webnovel

Makan Malam Dengannya

Selamat membaca

{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{

WIJAYA Tbk

Ruangan milik Direktur Wijaya Tbk ini terang benderang, ketika si empunya menyalakan lampu, saat di luar hari sudah menampakan penguasa malam dengan pengikutnya bersinar terang.

Gavriel si pemilik ruangan memijat pangkal hidungnya, saat merasakan lelah dengan otaknya yang dari sore hingga saat ini digunakan untuk berpikir. Ekor matanya melirik arloji di pergelangan tangan kanannya dan menemukan jika jarum pendek sudah menunjuk di angka 7, sedangkan jarum panjangnya ada di antara 3-4.

Sial.

Mengumpat kesal karena terlalu larut dengan pekerjaanya, Gavriel hampir saja melupakan janji makan malam dengan princess kesayangannya, dengan bonus bertemu wanita garang tapi cantik belahan jiwanya.

"Ah! Belahan jiwa ya, bikin jantung ini berdetak tak karuan saja," pikirnya senang.

Ia melihat lagi layar komputernya, kemudian menghubungkan card reader ke CPU dan mengcopy file untuk di kerjakannya di rumah.

Sambil menunggu transfer data selesai, gavriel menggulung kemeja putihnya hingga siku, kemudian melepas dasi juga membuka satu kancing teratasnya. Ia memutuskan untuk tidak pulang atau mandi, karena akan menghabiskan banyak waktu jika ia melakukan itu.

Sedangkan sang adik bukanlah orang yang mentoleransi seseorang yang datang terlambat, kecuali alasan keterlambatan bisa di terima dan sayangnya jika alasannya karena ia pulang untuk mandi, malah akan semakin membuat adiknya kesal.

Data sudah semuanya masuk dalam SD card, ia pun mencabut dan memasukkannya ke dalam jam tangannya, yang di bawahnya ada celah sengaja di desain untuk menyimpan data penting. Akan sangat bahaya jika sampai rahasia perusahaan di ketahui orang luar, apalagi sampai jatuh ke tangan saingannya.

Setelah memastikan jika data-datanya aman, Gavriel berdiri dari duduknya dan berjalan ke arah kamar mandi, untuk mencuci wajahnya agar sedikit terlihat segar. Ia tidak ingin penampilannya terlihat minus, apalagi di

depan wanitanya.

Oh tidak bisa, mau di kemanakan tittle sebagai handsome man this year, jika wanitanya sampai melihat penampilan semrawutnya.

Masalah aroma tubuh ia tidak khawatir, karena ia yakin tanpa ia memakai lagi parfume, aroma pheromonsnya mampu menarik perhatian orang-orang di sekitarnya, termasuk wanitanya.

Sementara Gavriel dengan acara cuci wajahnya, di tempat lainya tepatnya di restauran yang sudah di pesan oleh Gavriel, ada dua orang wanita yang duduk dengan satu kursi kosong tersisa.

Dua orang wanita ini adalah Selyn dan juga Queeneira, yang menatap kursi kosong di sebelahnya dan Selyn dengan perasaan bercampur jadi satu. Beda dengan Selyn yang menatap mba kesayangannya dengan senyum lebar.

Queeneira merana dalam hati, saat ia ingat bagaimana bisa ia terdampar di sini. Sedangkan sudah jelas sekali, jika tadi ia berdoa kepada Tuhan untuk tidak di pertemukan dengan laki-laki bernama Gavriel.

Flashback on

Queeneira pov on

Aku yang sedang berbicara dengan Andine tersentak saat handphoneku bergetar, di situ aku lihat nama Selyn terpampang sebagai pemanggil.

Aku pun menerimanya, menempelkan handphone ke telinga sebelah kananku tanpa ada rasa curiga sama sekali.

"Halo."

"Mba! Makan malam yuk!"

"Makan malam?" tanyaku memastikan. Aku memang sudah sering di ajak makan malam oleh adik kesayangku, kadang dengan Onty dan Mama tanpa para laki-laki tentunya.

"Iya, makan malam, mau ya."

Siapa juga yang akan menolak ajaknya, aku pun hendak berkata iya untuk menjawabnya, namun langsung terdiam saat aku mendengar nama dia dibawa serta oleh El.

"Nanti Mas juga ikut loh, jadi kita-

Kalian mau tahu apa yang aku lakukan saat itu, aku bahkan tidak mendengar lanjutan kalimat yang di jelaskan oleh Selyn. Aku sibuk dengan perasaanku yang semakin merana dan menatap Andine dengan ekspresi hampir menangis.

"Que kenapa?"

Bahkan, Andine pun bertanya dengan nada khawatir kepadaku namun aku tidak menjawabnya. Aku sibuk menangisi nasibku, kenapa Selyn mengajak makan malam disaat waktu seperti ini. Disaat aku sedang tidak ingin bertemunya dan sialnya akan ada kecurigaan, jika aku menolak ajakan saat ada nama dia disebut.

"Seperti biasa mba-

"El.."

Aku menyela dengan cepat ucapannya, sehingga El pun berhenti dengan aku yang menghela napas gusar.

"El, sepertinya Mba nggak bisa deh, Mba harus makan malam dengan Baba dan Mama."

Oh Tuhan … Kenapa dari sekian banyak alasan harus mereka yang jadi alasanku.

"Oh! Unkel dan Onty … El sudah bilang tuh dan katanya nggak apa-apa, mereka juga bilang sekalian temu kangen dengan Mas."

Oh my godness

Seketika aku panik, saat aku tahu jika alasan ini tidak mungkin mempan dengan Selyn. Aku kembali melihat Andine yang masih menatapku penasaran, kemudian cepat berpikir namun sayang, El sudah mengucapkan kalimat

yang membuatku tidak bisa mengelak lagi.

"Mba Andine juga bilang kalau Mba tidak ada kerjaan lagi, sudah free, he-he."

He-he gundulmu, El. Apakah engkau tidak tahu, jika mbamu ini sedang malas melihat Mamasmu, yang kata orang-orang tampan bak dewa yunani.

Aku melihat Andine yang menatapku polos, karena memang dia tidak tahu, jika ada namanya disebut dalam obrolan ini.

"Oke mba!"

"Tapi El!"

"El kirim alamatnya, oke!"

Tut!

"El! El! Tunggu, Mb- yah … Kenapa diputus sih panggilannya," seruku kesal dan aku pun segera menatap Andine, yang berjenggit kaget saat aku melotot ke arahnya .

"Astaga! Queene, serem banget matanya."

Aku tidak peduli saat Andine mengusap dadanya kaget, dengan sesekali menyebut istighfar di depanku. Aku masih melihatnya tajam, dengan dia yang semakin menciut takut dengan tatapanku.

"Apa sih, Quee."

"Apa-apa-apa, kamu nih yah, bisa nggak sih, nggak ember tentang jadwalku sama orang lain," semburku dan dia sekali lagi hanya melihatku polos.

"Loh … Kan El yang tanya, biasanya juga nggak apa-apa."

Benar, ini bukan salah El atau Andine. Tapi ini salahku, karena tidak bisa menolak ajakan El dengan alasan yang lebih masuk akal di awal obrolan.

Sial sekali.

Flashback end

Dan di sini lah saat ini aku berada. Aku malah duduk di sini, di restoran dengan nama Gavriel sebagai si pemesan.

Tuhan … Kenapa cacarnya belum muncul.

Queeneira pov end

Normal pov

"Mba, kenapa?" tanya Selyn saat melihat Queeneira hanya menatap kosong ke arah kursi untuk sang kakak, membuat senyumnya terbit saat mengira jika Mbanya tidak sabar bertemu dengan Mamasnya.

"Nggak sabar yah ketemu Mas, cie …" goda Selyn, membuat Queeneira tesedak saat mendengar pernyataan yang sungguh ngawur dari Selyn.

Uhuuukk!

"Yah Mba, kok tersedak, ini minum dulu.'

Queeneira dengan segera meminum air mineral yang diulurkan oleh Selyn, menenggaknya hingga tandas sedangkan Selyn mengusap-usap punggung Queeneira lembut.

"Ya ampun Mba, bikin khawatir aja," lanjut Selyn tetap setia mengusap punggung Queeneira.

Dengan mengatur napasnya, Queeneira sendiri sedang berusaha menetralkan rasa sakit pada tenggorokannya. Demi Tuhan, ia sangat kaget dengan ucapan Selyn yang menggodanya seperti itu.

Jelaskan dibagian mana ia menunggu kedatangan seorang Gavriel, jika nyatanya, ia sangat ingin kabur saat ini juga.

Astaga! Ia kebanyakan menyebut astaga akhir-akhir ini,sangking tidak habis pikir dengan apa yang menimpanya baru-baru ini.

"Aku bisa gila," bartin Queeneira merana.

Sementara Queeneira dengan rasa sakit di dadanya, juga Selyn yang salah pahamnya. Di luar tepatnya di tempat parkiran, ada Gavriel yang baru saja sampai dengan mobilnya, di area parkir restoran yang terlihat ramai.

"Malam minggu kah ini? Tapi bagiku sama saja, jika aku menghabiskan waktu dengannya," lirih Gavriel kemudian dengan segera menggelengkan kepalanya pelan.

Melangkahkan kaki dengan sedikit tergesa, Gavriel melihat arloji di pergelangan tangannya dan sedikit mengumpat saat jarum panjang menujuk angka 11, itu artinya hanya 5 menit lagi waktunya untuk datang tepat

waktu.

Memasuki area restoran, Gavriel mengedarkan netranya mencari dua wanita kesayangan, namun tidak kunjung ketemu karena ramainya pengunjung.

Salah satu dari pelayan menghampiri Gavriel, kemudian menunjukan tempat atas nama pesanananya, sehingga ia bisa melihat dua wanita yang tadi dicarinya.

"Silakan, Tuan," tutur si pelayan ramah dengan Gavriel yang mengangguk dan mengikuti si pelayan tanpa kata.

Semakin mendekat ke arah keduanya, entah kenapa jantungnya kian berdetak kencang. Sepertinya tidak sabar untuk bertemu si pemilik hati.

Deg! Deg! Deg!

Dari sini ia bisa melihat sang adik yang menoleh ke arahnya, kemudian melambaikan tangannya dan memanggilnya dengan semangat.

"Mas!"

Deg!

"Ya Tuhan, tenggelamkan aku saat ini juga," pinta Queeneira dalam hati.

"Sayang sekali, my Queene. Justru, aku pastikan jika selanjutnya kita akan selalu bertemu;" batin Gavriel senang.

Keduanya sama-sama berbicara dalam hati, saat netra mereka saling menatap dalam artian berbeda.

Bersambung.

Next chapter