webnovel

Masa Mudaku Kisah Cintaku

Aku jatuh cinta. Cinta terlarang dengan teman sekelas. Seseorang dengan semua perbedaan yang banyak dan sulit. Bisakah aku mempertahankan cinta ini? Tidak banyak angsa pelangi di kelas buaya karena ada satu dua rubah betina dari planet lain yang suka merundung junior mereka. Bukankah itu hal biasa dalam sekolah? Atau masalah utamanya ada pada Anggi sendiri? Bagaimana rasanya setiap tahun berpindah sekolah? Itu adalah yang selalu dirasakan Anggi, ngenes kata orang. Lalu, ketika kamu sudah merasa telah menemukan kehidupan baru dan memiliki beberapa teman yang mengerti dan nyaman akan hal itu. Tiba-tiba kamu harus pindah sekolah lagi? - cover is mine

Ningsih_Nh · Urban
Not enough ratings
314 Chs

MKC 37 Putus Niat 

...

"Beneran? Lo lagi nggak bohong atau malu cerita ke gue?" oceh Budi tidak percaya.

"Apa muka gue kayak dugaan lo itu?" serang gue balik. Tidak terima dituduh sembarangan. Apalagi oleh manusia alien bernama Budiman yang sama sekali tidak budiman.

"Ya udah. Lo harus tetep hati-hati. Jangan sampai lengah. Paling tidak tunggu sampai kelulusan." saran Budi dan berlalu pergi. Berbalik menuju lapangan sepak bola.

Sepagian gue terbawa arus omongan Budi tadi. Sadar-sadar ketika guru IPA mengumumkan kejutan berupa ulangan bertajuk liburan telah usai. Sontak memaksa hampir seluruh kelas mengerang menolak.

Jangan dikira jurusan Pertanian tidak ada IPA, justru di pertanian lah segala akar sumber IPA datang hingga berkembang menjadi fisika. Hitungan matematika yang menyangkut banyak faktor X dan Y serta komponen lain dalam rumus sampai menghasilkan sebuah reaksi logis nan realistis bahwa jika lo ingin pandai maka belajar yang rajin. Dan tadi malam gue terbuai untuk tidak belajar, memilih mengutak atik HP baru sialan.

Soal ulangan memang hanya tiga jumlahnya.  Tetapi ya tapi, gue  belum pernah mempelajari materi soal-soal tersebut dan gue yakin sebagian anak pun sama, bagaimana pun namanya soal ulangan musti dikerjakan kalau tidak remidi lah ujung akhirnya.

Bukan apa-apa kalau sesekali ikut remidi. Tetapi dan tetapi, gue ini masalahnya sedang mengejar target peringkat untuk beasiswa, dan pastinya kata remidi haruslah tidak ada dalam kamus siswa berprestasi. Jadi kalau gue ikut remidi satu kali saja...apa kata dunia  per-beasiswaan?

"Nggi..." bisik Jono yang duduk dibangku belakang, mengangsurkan sebuah gulungan kertas.

Saat guru lengah gue membuka gulungan kecil kertas yang ternyata berisi jawaban ketiga soal tersebut. Gue tidak heran kalau Jono si jenius rangking satu tak terkalahkan bisa mengerjakan ulangan dan mungkin sudah selesai. Lalu kenapa dia musti repot kasih contekan ke gue, si rangking tiga?

"Waktu tinggal lima belas menit lagi. Jangan sampai ada jawaban yang kosong." seru bapak guru IPA yang kalau di novel teenlit disebut sebagai guru killer, pak Mardiono.

Karena kaget gue reflek cepat-cepat menulis jawaban yang diberikan Jono dan secara sadar gue telah melakukan hal yang salah, mencontek. Perbuatan tidak terpuji yang seumur hidup gue sekolah selalu hindari.

Dan kali ini...

"Lo kenapa tegang begitu?" ujar Ana menyikut lengan gue.

"Ann...kalo suatu hari gue kena karma gimana karena mencontek?" desah gue frustasi. Jujur gue merasa bersalah.

"Ya elah Nggi. Lo jadi anak lurus amat sih? Nggak akan terjadi apa-apa." sanggah Ebi diseberang meja. Sementara Edi hanya mengangguk, sibuk mengunyah rendang.

"Lo mau gue temenin menghadap pak Mardi buat pengakuan dosa?" tawar Jono dengan senyum kecut seperti air minum gue, es jeruk nipis.

"Nggak juga." sesal gue cerita pada empat manusia yang gue sebut dengan teman. 

Gue sepenuhnya percaya dengan segala perbuatan baik akan berakibat baik dan segala perbuatan tidak terpuji juga akan menemui karmanya. Dan gue tidak harus menunggu dalam hitungan tahun apalagi bulan. Di pantai Menganti gue temukan jawabnya.

Hari ini, hari yang sudah direncanakan minggu sebelumnya kami berenam akhirnya pergi juga ke Menganti. Karena latihan badminton masih libur gue dijemput di depan stasiun dengan mobil yang selanjutkan ke rumah Stefie, menjemput tuan puteri super manja bin cerewet pemecah rekor muri.

Sesampainya di tepi pantai Edi dan Ebi langsung beraksi dengan tema ulang tahun.

"Ulang tahun lo bukannya masih lama Jon?" tanya gue yang jelas ingat jatuh pada tanggal 14 bulan depan.

"Ini untuk Jerome, adik gue. Dia ulang tahun besok, 31 Januari."

"Emang dimana adik lo tinggal?"

"Praha."

"Terus kenapa kemarin lo perginya ke Sidney? Bukannya ke Praha?" ujar gue penasaran.

"Lo mau dengar cerita gue?" Jono balik bertanya.

"Boleh. Kalo lo tidak keberatan."

"Di Sidney gue ketemu daddy yang intinya ngasih gue pilihan kelak gue harus menentukan kuliah di London atau New York. Tapi gue minta Praha dan itu membuat daddy marah." terang Jono terduduk dibibir pantai. Memandang lepas ke tengah samudera Hindia dimana langitnya begitu biru cerah.

"Jadi itu sebab lo ke Bandung nyamperin gue?" tebak gue asal.

"Rencananya nggak begitu. Tapi...saat tau lo nggak punya HP lagi gue jadi hilang akal."

"Maksudnya? Lo nggak terima HP itu gue jual ke adik gue sendiri?"

"Bukan. Gue iri...lo bisa begitu saja beri HP itu padahal lo masih butuh."

"Ya...itu karena gue nggak mau ribut sama adik sialan gue itu. Gimana juga kami masih saudara. Masak cuman gegara HP doang jadi nggak baik hubungannya." jelas gue.

"Gue pun akan lakuin itu kalo ada diposisi lo, Nggi. Cuman ini beda." ucap Jono yang pandangan matanya terus menerawang jauh kedepan.

"Kenapa?" ucap gue spontan.

Detik berikutnya gue menyesal sudah bertanya kenapa. Karena saat Jono menoleh tepat kearah gue tatapan matanya jelas beda, seperti sendu. Jenis tatapan yang belum pernah gue lihat atau belum pernah Jono tunjukan ke gue mungkin.

"Lo mau tahu?" 

"Nggak jadi. Kayaknya itu hal sensitif buat lo deh. Gue tarik lagi." ujar gue dan mencoba bangkit pergi. Tapi tangan gue ditahan Jono. 

"Kenapa nggak jadi? Padahal gue mau cerita kok?" kata dia masih pegang erat lengan gue.

"Kenapa juga gue musti tau...kita kan cuman teman yang nggak harus semua hal perlu untuk tau." elak gue sambil berusaha melepas genggaman Jono. Gagal.

"Kenapa?"

"Nggak kenapa-kenapa. Gue udah nggak pengen tau."

"Anggi..." bisik dia.

"Lepasin Jon." decit gue. Tapi Jono masih belum mau lepas.

Dia terus menatap gue aneh. Membuat gue salah tingkah dan gagal fokus.

Jika manusia hidup teridentifikasi karena masih bernapas dan jantung berdetak, lalu apa yang gue rasakan seperti jantung berdebar-debar tidak karuan seperti mau copot ini disebut sebagai tanda-tanda ajal datang?

Tapi bukan. Jantung gue makin tidak karuan detaknya saat melihat senyum ala Jack di film Titanic milik Jono tanpa mau pudar diwajahnya saat menatap gue kali ini.

Detik berikutnya gue menjadi ingat soal hukum karma. Kalau benar inilah hukuman yang harus gue terima karena nyontek kemarin, mengapa gue saat ini merasa jadi orang spesial Jono... disaat yang sama gue juga ngeri sendiri kalau apa yang jadi dugaan gue terbukti benar.

Yang secupak takkan jadi segantang. Yang mendapat nilai seratus takkan mungkin ikut remidi. Hal itu yang membuat gue tidak bisa tidur tenang semalaman. Bukan karena nilai sempurna sebab hasil mencontek, bukan pula karena kebayang pandangan mata Jono yang beda dari biasanya, tapi karena gue sendiri. Gue yang tidak bisa memahami apa yang sebenarnya gue rasakan ini, kenapa jantung gue berdetak dengan tidak normal seolah kehilangan daya imbang antara logika-realita-prasangka?

-TBC-

cerita Masa Mudaku Kisah Cintaku versi lengkap hanya ada di Webnovel dengan link berikut ini: https://www.webnovel.com/book/masa-mudaku-kisah-cintaku_19160430606630705

Terima kasih telah membaca. Bagaimana perasaanmu setelah membaca bab ini?

Ada beberapa cara untuk kamu mendukung cerita ini yaitu: Tambahkan cerita ini ke dalam daftar bacaanmu, Untuk semakin meriah kamu bisa menuliskan paragraf komen atau chapter komen sekali pun itu hanya tulisan NEXT, Berikan PS (Power Stone) sebanyak mungkin supaya aku tahu nama kamu telah mendukung cerita ini, Semoga harimu menyenangkan.

Yuk follow akun IG Anggi di @anggisekararum atau di sini https://www.instagram.com/anggisekararum/