***
Selesai minum kopi dan beristirahat sejenak di ruang coffee break, Aletta dan Tissa kembali bersama-sama, kemudian lanjut mengerjakan pekerjaan masing-masing.
Sampai di ruangannya yang nyaman, Aletta yang sudah mengerjakan semua pekerjaannya untuk hari ini pun segera membuka ponsel dan menghubungi Sisi.
Aletta: Siang, Mbak Sisi. Mbak lagi sibuk tidak?
Tidak kurang dari dua menit, pesan Aletta pun dibalas oleh wanita berkacamata itu.
Mbak Sisi: Siang, Le. Tidak terlalu sibuk. Ada apa?
Aletta: Oh... ada yang mau aku omongin tentang kerjaan.
Mbak Sisi: Ke ruangan ku saja.
Aletta: Sekarang, Mbak?
Mbak Sisi: Masa besok, Le?
Aletta: Hehehe... iya Mbak. Aku ke sana sekarang.
Aletta yang belum duduk di kursi pun langsung berjalan ke luar dengan hanya membawa ponsel, menuju ruangan yang berada di sebelahnya.
Sebelum memasuki ruangan tersebut, Aletta mengetuk pintu kaca buram itu sebanyak tiga kali yang langsung disahuti oleh Sisi.
"Masuk!"
Aletta menarik gagang pintu, kemudian masuk dan menutupnya kembali. Dia tersenyum dan mengangguk kecil pada Sisi yang tengah memperhatikannya.
"Sebentar ya, Le. Aku lagi mengoreksi pekerjaan Tissa dulu," ujarnya yang Aletta tebak sebagai dokumen-dokumen yang dikirim Tissa sebelum mereka pergi untuk coffee break tadi.
"Iya, Mbak." Aletta mengangguk singkat sembari menggenggam tangannya di depan perut.
"Duduk saja dulu," ujar Sisi sembari menunjuk satu set sofa mini yang berada di ruangannya. "Tidak lama kok, tinggal sedikit lagi," sambungnya.
"Iya, Mbak." Aletta pun duduk ke salah satu sofa yang ada di sana sembari memperhatikan ruangan Sisi yang baru pertama kali dia masuki.
Ruangan itu jauh berbeda nuansanya dengan ruangan miliknya. Jika ruangannya didominasi oleh cat berwarna cream dan beberapa tanaman kecil di setiap sudut, ruangan Sisi didominasi oleh cat berwarna hitam dan beberapa stiker, serta pigura yang mempercantik ruangan tersebut.
"Mau minum, Le?" tanya Sisi yang baru saja berdiri dan berjalan ke laci kecil yang tak jauh dari meja kerjanya.
"Tidak usah, Mbak. Aku baru minum kopi tadi," jawabnya jujur.
Sisi tersenyum lebar sembari berjalan ke arahnya. "Kalau kamu mau, sebenarnya aku cuma kasih air mineral saja."
Aletta menanggapinya dengan kekehan kecil. Sisi pun duduk di sofa yang berada tepat di hadapannya. Wanita itu menyilangkan kaki dan menatapnya dengan mata yang tersenyum.
"Mau omongin apa, Le?"
"Begini, Mbak...." Aletta memperbaiki posisi duduknya dan menatap Sisi dengan serius. "Aku dengar perusahaan kita sudah menjalin kontrak dengan MH fashion."
"Ya, lanjutkan." Sisi mengangguk kecil. Dia menatap dalam pada Aletta, sebenarnya sudah menebak niat gadis muda di hadapannya, tetapi dia ingin mendengar sampai akhir.
"Untuk tim translator hanya Tissa ya, Mbak?"
"Heem," jawab Sisi menaruh atensi lebih padanya.
"Kalau tim editorial kan ada Maya sama Mbak Ester. Lalu, tim percetakan juga sudah ada."
"Benar. Terus?"
"Kalau kekurangan orang untuk projek kali ini, saya ingin mengajukan diri, Mbak, kalau diizinkan," ujar Aletta mantap sembari tersenyum bisnis.
Sisi yang sudah lama bergelut dalam dunia pekerjaan pun tak kalah menanggapi Aletta dengan senyum bisnis pula.
"Yakin, Le?"
Aletta mengangguk mantap. "Yakin, Mbak. Kalau Mbak mengizinkan."
"Kalau aku mengizinkan, tapi pak CEO tidak, bagaimana?"
"Kalau Mbak sudah mengizinkan, aku yakin pak CEO juga pasti mengizinkan. Kan izin dari Mbak sama saja seperti rekomendasi," jawabnya.
"Kamu yakin bisa bertanggung jawab atas apa yang akan aku ajukan ke pak CEO?" tanya Sisi berusaha menggoyahkan Aletta.
Aletta lagi-lagi mengangguk mantap. "Yakin, Mbak. Aku punya beberapa pengalaman dan cukup profesional dalam bidang ini."
"Aku juga tahu. Aku kan sudah baca dokumen yang kamu kirimkan waktu melamar kerja. Aku juga sudah lihat vidio yang diambil pak Rizal saat mewawancarai kamu," balas Sisi seraya tersenyum miring.
"Iya, Mbak." Aletta mengangguk singkat. Gadis itu mulai merasa canggung karena senyuman Sisi yang berubah, tetapi dia sadar terlalu dini untuk menyerah dalam projek yang bisa menambah pengalaman serta membawanya menanjak dalam karir. "Jadi, bagaimana, Mbak?"
"Sejujurnya, sejak awal pun aku ingin menaruh namamu bersama Tissa. Tapi, mengingat kamu orang baru di sini. Benar-benar baru beberapa hari loh, Le."
"Iya, Mbak." Aletta manggut-manggut menanggapi.
"Bukannya aku meremehkan kamu, ya. Aku tahu kemampuan dan kelebihan kamu seperti apa. Aku hanya mempertimbangkan respon dari orang-orang. Mungkin kalau dari tim translator dan editorial tidak akan ada yang aneh-aneh. Masalahnya dari tim percetakan, Le. Kamu tahu, lah... suka banyak yang iri, padahal kalau disuruh pun mau-mau tidak."
"Iya, Mbak. Aku paham," jawabnya mengangguk.
"Nah, sekarang kamu tahu. Masih mau?"
"Tetap mau, Mbak. Sebelum mengajukan diri, aku juga sudah mempertimbangkannya. Apalagi kalau Mbak mengizinkan," jawabnya.
"Ya sudah. Mbak pasti mengizinkan kalau kamu yang memintanya sendiri dan yakin dengan pilihan kamu. Sebentar," ujarnya yang kemudian berdiri, kemudian berjalan ke meja dan mengambil ponsel. Sisi menekan tombol loud speaker.
"Halo, Mbak? Kenapa?" sapanya saat telepon diangkat. Itu suara Ester, Aletta yakin dengan hal itu.
"Aku titip Aletta, ya." Sisi tersenyum memandang Aletta sembari menaik-turunkan alisnya, membuat Aletta menghela napas lega.
"Titip ke mana, Mbak? Memangnya Aletta mau ke mana?"
"Projek MH fashion, Mbak."
"Wah, Aletta yang join? Kamu jadi bertanya padanya?"
"Bukan aku yang bertanya. Dia sendiri yang datang ke kantorku dan mengajukan diri."
"Wah, syukurlah... sebelumnya kamu kan khawatir--"
'Mbak Sisi khawatir?' batin Aletta yang mengerutkan kening, sedikit penasaran, tetapi berakhir dengan mengabaikannya.
Sisi langsung mematikan tombol loud speaker dan pergi ke ujung ruangan, yang setelahnya tak Aletta ketahui apa yang mereka bicarakan.
Tak berlangsung lama, Sisi mematikan ponsel dan menoleh pada Aletta yang langsung berdiri.
"Aku sudah menitipkan kamu ke Mbak Ester. Setelah ini, aku akan mengajukan namamu ke pak CEO dalam projek MH fashion. Ku harap kamu tidak akan mengecewakanku, Ale."
"Baik, Mbak. Akan saya pastikan Mbak tidak akan menyesal telah percaya pada saya," jawab Aletta menundukkan kepala, menghormati seniornya itu.
"Ya, ya." Sisi menuju ke meja kerja, kemudian duduk di kursinya. Dia mengarahkan jari-jemarinya ke atas keyboard dan mulai mengetik surat rekomendasi untuk tambahan tim projek MH fashion dari tim translator.
"Mungkin kamu yang memulai sejarah pegawai baru tercepat yang bergabung dalam projek di perusahaan ini. Seperti yang sudah kamu katakan, kalau ketua tim yang merekomendasikan, kemungkinan besar pak CEO akan menyetujuinya," ujar Sisi tak mengalihkan tatapan dari layar komputernya.
Aletta mengangguk berkali-kali. "Terima kasih, Mbak. Terima kasih banyak."
"Sama-sama, Le. Jangan terlalu buru-buru. Kamu baru saja menjadi bagian dari timku. Bukan berarti aku melarang, tapi jangan terlalu cepat juga," ujar Sisi yang mengetahui niat lainnya, selain menambah pengalaman. "Kamu pasti paham, kan." Sisi mengalihkan tatapan sejenak dari komputer dan tersenyum singkat padanya.
"Paham, Mbak." Aletta yang sudah tercium niat lainnya pun terkekeh kecil.
"Kamu free?"
"Hah? Oh, i-iya, Mbak. Kenapa?"
Sisi melirik lima dokumen yang berada di mejanya yang belum dia kerjakan. Masih ada 1-2 hari sebelum deadline.
"Ambil dua dokumen, Le. Tolong, ya." Sisi tersenyum simpul sembari menatap Aletta dan tumpukan dokumennya secara bergantian.
Aletta tersenyum canggung dan mengangguk kecil. "Baik, Mbak." Dia berjalan ke meja Sisi. "Yang mana saja, Mbak?"
"Terserah kamu. Yang penting dua dokumen. Deadline-nya ada di atas. Kalau sudah selesai, kamu kirim ke aku lewat email, oke?"
Aletta mengangguk paham. "Baik, Mbak. Terima kasih."
"Aku sudah kirim surat rekomendasi ke pak CEO. Nanti langsung ku kabari kalau sudah di-ACC."
"Iya, Mbak. Terima kasih banyak. Aku pamit, Mbak."
Aletta mengangguk singkat, kemudian ke luar dari ruangan Sisi sembari membawa dua dokumen yang dibungkus dengan map berwarna biru di tangan kanannya.
———