26 Bab 26

HAI... HULA HULA... APA KABAR SEMIANYA.. LAMA KITA TIDAK BERJUMPA PARA PEMBACA SETIANYA ELANG DAN ELITA... WKWKWK...

MOHON MAAF YA... AKU LAGI AKTIF DI CERITA SEBELAH, JADILAH SEPERTI INI. WEHEHEH..

HAPPY READING....

Pagi pun tiba, Elita terbangun dari tidurnya pukul setengah enam pagi kemudian ia menatap putranya yang masih tertidur lelap. Perlahan ia bangun kemudian mengecup kening putrabya. Lalu, ia turun dari tempat tidur dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Selesai membersihkan tubuhnya ia pergi untuk membeli sarapan, tetapi sebelum ia keluar, ia membangunkan Elang terlebih dahulu.

Elang membuka matanya kemudian menjawabnya hanya dengan bergumam saja. Setelah bergumam, ia memejamkan matanya dan kembali tidur. Elita tidak begitu mempedulikannya, ia pun segera melangkahkan kakinya untuk ke luar dari ruang rawat putranya. Ia mencari sarapan yang tidak jauh dari rumah sakit.

Di ruangan Aldebaran, kini Elang membuka matanya setelah Elita sudah beberapa menit keluar ruangan. Dengan wajah baru bangun tidurnya ia mendudukkan tubuhnya. Elang menguap lebar sambil meregangkkan otot-ototnya. Ketika ia membuka manta, ia terkejut melihat Aldebaran sedang berusaha meraih gelas di atas nakas. Ia pun segera berlari mengahmapiri putranya. "Astaga, Al. Kenapa enggak panggil Papa, sih?" tanya Elang yang kini mengambilkan gelas air minum untuk putranya.

Ia kemudian duduk di samping putranya seraya memberikan gelas pada putranya. "Tadi Papa masih tidur, nanti kalau di bangunin tiba-tiba kepalanya sakit."

"Enggak akan sakit, tadi Mama udah bangunin Papa," ucapnya seraya mengusap lembut kepala Aldebaran.

"Kepalanya masih sering sakit, enggak?" tanya Elang menatap perban yang masih membungkus kepala putranya itu.

"Enggak, kok, pa."

"Pasti masih sering nyeri, ya? Jawabnya aja pakai kok," ucap Elang masih setia mengusap kepala Aldebaran. Aldebaran pun hanya diam, tidak menjawab sama sekali.

"Al, Papa mau tanya, deh. Tapi harus jawab jujur, enggak boleh bohong. Ini akan jadi rahasia laki-laki," ucap Elang yang kini menatap manik mata putranya. Tangannya yang tadi mengusap kepala Aldebaran kini sudah berpindah memegang pundak putranya itu.

"Mau tanya apa, Pa?" tanya Aldebaran dengan wajahnya sedikit gugup.

Entahlah, ia menjadi gugup hanya dengan melihat raut wajah Elang yang serius tidak seperti biasanya. "Janji dulu, kalau Al akan jawab jujur pertanyaan Papa," ucap Elang sambil mengulurkan kelingkingnya.

"Janji," jawab Aldebaran lalu menautkan kelingkingnya dengan kelingking Elang.

"Oke," jawab Elang semangat dan kini ia mengubah posisinya hingga duduk menyamping agar bisa memeluk bahu Aldebaran.

"Jadi, papa mau tanya. Al bahagia enggak Mama menikah dengan Papa?" tanya Elang yang menoleh ke arah Aldebaran.

"Bahagia Pa," jawab Aldebaran singkat.

"Serius, bahagia?"

"Iya," jawab Aldebaran seraya tersenyum.

Elang mendorong tubuh putranya seraya memegangi kedua bahu putranya supaya ia bisa melihat lebih jelas raut wajah putranya. Apakah ada kebohongan atau tidak dari jawaban putranya. "Seriusan, kamu bahagia? Kok, bisa. Padahal setahu Papa nih, ya. Selama Papa mengenal Mamamu, Mamamu itu hanya sibuk bekerja dan bekerja. Ada orang yang pernah deket sama dia, habis itu menghilang gitu aja enggak ada kabar. Dan kamu pasti belum di kenalkan ke mereka juga, kan?" tanya Elang penasaran.

Semenjak kejadian di rumah sakit tempo hari lalu, dimana anak dan ibu ini saling menangis. Elang ingin bertanya pada Aldebaran, kenapa ia ingin tinggal di panti. Pasti ada hal yang membuatnya ingin tinggal di panti. Apa karena ia tidak menyetujui pernikahan Mamanya dengan dirinya, tetapi ia tidak enak mengatakan kepada Mamanya jika ia tidak menyukai pernikahan ini. Ia mungkin takut jika Mamanya akan bersedih.

"Iya, Pa. Al beneran bahagia Mama menikah dengan Papa."

"Kalau Al bahagia, kenapa Al mau tinggal di panti?" tanya Elang serius dengan posisi yang masih sama.

"Al hanya ingin tingal di panti saja, kalau di panti Al ada teman untuk main, Pa," jawab Aldebaran menatap tepat ke manik mata Elang.

"Janji laki-laki, jujur aja sama Papa. Kenapa Al mau tinggal di Panti. Memangnya Al tega ninggalin Mama?"

"Kan, ada Papa."

"Iya memang ada Papa, tapi kan beda Al. Papa suami, sedangkan kamu kan anak. Iya, kali, papa jadi anak mamamu? Jadi, jujur sama Papa apa yang buat kamu ingin tinggal di panti. Janji deh papa, enggak akan bilang apa-apa ke mama," ucap Elang yang berusaha mendesak Aldebaran agar berkata jujur tetapi, dengan cara halus.

Aldebaran menatap Elang. Di dalam hatinya ia ragu, apa iya dia harus berkata jujur pada Elang. Pria di hadapannya ini memanglah baik, tetapi entah kenapa ia ragu untuk mengatakannya. Aldebaran menarik napasnya kemudian ia menghembuskan napasnya pelan sebelum akhirnya ia mengungkapkan isi hatinya.

"Al ingin di panti ka--" ucapan Aldebaran terhenti ketika pintu ruang rawatnya terbuka. Elang dan Aldebaran sama-sama menoleh ke arah pintu.

"Bang, masih belum siap-siap juga?" tanya Elita seraya berjalan ke arah sofa.

"Aku mau disini aja, ah. Males kerja, lagian kerjaanku hari ini enggak banyak. Kamu aja sana, kalau mau berangkat kerja. Kata kamu haru,profesional, kan, walau istri bos?" tanya Elang yang malah merebahkan tubuhnya di atas ranjang dan ia memeluk pinggang Aldebarana membuat Aldebaran terdiam.

Bagi Aldebaran ini sungguhlah aneh di saat Elang bersikap seperti ini. Elang begitu tiba-tiba hadir dalam hidupnya dan menjadi papanya. Belum ada hitungan bulan bahkan minggu, tapi sikap Elang padanya terasa begitu aneh menurutnya.

"Baik, pak," jawab Elita malas.

"Sarapan dulu pak, saya belikan bubur ayam."

"Aku masih mengantuk," ucap Elang yang semakin memeluk erat pinggang Aldebaran.

"Bobo lagi yok, gans. Biar mama sarapan sendiri aja, " ucap Elang.

Elita yang mendengar ucapan Elang hanya memutar malas bola matanya. "Nenek bilang nanti jam delapan'an mau ke sini," ucap Elita kemudian memakan buburnya.

"Haish, kenapa nenek kesini sih? enggak bisa tidur kalau ada Nenek," ucap Elang membalikkan tubuhnya menatap Elita. Elita tidak menjawab sama sekali, ia lebih menikmati sarapannya di bandingkan meladeni Elang.

"Ish, kebiasaan. Suami lagi ngomong di cuekin," kesal Elang kemudian membalikkan tubuhnya dan kembali memeluk pinggang Aldebaran.

Selesai sarapan Elita pergi kekantor tidak lupa berpamitan dengan anak dan suamianya. Elang benar-benar tidak bekerja. Setelah Elita keluar kini Elang kembali mendudukkan dirinya dan ia ingin melanjutkan obrolan dengan putranya.

Namun, baru juga ia akan membuka mulutnya pintu ruangan putranya kembali terbuka membuat Elanh mengumpar keaal dalam hati. Ternyata suster dan juga dokter datang untuk mengecek keadaan Aldebaran.

Dengan cepat Elang pun turun dari tempat tidur putranya. Ia pun sedikit mundur untuk memberikan ruang pada dokter yang memeriksa putranya. Selesai dokter memeriksa ke adaan Aldebaran Elang pun langsung bertanya pada dokter. "Bagaimana dok, keadaan putra saya?" tanyanya menatap dokter.

"Keadaan putra bapak semakin membaik. Kemungkinan besok atau lusa putra bapak sudah di ijinkan untuk pulang. Hanya mungkin, putra bapak akan menjalani terapi supaya bisa kembali berjalan."

"Oh, baik dok, terimakasih," jawab Elang seraya tersenyum.

Dokter pun pamit ke luar ruangan, Elang kembali duduk di sebalah putranya. "Gimana, seneng, kan? Besok atau lusa boleh pulang?"

"Iya, pa," jawab Aldebaran singkat.

"Oke, sekarang kita lanjut percakapan kita tadi. Jadi--" Elang kembali mengumpat kesal ketika pintu ruangan di buka kembali.

TBC...

YUHU... YUKS RAMAIKAN KOMENT LOVE N POWER STONENYA YA GUYS...

avataravatar
Next chapter