webnovel

Mature Female Knight

Buku dongeng? Itu adalah sebuah buku yang selalu dibaca Sophia, ia tergila-gila akan dongeng. Ksatria Wanita Menyedihkan, adalah dongeng yang paling disukai oleh Sophia walaupun memiliki akhir yang menyedihkan. Sophia selalu berkhayal untuk menjadi tokoh utamanya dan hal itupun menjadi kenyataan.

CeJLnoy · Fantasy
Not enough ratings
18 Chs

DYs

Pagi hari pun tiba dan pasukan Demure sudah berangkat menuju ke istana. Komandan Haides memberikan waktu tambahan untuk beristirahat kepada para prajuritnya.

"Kau sudah makan?" tanya Komandan Haides pada saat Hera memasuki campnya.

"Sudah."

"Ada apa?"

"Apakah ada orang lain selain kita di sini?"

Komandan Haides terlihat bingung sekaligus berpikir.

"Semalam aku duduk di dekat perapian karena tidak bisa tidur, kemudian terdapat suara telapak kaki dari belakangku dan aku menghampirinya."

"Apa? Lalu?"

"Seseorang berlari dan aku tidak melihatnya lagi, sepertinya ia pergi."

"Kau tidak apa-apa kan?"

"Ya."

"Ada orang lain di perapian itu?"

"Aku sempat bertemu dengan Kharysor."

Komandan Haides sempat terkejut pada saat mendengar nama Kharysor di sebut.

"Kharysor melihat orang yang kau lihat?"

"Sepertinya tidak."

Komandan Hiades manggut-manggut.

"Apakah Komandan tahu itu siapa?"

"Aku tidak tahu, tetapi aku khawatir itu adalah kaki tangan DYs."

"Dys?"

"Kau tidak ingat, mereka adalah buronan."

"Tapi kenapa?"

"Mereka seangkatan denganku waktu aku masih menjadi prajurit...dan juga ibumu," Komandan Haides menghela nafas.

"DYs membunuh semua prajurit di dalam sebuah misi dan hanya kami berdua yang selamat. Semua orang bertanya-tanya bagaimana mereka membunuh semua prajurit," lanjut Komandan Haides.

"Kenapa mereka membunuhnya?"

"Aku juga tidak tahu, ia yang membunuh ibumu."

"Apa?" nafas Hera tercekat.

"Pada saat ia melahirkanmu terdapat sebuah rumor bahwa DYs telah kembali dan di tengah malam aku terbangun melihat DYs keluar jendela. Aku pun panik dan melihat ibumu yang berada di sebelahku sudah tak bernyawa..."

Komandan Haides memegang dadanya, ia merasa sakit mengingat kejadian malam itu.

"Tak perlu dilanjutkan," Hera langsung memeluk Komandan Haides pelan.

"Aku takut kehilanganmu juga pada saat itu," bisik Komandan Haides.

"Aku baik-baik saja," balas Hera.

Hera seperti merasa dipeluk oleh ayah kandungnya sendiri, walaupun ia bukan di dunia nyata.

"Jaga dirimu baik-baik!" Komandan Haides memberikan tatapan penuh arti.

Hera mengangguk dan tersenyum.

"Aku permisi."

Komandan Haides tertawa kecil.

"Ia sudah besar. Mirip sekali denganmu Dixie," Komandan Haides menghadap langit-langit campnya.

Tidak lama setelah Hera meninggalkan camp, Komandan Haides memanggil Leucos.

"Permisi. Apakah ada masalah komandan?"

"Tolong panggilkan Kharysor kemari!"

Leucos memandang Komandan Haides dengan ekspresi bertanya-tanya.

"Hanya itu?"

Komandan Haides mengangguk acuh tak acuh sambil membaca perkamen.

"Baik, aku permisi."

Leucos meninggalkan camp Komandan Haides dengan perasaan kesal. Ia masuk ke dalam campnya sendiri dan berdumel dengan dirinya sendiri.

"Kau baik-baik saja Leucos?"

Leucos hanya menatap Owen sinis.

"Ada apa lagi?" giliran Mats yang bertanya.

Leucos, Kharysor, Mats, dan Owen tidur di camp yang sama sedangkan Komandan Haides dan Hera tidur di campnya masing-masing. Awalnya Kharysor tidur bersama Demure, Noah, dan Alaska. Namun, karena mereka sedang menjalankan tugas untuk menemui raja makanya Kharysor tidur bersama pasukan Leucos.

"Komandan hanya menyuruhku untuk memanggilkan Kharysor."

"Jadi?"

"Ya aku kesal, komandan hanya menyuruhku itu. Kau gimana sih Owen," Leucos sewot sendiri.

"Kau tidak bertengkar lagi dengan Kharysor kan?"

"Aku membencinya, dia merampas tempatku untuk menjadi prajurit pertama dan sekarang ia merubah sikap Hera menjadi seperti ini."

"Sudahlah Leucos. Dan apa masalahmu hingga membawa-bawa Hera?" tanya Mats.

"Sikap Hera berubah drastis bukan?"

"Baguslah jika begitu," balas Mats santai.

Owen mengangguk setuju.

"Aku ingin menjadi yang terbaik di hadapan komandan kalian tahu," Leucos menggertak.

"Kau sudah menjadi yang terbaik Leucos," hibur Owen.

"Tapi tidak sebaik Hera dan Kharysor."

"Lebih baik kau memanggilkan Kharysor untuk komandan," lanjut Owen sebelum Leucos bertambah murka.

"Tidak akan."

"Tapi itu perintah Leucos," balas Owen tak mau kalah.

"Aku akan membuat Kharysor tidak ingin menemui Komandan Haides."

Owen melototi Leucos.

"Apa? Kau gila, jangan lakukan hal yang tidak-tidak!" ujar Mats tak mau kalah.

"Jangan berani-beraninya kalian memberitahu Kharysor."

Leucos meninggalkan teman-temannya dengan perasaa marah dan kesal. Ia tidak suka jika teman-temannya mendukung Kharysor ataupun Hera.

Hera sedang menulis di sebuah perkamen, ia mengenakan pakaian tanpa lengan yang panjangnya sepinggang dan bermodel v.

"Hai ayah. Hai ibu. Aku tidak tahu aku berada di sebuah dongeng atau di dalam dunia nyata. Aku ingin pulang tetapi tidak tahu bagaimana caranya, sejujurnya aku tidak ingin pulang karena aku sangat senang ada di sini. Komandan Haides dan teman-teman prajuritku yang lain memperlakukanku dengan sangat baik, termasuk Kharysor. Kira-kira aku harus apa?"

Hera seperti membuat ungkapan hatinya, ia melipat perkamen tersebut dan membentuknya menjadi seekor burung. Burung yang dibuat dapat terbang sejauh yang diarahkan.

Hera keluar dari campnya, ia menuju ke tempat yang lebih tinggi. Hera melemparkan burungnya itu sekuat tenaga agar dapat terbang lebih tinggi lagi. Terkadang ia melakukan itu untuk menghilangkan ke khawatirannya, Hera melakukan itu atas dasar buku dongengnya yaitu; Messenger Bird. Dongeng itu menceritakan tentang seorang anak yang hidup sendiri, anak itu selalu menuliskan sebuah pesan kepada orang tuanya yang sudah berada di atas sana melalui burung-burung kertas yang ia buat. Akhirnya pun Hera percaya jika ia melakukan itu, orang tuanya dapat mengetahui isi hatinya.

"Hera? Kau sedang apa?"

Ternyata Kharysor berada di atas sana juga, ia sedang bertugas menjaga area camp.

"Kenapa kau yang bertugas?" Hera balas bertanya.

"Memangnya kenapa?"

" Ya lukamu kan-"

"Oh ayolah. Aku tidak apa-apa jangan khawatirkan aku," Kharysor memotong.

"Sama saja, intinya kau belum sembuh dari lukamu."

"Sudah!" Kharysor membuka lukanya.

"Masih ada tuh," Hera menunjuk.

"Hanya goresan," Kharysor memegang-megang lukanya.

Hera memanyunkan bibirnya.

"Aku akan bilang Komandan Haides."

"Ih. Jangan!"

Kharysor mencegah Hera.

"Aku tidak apa-apa sungguh," Kharysor menunjukkan wakah memelasnya.

"Lagipula kau sedang apa tadi?"

"...Menyampaikan pesan?"

"Huh? Bagaimana?"

"Kau tulis pesan di sebuah perkamen lalu membuatnya menjadi seekor burung dan kau terbangkan ke sana," Hera menunjuk awan-awan putih di atas langit.

Kharysor ikut menatap awan-awan di atasnya.

"Aku akan coba."

Kharysor mengambil sebuah perkamen dan menulis sesuatu, ia menulis di sebuah sandaran batu dan terlihat sangat serius.

"Bolehkah aku menulis bahwa aku me-"

"Ssst. Lebih baik tidak diberitahu siapa-siapa."

"Baiklah."

Kharysor membawa perkamennya menuju Hera.

"Bagaimana cara membuat burung?"

"Begini."

Hera mengajari Kharysor cara membuat seekor burung lalu menyuruh Kharysor menerbangkannya.

"Akhh."

Hera reflek menengok ke arah Kharysor.

"Kan sudah ku bilang," Kharysor tertawa malu.

Hera pun mengajaknya turun, lagipula sekarang sudah saatnya Kharysor beristirahat.

"Kharysor. Kenapa kau belum ke ruanganku?"

Kharysor dan Hera menatap Komandan Haides bingung.

"Aku menyuruh Leucos untuk memanggilmu ke ruanganku," kata Komandan Haides.

"Kami tidak melihat Leucos sama sekali," sahut Hera.

"Benarkah?"

"Sudahlah aku ingin bicara denganmu Kharysor."

"Ada apa komandan?"

"Haruskah aku pergi?"

"Tidak apa Hera, aku hanya ingin bertanya tentang kemarin malam."

"Kau melihat seseorang yang mencurigakan?" Komandan Haides beralih kepada Kharysor.

"Kurasa tidak."

Like it ? Add to library!

Creation is hard, cheer me up!

Your gift is the motivation for my creation. Give me more motivation!

CeJLnoycreators' thoughts