Bayangan itu melintas di mata ku. Tapi coba aku tepis, bergantikan desiran menyusup perlahan di dalam sini. Bahkan kehangatan yang Devan salurkan membuat ku benar benar menjadi pasir, aku hanyut dalam ciuman nya yang lembut, pelan dan tak menuntut. Suara jantung nya memompa berirama membuat ku merasakan semakin dalam terseret dalam jiwa nya.
Ia lalu mengurai bibir nya. Nafas nya masih bertahan di area kulit ku. Manik mata hitam seperti mutiara hitam ini melihat ku dengan lembut bukan sorotan tajam mengintimidasi seperti yang selalu ia tatap kearah ku. Ini tatapan nya bersahabat dan aku sangat suka bagian mata ini membuat ku candu berlama lama menatap nya.
Hidung ku lalu disapu nya dengan kecupan ringan dan kembali mencium bibir ku dagu dan leher.
Tangan nya kembali menyusup ke punggung ku perlahan namun dibalik sentuhan-sentuhan nya dan perlakuan lebih nya terbayang tangan ini yang memaksa ku kasar waktu itu. Dan lagi bayangan pemerkosaan itu terulang.
Seperti kembali berada di masa itu tubuh nya aku dorong, nafas ku naik turun dengan rasa takut yang sama.
Aku merambat naik menatap nya dengan kegelisahan, hingga beberapa detik aku sadar ini bukan waktu itu.
Kulihat ia dengan takut. Wajah nya tampak menyiratkan luka. Mata nya tak setajam kemarahan lapi ia terluka.
" Dev...
Aku merasa salah dan mengecewakan. Kuberanikan melawan rasa takut yang memudar. Aku memeluk tubuh nya dan air mata ini turun.
" Maaf.. Aku masih..
Kurasakan ia balas memeluk ku dan mencium pucuk kepala ku dengan lama memberikan ketenangan yang kembali menyusup.
" Kita akan coba konsultasi dengan Dokter psikolog.. Mengatasi traumatis mu Alena.. Kamu mau kan?
Ia melihat ku lagi dengan lembut.
Aku mengangguk dan kembali merengkuh nya dalam diam. Menutup mata mendengarkan suara jantung nya yang berirama cepat lalu melmbat, tarikan nafas nya dan hangat tubuh nya.
Seolah sulit beranjak aku nyaman dengan posisi ku seperti ini. Dan seperti seorang balita manja aku terus menempel di dadanya dengan egois. Kecemasan dan kehangatan ini menjadi satu. Kami hanya bisa sampai batas berciuman dan entah berapa banyak malam ini aku merasa dimanjakan dengan ciuman nya. Sampai aku tertidur lelap.
*
*
*
Pov Devan.
Malik, sekretaris baru ku memberitahukan kalau Jordan ingin menemui ku.
" Biarkan dia masuk" Sahut ku melalui interkom.
Dan beberapa selang pria itu masuk.
Hubungan ku sudah mulai membaik dengan Alena. Itu cukup membuat ku percaya diri tidak membuat keributan dengan Jordan.
Tangan ku sambil membaca laporan dan menandatangani nya. Ku rasakan ia sudah berdiri di depan ku.
Kulihat pria ini yang juga memberikan tatapan tak suka nya. Tapi ada yang sedikit berbeda dengan penampilan nya kulihat lengan nya di Balut dengan perban. Seperti nya ia sudah menjadi bandit untum kesekian kali.
Dan dia tidak datang sendiri. Ia bersama Sekretaris nya yang lebih tua dari nya atau pun aku dan sering menjadi wakil nya dalam menghadiri rapat dewan.
" Hasil rapat sudah sampai kan! Semua dana mu akan di ganti dalam waktu dekat! Kalau kesini untuk memprovoksi ku lebih baik urungkan.." Kata ku mencoba tenang.
Lalu kulihat pria separuh baya berbalut jas disebelah nya memberikan sebuah amplop cokleat.
Kop depan nya tertera nama pengadilan agama.
" Apa ini..?
" Baca lah.." Jawab nya terdengar tenang.
Ku ambil amplop itu dan membuka nya.
Rasa nya aku mau tertawa dan juga merasa marah.
Itu surat gugatan cerai mengatasnamakan Alena.
Kulempar surat itu dengan gusar. Rasanya darah ku naik karenanya.
" Bahkan kamu menyabotase tandatangan Alena? Aku pikir dia juga tidan tahu bagian ini bukan.."
Jordan tersenyum menyebalkan disana " Itu hanya salinan, aku rasa cepat atau lambat ia juga akan memberikan yang asli padamu"
Gerah dan panas itu yang kurasakan.
Dasi ini ku longgarkan.
" Pengorbanan mu cukup banyak juga ya! Mehabiskan materi untuk mengambil posisi ku disini! Mengatur perceraian kami"
Kulihat pria ini dengan berusaha setenang mungkin walau ingin sekali ku jadikan ia samsak tinju.
Kusandarkan punggung ku dengan santai.
" Tapi sayang, bahkan Alena tidak menggubris mu..
Bisa kulihat wajah nya menggelap disana.
" Dia pasti suka kalau melihat ini"
Lagi pria sebelah nya memberikan sebuah foto di meja ku dan sebuah rekaman video dengan latar pria yang rasanya aku kenal.
Dia penjahat yang waktu itu nyaris memperkosa Alena sebelum aku menggantikan nya.
" Kenal dia kan!!!
Itu video saksi nya dengan pengakuan nya.
Dan ini...
Kembali pria tadi memberikan foto penggalan video yang sempat merekam pemerkosaan yang aku perbuat.
Darah ku mendesir hebat. Bahkan rasanya semua foto dan bukti itu mau aku hancurkan. Tapi aku mencoba mengendalikan bertahan sebentar lagi.
" Apa hanya itu?" Tanya ku mencoba santai.
" Kamu tau ini kan..
" Ya.. Terus kenapa? Apa kamu pikir dia tidak tau?" Tanya ku balik menyunggingkan senyum terbaik ku.
Kulihat ia agak terkejut mendengar nya.
" Dia sudah ingat semua nya dan kamu lihat dia baik baik saja.. Jadi sampah ini tak ada guna nya untuk mengancam ku"
Ku Ambil salah satu dan melempar kamera ke lantai sampai pecah. Nafas ku naik turun.
" Kalau dia menerima masa lalu nya. Tapi bagaimana dengan ini"
Kulihat wajah menjijikan Jordan yang tersenyum bangga.
Lalu pria tua itu kembali memberikan sebuah foto. Membuat ku ingin tertawa, tertawa dalam kegilaan pria ini yang ingin sekali merebut Alena.
" Bagaimana.. Aku rasa Alena bukan tipe yang terus di tipu.
Pilih saja. Perusahaan atau foto itu sampai di tangan nya..
Kata nya sukses membuat ku ingin ingin melayangkan tinju ke wajah nya.
"B*engsek"
Teriak ku meninju kaca meja ku dengan keras. Nafas ku naik turun.
*
*
*
Pov Alena
Nita mengedarkan mata ke sekeliling rumah saat ia masuk. Tampak jelas decak kagum nya terpatri di wajah nya. Aku sengaja meminta nya ke rumah sekedar untuk mengerjai nya karena kata Susan ia masih takut dengan ku.
" Aku bikin kue browis rasa pandan.. Cicipi yuk.."
Ajak ku langsung membawanya ke dapur yang langsung terhubung ke meja makan. Ku tempatkan ia di salah satu kursi.
" Tunggu sebentar..
Aku memakai sarung dan membuka oven. Mengeluarkan kue browis bakar disana.
Aroma pandan langsung menguar.
Kue persegi itu aku pindah ke dalam piring oval dan menyajikan nya ke depan Nita. Memotong beberapa bagian dan memberikan porsi untuk Nita.
Anak ini mingkem seperti anak baru yang baru ketemu kepala sekolah.
" Minum?
" Air biasa aja" Jawab nya membuat ku makin pangling.
Aku membuka kulkas dan mengeluarkan sebotol besar cola cola, lalu meletakkan dua gelas kosong.
" Biar aku saja. Ga papa kok" Kata anak ini dengan ajaib mengambil botol itu dan menuangkan ke gelas kami berdua.
" Bagaimana. Enak ga?" Tanya ku setelah ia mencici kue bikinan ku.
" Hmm iya. Enak." Jawab nya masih radar sopan.
Aku berdecak gemas melihat nya. Sungguh tak menyenangkan Nita berubah jaim begini.
" Oh ya. Kata nya Nuri di pecat ya?
Nita yang sedang menikmati kue ku mendadak melotot lebar, selebar piring.
" Dia ngatain aku apa sih?"
Mata Nita ke kanan ke kiri. Wajah gugup nya tercetak jelas.
" Dia bilang kamu.. P*lacur"
Wajah ku pura pura syok.
What.. Dia bilang aku apa...!!! Uuggh dia memang pantas di keluarkan dari perusahaan. Dia menjelekkan Ibu Direktur??
Kupukul pukul meja denfan geram. Di seberang ku semakin memutih wajah nya.
" Kurang ajar sekali dia mengatai aku seperti itu! Siapa pun yang menjelekkan ku harus dapat ganjaran yang setimpal! Benar kan" Pekik ku dengan suara berkobar.
Nita mengangguk dan beberapa detik kemudian tangis nya pecah.
Aku sampai tidak percaya Nita menangis. Bahkan kencang sekali. Bisa dibayangkan kalau dalam komik doraemon tangis nya seperti air terjun di kedua sisi.
" Alenaaaaa aku salaaaah jangan pecat aku... Adik ku ada 4 masih sekolah..., mama ku cuman jualan ayam bapak ku kerja di pelabuhan. Huaaaaaa
Tangis Nita makin kencang dan menjadi jadi.
Ku ambil ponsel yang aku sembunyikan di dekat gelas.
" Yeeeee kena praaank....."
Teriak ku heboh terus menyoroti nya dengan kamera.
Nita yang melihat masih sesegukan, muka nya cemberut tapi wajah sedih nya berubah jadi wajah kesal.
Cup cup cup..
Bercanda... Nita.. Kocak banged liat lu nangis kayak tadi.
Tawa ku pecah dan Nita langsung ku peluk sayang sayang walau ia misuh misuh mau menjambak.
" Rudy kalau aku kirimin ini respon nya apa yaaa....
Mendengar itu Nita langsung histeris dan berusaha merebut ponsel ku. Sampai kami malah kejar kejaran dan alhasil sungguh menggelikan.
Nita kecebur di kolam ikan belakang.
Tawa ku tak terbendung lagi. Sampai perut ini mules.
Setelah nya. Ia mandi dan mengganti pakaian. Beruntung badan mungil nya masih muat dengan ukuran ku.
Dan aktivitas kami setelah nya membuat makan malam. Dia membantu ku di dapur.
" Kamu tu gila ya Len! Punya Pak Devan malah bikin skandal sama Ob. Beruntung Ob nya cuman tiruan. Kalau ga.. Kasian dia bakal di pecat Pak Devan"
Celetuk Nita yang sibuk memarut wartel.
Aku hanya terkekeh. Nita memang ga semua nya tau. Ia cuman tau aku istri atasan kami.
" Tapi kelihatan nya Pak Devan ga tau skandal kalian kan! Eh tunggu apa jangan jangan itu yang berita nya kamu seret J keluar dengan wajah dia memar memar? Isu nya kan kalian ke ruangan Pak Devan..
Aku berbalik menghadap kerah nya melepas opron yang aku pakai.
" Kamu tanya Susan aja ya Nit! Banyak hal yang ga kamu tau! Aku cuman ga mau bahas masalah itu lagi jadi kita ganti topic ya...
Nita terkejut dan mengangguk mengerti.
Obrolan kami beralih ke topic lain sampai. Serasa cukup dan terdengar suara orang datang di luar.
" Tunggu.. " Kata ku sembari merapikan pakaian yang agak kusut.
Aku keluar dan disana ada Rudy juga Devan yang baru datang.
Kebetulan sekali ada Rudy! Didalam ada Nita. Sekalian saja mereka aku godain.
Rudy mengangguk sekedar memberi salam. Berbeda dengan Devan yang nampak muram.
" Rud.. Belum makan malam kan?"
" Hmm belum nyonya"
" Ikut makan yuk.. , ada Nita juga. Mereka boleh gabung kan?" Tanya ku menengok kearah Devan yang terkejut dengan keberadaan ku disana.
Ia mengangguk kaku.
Dan sekarang di seberang ku ada 3 manusia kaku dengan berbagai versi.
Devan sih jangan ditanya wajah nya sudah seperti pecahan es kalau bertemu orang luar. Tapi malam ini ia memang bungkam saja.
Ke-2 Rudy! Rudy nampak canggung dengan keberadaan aku juga Nita atau tuan nya sendiri.
Ia makan dengan tangan patah patah.
Dan terakhir tentu Nita.
Wajah nya melemas kearah ku memberikan sinyal ketidakberdayaan nya. Bukan pada Rudy tapi Devan. Aura Devan yang mengintimidasu membuat gadis ini seperti cacing yang takut kena paparan matahari.
Benar benar tidak mengasikan.
Obrolan ku terasa garing.
" Nit, di luar kayak nya gerimis, kamu mau nginep?"
" Hmm gaa gaa len. Ga aku bawa jas ujan kog" Jawab nya lugas.
" Tapi nanti hujan nya lebarmt gimana? Motor nya tinggal disini aja. Biar naik ojol! Eh tapi malam begini rafa bahaya kalau kamu sendirian..." Ku lirik kearah Rudy sambil di bawah senggol senggol ke kaki nya.
Tapi yang merespon malah Devan. Ia menengok ke bawah meja.
Salah sasaran. Untung dia cuman diam saja.
Rudy ku beri sinyal dengan pelototan.
" Biar aku yang antar" Kata nya cepat merespon.
Aku tersenyum simpul. Memberikan penghargaan pada Rudy.
Nita sendiri tampak memerah disana, tersipu sipu malu. Malu malu meong.
Selesai mengantar kan Nita masuk ke mobil yang di kemudikan Rudy. Aku seger masuk ke dalam kamar.
Kulihat kamar kosong, terdengar suara air di kamar mandi.
Aku mencuci muka sebentar di wastafel.
Ponsel ku berbunyi dengan cepat ku keringkan muka dengan handuk dan menggapai Hp ku.
Ada nama Susan di sana.
Aki segera mengangkat nya.
" Ya sus..
" Len..
Susan tampak ragu. Suara nya mengambang di udara.
" Ya Sus kenapa?
Aku merasa cemas kalau kalau Susan kenapa kenapa.
" Aku di rumah sakit?
Spontan aku melompat kaget.
" Rumah sakit? Kamu kenapa??
" Bukan! Bukan aku.. " Sela nya gugup.
Ada kelegaan disana.
" Tadi di rumah sakit tapi ini aku di apartemen Jordan?"
Hah kok bisa??
Susan kembali ragu. " Eric di panggil kesana buat luka tembak Jordan. Tadi aku dirumah sakit nunggu dia terus tiba tiba dia buru buru dan membawa ku ke sini. Dan setelah ku lihat pasien Eric itu Jordan.
Jordan terluka. Dan kena tembak??
Cemas dan khawatir menjadi satu.
" Terus bagaimna dia?" Tanya ku kemudian. Kurasakan kuku menancap di tangan ku. Aku cemas
" Masih belum selesai Len, maka nya aku hubungi kamu aku pikir dia ada duel dengan Devan..
" Aku ga tau Sus..
Kulihat Devan keluar dari kamar mandi. Rambut nya setengah basah. Dan lagi ia hanya melilitkan pinggang nya dengan handuk.
" Thanks info nya Sus. Nanti kabari di chat aja ya.."
Aku segera memutuskan telepon.
Kulihat Devan di sana yang mengenakan piyama nya.
Aku ragu apa aku tanyakan sama dia?
Apa dia terlibat dengan luka tembak Jordan.
Devan naik ke sebelah ku, menoleh ku dengan bingung.
" Ada apa?"
Tanya tampak tegang.
Kulihat wajah nya lagi.
Devan memang punya kemampuan buat melukai Jordan. Terlebih ancaman nya sebelum nya, tapi aku rasa aku tidak ada membandel dari kemaren. Apa Devan pelaku nya?
Aku menggeleng lalu menyandarkan kepala ku ke bahu nya.
Menyebut nama Jordan hanya akan membuat suasana kami buruk lagi, alhasil aku memendam nya saja.
*
*
*
Aku berada di tempat yang asing, sekeliling aku seperti sebuah rumah besar dengan bernuansa senja dan aksen eropa kuno terukir diseptiap sudut lorong ini. Aku berjalan lurus sambil melihat beberapa. Lukisan lukisan gaya eropa yang kental, ini seperti masuk kedalam negeri dongeng.
Lalu dari sebuah pintu terlihat seseorang pria bertubuh tinggi. Rambut nya keemasan. Berkumis tebal sekitar berusia 50 lebihan. Ia mengenakan vest formal yang membungkus tubuh nya. Pria itu terlihat murung, mengusap sudut mata nya dan berjalan lurus kearah ku. Rautnya tampak sekali sedang sedih, kami berpapasan. Karena penasaran aku masuk ke kamar itu mendorong handle yang berukir berwarna tembaga ini.
Kamar luas dengan aksen eropa modern! Dan hembusan Ac yang sangat dingin serasa menusuk kulit ku. Kuedarkan pandang, disana perlengkapan lengkap dan banyak fasilitas modern lainnya, aku masuk dengan was was,takut akan ketahuan menyelinap masuk, di sudut kulihat ada bola basket, bola itu mengingat kan ku dengan seseorang.
Aku pun mendekat memegang bola itu. Ada ukiran nama di sana. Bibir ku menyebik mengenali tandatangan ku sendiri. Mata ku beralih ke samping, disana tangan ku mengulur mengambil figura foti berurukuran 20 cm. Ada foti aku dengan Jordan. Lelaki itu mengenakan kostum basket dengan bola yang sama di meja ini dan aku, rasanya mau tertawa saja melihat gaya ku disana yang ala ala rocker, kuletakkan kembali foto itu beralih ke foto sebelah nya. Foto aku dengan Jordan lagi. Sebuah ayunan dengan tema garden small. Aku duduk di atas ayunan itu dengan gaun oeach dan ada bunga bunga melingkari kepala ku, aku tersipu saat lelaki dalam foto itu menyematkan cincin di jari ku. Bahkan moment itu aku tak bisa mengingat nya. Dan kami terlihat bahagia.
Bip bip bip
Ada suara bip bip samar samar terdengar, kuletakkan kembali foto itu ke asal nya, mencari asal suara itu. Hingga kutemukan sebuah ranjang dengan ada seseorang berbaring disana. Banyak perlengkapan ditubuh nya.
Sebelum aku maju, kumantapkan diri untuk melihat siapa disana. Rasanya aku takut kalau melihat sesuatu yang membuat ku kembali down!!
Setelah beberapa kali tarikan nafas ku aku maju perlahan.
Kulihat alat oksigen yang menusuk hidung nya dan selang lain dalam mulut nya.
Langkahan kaki ku semakin terasa berat saat menyakini siapa itu.
Dia Jordan.. Pemilik kamar ini.
Kulihat bagaimana selang-selang ini itu menusuk ditubuh nya. Di dadanya tangan nya di hidung juga mulut. Kulit nya sepucat kapas, terlihat sekali Jordan seperti mayat hidup disana. Dada ku terasa sakit melihat Jordan seperti itu. Suara Bip Bip dari benda persegi itu bergerak seperti zig zag kemudian lurus dan bergerak naik turun lagi, dan jantung ini seolah mengikuti nya.
" Kenapa aku ada disini... Apa kamu.. Mau melihat dia Dev tanya ku pada jantung ini. Ku sentuh dada ku. Jantung ini berdetak beririrama.. Atau aku.. Yang memamg menginginkan nya..."
Kutelusuri wajah Jordan disana dengan mataku. " Apa kamu kesepian...
Tangan ku menyentuh tangan nya. Kulitnya terasa sangat dingin. Seolah tangan nya terbuat dari es. Tangan itu pelan pelan terasa panas karena suhu tubuh ku yang menyerap. Ku angkat jari jari nya dan mengusap ke permukaan pipi ku. Air mata ku jatuh. Selama tiga tahun dia hanya berbaring di tempat ini tentu dia sangat kesepian. Kulihat lagi wajah Jordan yang memutih, hanya warna merah pudar di kulit bibirnya samar samar terlihat oleh alat yang masuk kedalam rongganya. Dia terlihat seperti pangeran tidur dalam negeri dongeng.
Dan mata ku menangkap ada air yang jatuh dari mata nya yang tertutup. Itu airmata. Apa Jordan menangis.
Lalu jarinya seperti bergerak, ku perhatikan lebih dalam lagi, benar.. Jari nya bergerak bukan hanya sekali tapi beberapa kali.
Jordan...
Aku memekik kaget. Menutup mulut ku dengan nafas beradu. Dan saat itu aku lihat mata nya perlahan lahan terbuka. Pandangannya kosong. Namun beberapa detik kemudian mata nya seperti bergerak. Melihat kearah mata ku, mengedip sekali.
Deg
Jordan ..
Lalu semua sekeliling ku lenyap dan nafas ku terengah aku terbangun dari mimpi itu. Mimpi yang membawa ku ke suatu firasat.
Aku mencemaskan Jordan sampai mimpi itu muncul terlebih banyak kenangan yang muncul. Bahkan aku baru ingat dia pernah memberi ku dulu cincin.
Kurasakan tangan besar melilit ku.
Devan tertidur disana, suara dengkuran nya teratur.
Perlahan ku tepikan tangan nya. Aku turun dari sana menuju keluar kamar.
Aku perlu menjernihkan sebentar kepala ku.