webnovel

Kesempatan?

Mark mendapatkan perawatan intensif dan bisa terselamatkan meski balutan perban di tubuhnya terlihat jelas. Luka bekas tusukan benda tajam itu tidak terlalu dalam sehingga bisa segera diobati dan mendapatkan jahitan sebanyak delapan jahitan. Saat ini Mark berada di bangsal VVIP dan ditemani Megan yang sudah diperbolehkan rawat jalan. Sungguh begitu ironi karena Mark tidak mengizinkan Megan untuk memberitahu orang tuanya.

"Megan, aku mohon kamu jangan memberi tahu kedua orang tua aku jika aku merasa di sini. Nanti aku akan mengirimkan pesan kepada Mama Maya dan beralasan mengurus pekerjaan hingga beberapa waktu ke depan. Aku tidak mau kalau kedua orang tua aku tahu saat ini aku terluka." Mark menatap Megan dengan penuh arti. Dia tidak mau kalau Megan disalahkan atas kejadian ini.

"Iya, Mark. Aku akan di sini menemanimu. Lekas sembuh, Mark."

Megan memegang tangan Mark dengan khawatir. Hanya ada rasa syukur saat ini yang terucap karena Mark sudah terbaring dalam kondisi membaik dan gadis yang melukainya sudah dibawa ke kantor polisi. Ternyata gadis itu mengidap depresi dan selama ini ayah dari gadis itu yang mencari nafkah serta membiayai pengobatan di rumah sakit jiwa.

"Megan, boleh aku meminta ponselku sebentar? Aku akan menelepon pengacara untuk mengurus gadis dan juga ayahnya tadi. Aku tahu kalau orang itu mengidap depresi dan tidak seharusnya berada di penjara." Mark tidak tega membuat seseorang harus berada di penjara hanya karena sebuah hal salah paham ini.

"Dia sudah melukaimu dan banyak orang yang melihat sehingga tidak bisa begitu saja mudah lepas dari hukuman. Kamu yakin, Mark?" Megan tidak tahu apakah bisa gadis itu bebas dari hukuman.

"Megan, kalau aku tidak membantunya, jelas saja gadis itu dapat hukuman dan kemungkinan ayahnya juga mendapatkan hukuman padahal kecelakaan itu karena rem blong. Aku hanya ingin membantu saja." Mark terlihat begitu yakin untuk membantu.

"Baik, Mark. Ini ponselmu." Megan tidak bisa berkata apa-apa lagi untuk mencegah Mark.

Mark segera menelepon pengacara untuk mengurus semua kekacauan ini. "Pak, tolong bantu urus gadis depresi yang kemarin mengacau di rumah sakit. Buat agar gadis itu tidak ditahan di penjara dan lebih baik dimasukkan ke rumah sakit jiwa untuk pengobatan. Lalu soal pria yang menjadi sopir bus saat kecelakaan taksi Megan, tolong urus itu dan jika bukti benar mengatakan kasus itu terjadi karena rem blong maka bantu pria itu untuk keluar agar tidak mendapatkan hukuman penjara. Kehidupan mereka sudah cukup sulit karena gadis itu depresi dan membutuhkan perawatan dari ayahnya saja. Mereka sudah tidak mempunyai keluarga yang lain. Paham yang aku maksudkan?"

"Paham, Tuan Mark. Lalu bagaimana dengan Tuan Besar dan Nyonya? Apakah diberitahukan hal ini?" Pengacara itu bertanya karena takut salah melangkah.

"Tidak usah, Pak. Aku bilang ke Mama kalau ada kepentingan pekerjaan. Jangan bilang soal ini apalagi aku sekarang dirawat di rumah sakit. Jalankan saja seperti apa yang aku katakan dengan diam-diam tanpa diketahui oleh kedua orang tuaku. Mengerti?"

"Iya, Tuan Mark."

Mark merasa lega karena pengacaranya mau menyembunyikan hal ini dari kedua orang tuanya agar tidak ada kesalahpahaman dan juga orang lain yang menyalahkan semua ini kepada Megan. Mark tahu persis bagaimana sifat mamanya yang selalu saja panik jika ada sesuatu yang terjadi menimpa dirinya. Mark takut kalau pada akhirnya Megan akan disalahkan dengan hal ini.

"Megan, semua sudah beres ada orangku yang atur. Kamu nggak perlu khawatir. Aku juga nggak bilang ke Papa Mama kalau di sini. Kamu jangan sedih, ya." Mark tidak mau kalau Megan khawatir dengan hal ini.

"Mark, lekas sembuh, ya. Aku khawatir denganmu. Maaf kalau karena aku kamu jadi seperti ini."

"Bukan salahmu. Kamu nggak salah sama sekali. Jadi, jangan terus-menerus merasa bersalah seperti ini. Aku sudah bilang akan mengurus semuanya dengan baik, kamu harus percaya."

Megan merasa sangat beruntung memiliki kekasih seperti Mark. Sebaliknya Mark pun merasa beruntung memiliki kekasih seperti Megan. Mereka berdua saat ini berada di dalam ikatan perasaan yang mendalam dan dimabuk cinta. Mereka tidak mau dipisahkan meski Mark tahu sulit untuk meyakinkan kedua orang tuanya melamar Megan.

***

Maya mendapatkan pesan dari putranya yang mengatakan hendak mengurus beberapa proyek selama beberapa hari ke depan. Pesan itu membuat hati Maya menjadi tenang untuk sementara waktu dan mencoba melupakan firasat buruknya entah dirasakan. "Ah, mungkin aku cuma kecapaian. Tidak mungkin ada hal buruk yang menimpa Mark atau Justin. Sudah, aku harus relax sejenak," gumam Maya yang masih berada di ruangan meeting.

Sudah tiga jam lebih meeting itu berlangsung. Maya akhirnya menutup pertemuan itu dan mengajak semua klien untuk makan bersama di restoran grill ternama di Yogyakarta. Jelas saja restoran top yang menyajikan hidangan dengan harga tinggi.

"Bu Maya, saya salut sama Anda. Sudah berkeluarga dan anak sudah dewasa, tapi masih aktif di kantor dan pintar bernegosiasi."

"Ah, biasa saja, Pak. Saya hanya menjalankan sesuai dengan prosedur kantor."

"Satu lagi, Anda masih cantik dan langsing seperti masa muda, tidak berubah," sanjung pria yang saat ini menjadi kliennya Maya. Pria itu bernama Sandy, seorang konglomerat yang ingin membangun hotel megah dan membutuhkan properti terbaik yang dimiliki oleh perusahaan Maya dan Justin.

"Ah, tidak juga. Anda terlalu memuji." Maya tersipu malu mendengar perkataan dari Sandy.

Sebenarnya Sandy adalah orang dari masa lalu Maya yang pernah menyukai Maya, tetapi ditolak karena ada Justin. Sandy hingga saat ini masih hidup sendirian dan belum memiliki istri apalagi anak. Sandy masih mengagumi kecantikan Maya dan juga kepandaian wanita itu. Sandy sebenarnya masih berharap adanya kesempatan kedua untuk bisa mendapatkan Maya meski di dalam usia yang sudah tidak mudah lagi. Sandy tidak tega melihat Maya yang terus-menerus disakiti dan merasa sedih hanya karena salah memilih suami.

"Maya, kamu masih sama seperti dahulu. Andai kesempatan kedua itu ada, aku pasti akan bahagiakan dirimu," kata Sandy setengah berbisik agar hanya Maya yang mendengar kalimat itu.

Maya tidak menyangka kalau Sandy ternyata masih menyimpan perasaan hingga saat ini. Tahun demi tahun berlalu dan sampai puluhan tahun terlewati ternyata pria itu masih menyimpan perasaan yang sama seperti saat masih muda kepada Maya. Sedikit rasa menyesal di dalam benak Maya menjerit karena melihat pria yang saat ini berjalan di sampingnya jauh lebih baik daripada Justin yang menjadi suami selama ini. Andai saja bisa memutar waktu mungkin Maya akan mengambil kesempatan untuk bersama dengan Sandy.

"Maya!" seru Justin yang ternyata sudah berada di depan kantor saat Maya beserta para klien hendak pergi makan bersama. Terlihat Justin tidak suka melihat Sandy di samping Maya. Tangan Justin mengepal tanda tak suka melihat itu dan cemburu.