dan semoga Bagas, akan tetap bisa setia kepadaku meski kami berhubungan jarak jauh.

Mulai sekarang aku sudah mempersiapkan kemungkinan hatiku yang akan terjerat rindu.

"Mel! Kamu lagi ngapain?" tanya Mama seraya membuka pintu.

"Lagi beres-beres, Ma, ada apa?" tanyaku pada Mama.

"Ikut Mama bentar yuk!"

"Kemana?"

"Ketemu sama teman lama, Mama!"

"Emang di sini Mama, punya teman?"

"Duh, ya punya dong! Kamu pikir mentang-mentang Mama bukan asli orang sini, terus Mama gak punya kenalan gitu?" Mama berbicar dengan nada rada sombong. "Mama, anak gaul kali, Mel! Makanya temannya ada di mana-mana!" imbuhnya lagi.

Dan aku pun hanya bisa mengiyakannya sambil mengangguk nurut, dari pada urusan nanti bertambah panjang.

"Iya deh! Mama, anak gaul," kataku.

Lalu aku pun menerima ajakan Mama, beliau mengajakku ke rumah temannya.

Dan kami datang ke sana dengan mengendarai mobil, Mama yang mengemudikannya.

"Rumahnya masih jauh, Ma?"

"Enggak kok, bentar lagi," jawab Mama sambil melihat kearah GPS di ponselnya.

"Mama, baru datang sekali ke tempat ini, ya?" tanyaku.

"Iya, Mel! Karena teman Mama ini juga baru pindah ke sini, awalnya dia tinggal di Jakarta!" jelas Mama.

"Oww, pantesan kok bisa kenal, Mama," gumamku sambil manggut-manggut.

Tak lama mobil Mama pun berhenti tepat di depan petshop.

Aku sedikit bingung, karena tujuan kami untuk mencari rumah temannya Mama, buka mencari peralatan untuk binatang peliharaannya?

"Ih, kok berhenti di sini, Ma?" tanyaku lagi.

Akan tetapi Mama malah asik memandang kearah petshop itu. Dia seperti tengah membaca plang banner yang ada di toko itu.

"Namanya, 'Lusia Petshop' yah, gak salah lagi ini tempatnya!" kata Mama yang heboh sendiri.

Aku malah bingung dengan apa yang ada di pikiran Mama. Dia malah mengabaikan aku dan keluar mobil sendiri tanpa mengajakku. Padahal tadi saat berangkat saja, Mama yang mengajaku duluan.

"Mama!" panggilku. Kemudian wanita paruh baya itu menoleh kearahku.

"Eh, ada apa, Mel?" sahutnya.

"Kok, aku gak diajakin, sih?!" keluhku dengan bibir mengerucut.

"Aduh, iya lupa!" Mama menepuk keningnya sendiri.

"Ayo, Mel! Buruan turun!" sergah Mama.

Dan aku pun keluar dari dalam mobil.

Kami memasuki petshop itu.

Dan Mama pun bertemu dengan temen lamanya.

***

Namanya Tante Lusi, dia pemilik petshop ini.

"Hei, ini anak kamu 'Mel' itu ya? Yang dulu gendut banget?" tanya Tante Lusi sambil memcubit gemas pipiku. Aku sampai meringisi kesakitan, tapi aku menahan amarahku kepada Tante itu, karena tidak enak.

"Iya, itu Melisa!" jawab Mama.

"Duh, sekarang Melisa cantik banget, ya! Badannya juga jadi ramping banget," kata Tante Lusi seraya memandangiku dari atas ke bawah. "Kamu, diet ya, Mel?"

"Eh, enggak kok, Tante!" jawabku.

"Dia itu makannya banyak banget, Lus! Mana bisa diet!" jawab Mama yang malah membuka aibku.

"Ah, masa sih? Tapi kok bisa kurus? Tante aja yang udah mati-matian diet masih tetap aja segede gajah!" ujarnya seraya memegang lemak di bagian perutnya yang menggelambir.

"Syukuri ajalah, Lus!" kata Mama.

"Yah, aku, 'kan juga pengen cantik, Yul!" kata Tante Lusi.

Dan Mama pun kembali menyahuti ucapan Tante Lusi.

"Kamu cantik kok," puji Mama.

"Aku emang cantik tapi aku gendut, Yul, bajuku pada sempit semua, masa stiap bulan beli baju baru terus, kan boros!" ujarnya dengan wajah memelas.

"Bayangin deh, pas masih tinggal di Jakarta dulu, aku tuh diet sampai bela-belain tiap pagi cuman makan pisang doang, dan siangnya juga cuman makan pepaya doang! Tapi ... tetap aja berat badan aku gak turun-turun juga!" katanya dengan raut wajah kecewa.

Jujur aku sedikit heran dengan ucapan wanita itu, dan penasaran apa yang menyebabkan tubuh tetap gemuk?

"Masa sih, Tante? Masa masih gak ngefek? Dulu teman sekolah Mel, aja ada yang diet macam itu. Dan beberapa bulan kemudian dia langsung kurus lo, berat bedannya turun derastis! Jadi langsing banget!" ujarku kepada Tante Lusi.

Dan wanita itu pun tampak takjub.

"Kok bisa, ya?"

"Ya, bisa dong Tante! Tapi berat benget cobaannya, setiap pagi dia cuman makan satu pisang, dan siangnya cuman makan satu potong buah pepaya. Kemudian kalau malam dia cuman minum air putih doang senanyak-banyaknya!"

"Wah, keren ya teman kamu itu!" Tante Lusi semakin takjub. "Kok, bisa tahan ya, hidup seperti itu?"

"Terus, teman kamu itu sekarang masih hidup?" tanya Tante Lusi sekali lagi.

"Udah mati sih, Tante, gara-gara didiagnosis kurang gizi," jawabku dengan jujur.

Seketika Mama dan Tante Lusi langsung syok.

"Aduh ngeri juga ya? Tante gak bisa bayangin, Tante aja yang diet makan pisang sekalinya 5 biji aja masih suka lemes, apa lagi dia yang cuman satu biji!" Tante Lusi pun bergidik negeri. "Kalau Tante, sudah pasti gak kuat jalan!"

Mendengar pernyataan Tante Lusi, aku dan Mama sampai syok

"Jadi, Tante Lusi, sekali makan pisang 5 biji?" tanyaku memastikan.

"Iya, benar! Jadi Pagi makannya cuman pisang 5 biji, siangnya makan apel 1 KG, nah pas malaman baru deh makan nasi padang!" ujarnya sambil tersenyum malu.

Dan seketika aku dan Mama langsung gubrah berjamaah.

"Pantesam gak bisa kurus, orang malamnya makan nasi padang!" kata Mama dengan hidung kembang-kempis.

"Hehe," Tante Lusi tersenyum malu, "ya habisnya kalau belum makan nasi padang suka lemes," timpalnya tanpa rasa berdosa.

Akhirnya aku dan Mama pun terdiam dan menganggap masalah diet Tante Lusi itu hanya sekedar omong kosong belaka.

Dan kami pun memasuki petshop milik Tante Lusi.

Untuk melihat-lihat keadaan petshop itu. Di dalamnya cukup lengkap aku melihat aksesoris binatang yang sangat lucu-lucu.

Hal itu membuatku jadi ingin memiliki binatang peliharaan juga.

Tetapi aku masih kurang yakin untuk bisa menjadi owner yang baik.

Karena mengurus binatang itu ibarat mengurus anak, yang artinya kita tidak boleh asal-asalan.

Contohnya seperti lupa memberikan makanan.

Aku juga belum siap jika nanti hewan peliharaanku nakal, karena ada juga binatang yang suka bandel dan buang kotoran di sembarang tempat.

Aku jadi teringat dengan teman SD-ku dulu, namanya Viko, dia memiliki hewan peliharaan kucing entah jenis apa, aku lupa. Dan kucing itu malah buang air di dalam kamarnya.

Orang tuanya menyuruh Viko untuk membersihkan kamarnya sendiri, karena dia yang ngotot minta dibelikan kucing, oleh karena itu Viko pun juga harus bertanggung jawab untuk mengurus hewan peliharaannya itu.

Termasuk mengurus pupnya.

Ih ... aku sih belum siap kalau harus seperti itu!

Jujur aku sangat menyukai binatang, tapi aku tidak yakin bisa mengurusnya

Oleh karena itu sampai sekarang aku belum berani mengadopsi binatang apa pun.

"Eh, mampir ke rumah sebentar yuk, kita ngopi!" ajak Tante Lusi.

"Ah, nanti ke buru sore? " ujar Mama.

"Ini masih pagi kali, Yul! Baru juga jam Sembilan?" kata Tante Lusi.

"Yaudah deh aku mau!" jawab Mama.

Akhirnya kami bergegas ke rumah Tante Lusi yang letaknya hanya bersebelahan dengan petshop.

Di sama Tante membuatkan kami minuman. Saat aku duduk tiba-tiba muncul seekor anak kucing berwarna putih salju menghampiriku.

"Wah, lucunya," Aku meraih kucing itu.

"Mel, kamu suka kucing?" tanya Tante Lusi.

"Suka, Tante, tapi—"

"Tapi, dia gak bisa ngurusnya, Lus!" kata Mama yang menyambar pembicaraanku bak petir.

"Gak apa-apa, kalau kamu mau Tante kasih satu buat kamu," ujar Tante Lusi sambil menunjuk kearah binatang yang ada di pelukanku ini.

"Tapi, Mel, takut gak bisa jadi Mama yang baik, Tante," ujarku.

"Gak apa-apa, namanya juga belajar. Biar nanti kalau punya anak beneran, udah gak kagok lagi," kata Tante Lusi dengan nada meledek.

"Ih, apaan sih, Tante! Mel, 'kan masih SMA!"

"Ya, tapi udah punya pacar, kan?"

"Puny—"

"Belum, Lus! Masih jomblo! Tapi udah aku jodohin sama anak tetangga, sih!" ujar Mama yang lagi-lagi motong pembicaraanku.

Tapi aku diam saja, biarkan saja Mama mengira jika aku masih sendiri. Padahal aku ini sudah berpacaran dengan Bagas.

Aku tidak bisa membayangkan betapa girangnya Mama saat mengetahui jika aku sudah resmi menjadi pacarnya Bagas.

Bicara tentang Bagas, aku jadi ingat dengan anak kucing yang ada di tanganku ini.

Bagas, 'kan sangat menyukai kucing?

Dia saja bisa merawat Mellow hingga bertahun-tahun, bahkan sampai di akhir hidupnya Mellow.

Seketika aku pun yakin untuk mengambil kucing jenis persia dengan warna putih salju ini, untuk Bagas.

"Tante, kucingnya aku mau, deh!" ujarku dengan yakin.

Mama yang malah sepertinya kurang yakin.

"Ih, emang kamu bisa ngerawatnya? Kalau Mama jelas gak mau loh! Mama alergi bulu kucing!" kata Mama.

"Ini, bukan buat aku, Ma! Tapi buat Bagas! Dia, 'kan suka kucing!" ujarku.

"Buat, Bagas?!" Mama langsung menyeringai. "Ah, so sweet banget, unch ...." Mama mendadak senyum-senyum sendiri, yang pada akhirnya membuat aku dan Tante Lusi bergidik ngeri.

"Ok, Mel! Bungkus!" tegas Mama.

Aku pun sangat bahgia, mendapatkan kucing ini. Aku yakin pasti Bagas akan suka.

"Tante Lusi, ini beneran gratis, 'kan?"

"Iya, dong, Mel! Ini hadiah buat kamu yang udah mau mampir ke rumah Tante, lagian Tante masih punya 2 lagi yang kecil-kecil begini, kalau kamu ambi satu, lumayan Tante jadi berkurang ngurusinnya," jelas Tante Lusi.

"Ok, Tante! Makasih!

" Iya, sama-sama,"

***

Karena hari sudah mulai siang, aku dan Mama pun berpamitan kepada Tante Lusi.

Kami harus kembali ke rumah Nenek dan bersiap-siap untuk pulang ke Jakarta.

Sepanjang perjalanan itu aku terus mengelus kucing kecil yang ada dipelukanku.

Ini akan menjadi anak angkat kami.

Yah ... walau pada akhirnya yang akan mengurusnya sudah pasti Bagas.

Tetapi aku tetap akan ambil andil sebagai orang tuanya, karena aku yang mengambilnya langsung dari rumah Tante Lusi.

Bersambung ....