82 Dia pergi selamanya

"Riqky !!! Kamu akhirnya sadar ?. Setelah membuat ku menangis ? Apa ini yang kamu bilang sayang ? Kamu tahu aku sangat mengkuatirkan mu !"

Riqky hanya membalas semua ocehan Ivanka dengan senyum.

"Qq, dengarkan aku. Jangan pernah lakukan ini lagi, atau aku akan memusuhimu selamanya. Tidak usah berangkat ke Cina lagi. Tetaplah di samping ku. Kita jadi partner terhebat saja."

"Iguana ku...

Aku tidak akan pergi ke Cina, tapi aku juga tidak bisa menjadi partner mu lagi. Mulai sekarang jagalah dirimu dengan baik. Lakukan apapun yang ingin kamu lakukan. Kita tidak tahu kapan umur kita di bumi ini habis. Seperti halnya aku...

Tapi aku tidak menyesal karena di umurku yang pendek dan singkat. Yang Maha Kuasa memberi ku kesempatan untuk dekat denganmu. Selama beberapa bulan terakhir ini aku sangat bahagia."

"Qq...jangan bicara yang aneh. Umur pendek apa. Lihatlah keadaan mu sekarang. Kamu baik-baik saja, bahkan semua luka mu juga hi..lang..."

Ucapan Ivanka mendadak mengambang di angin. Dia baru menyadari ada yang aneh dengan Riqky. Bagaimana mungkin secara tiba-tiba Qq terlihat sangat baik.

Qq tersenyum padanya dengan lembut

"Iguana ku...

Seperti nya waktu ku sudah habis. Aku harus pergi. Terima kasih buat semua nya..."

Ivanka melihat Riqky mulai semakin menjauh

"Qq tunggu!!!"

Ivanka tersadar dari tidur panjang nya. Dia tidak sadar diri selama dua malam.

"Yank...

Gimana keadaan mu ?"

"Ryan ..."

Ivanka melihat sekeliling, dia menyadari dirinya saat ini ada di salah satu kamar rumah sakit. Ada Ryan dan juga Ferry, Tonny dan Budi para sahabatnya.

Mereka terlihat sangat mengkuatirkan Ivanka.

"Riqky... Bagaimana dengan Riqky?"

"Kemarin dia telah di makamkan. Dia sudah beristirahat dengan tenang sekarang. Kamu harus merelakan nya Ivanka." ucap Budi.

"Maaf, aku butuh waktu sendiri. Kalian semua Silakan pulang dan beristirahat lah. Kalian pasti sangat cape. Terima kasih buat semuanya. "

"Baiklah.. tapi telepon lah kami jika ada apa2. Kami hanya akan di luar pintu ini." ucap Tonny

"Hmmm..."

Melihat semua pergi, Ivanka meneteskan airmatanya lagi, hanya tanpa suara.

Dia menangis...

Dia masih belum bisa merelakan Riqky.

Tanpa suara hanya airmata nya yang mewakili kesedihan nya yang terdalam.

Di luar Ryan merasa cemas. Tapi dia mengerti saat ini Ivanka butuh waktu sendiri buat menenangkan diri.

"Apa yang akan terjadi dengan Ivanka. Dia sangat terpukul. Ku rasa Ivanka mempunyai perasaan khusus untuk Riqky. Kalian juga melihat bagaimana keadaan nya kan?" ucap Budi tanpa menyadari kalau Ryan ada di situ.

Tonny : "Apa yang kamu bicara kan. Kita semua tahu Ivanka, anaknya peduli pada orang lain." Ucapnya untuk mencairkan suasana yang tegang dan tidak nyaman untuk Ryan.

Ferry : "Ia, berilah dia waktu. Saat ini dia butuh dukungan dari orang-orang terdekatnya. Ryan ku harap kamu bisa memakluminya."

Ryan : "Ia aku tahu... Aku akan keluar sebentar. Aku hanya mau merokok."

Ryan pergi tanpa menunggu jawaban dari mereka bertiga.

Melihat Ryan sudah jauh Ferry bersuara

"Ku rasa bukan cuma Ivanka yang perlu menenangkan diri."

"Benar Ryan juga harus menata hatinya. Dia pasti bisa merasakan juga kalau Ivanka kita terlalu peduli pada Riqky." ucap Budi

"Masih beruntung dia tidak melihat keadaan

Ivanka tiga hari yang lalu. Dia baru tiba dan melihat Ivanka sadar tapi yang di dengarnya teriakan Qq dari mulut kekasih nya itu." ucap Tonny

Ferry : "Menurut kalian apa mereka akan putus?"

Budi : "Entahlah tapi kalau Ryan yang membuat Ivanka menangis aku akan menghajarnya."

avataravatar
Next chapter