webnovel

Kafe.

"Wah, enak juga tempatnya, Git."

Duh, dia jadi ikutan.

Awalnya aku kepikiran buat makan sendirian di tempat sunyi, biar terasa lebih pede untuk mengeluarkan laptop dan duduk semalam suntuk…

"Kenapa, Git? Mukanya kok bete, gitu?"

"Nggak, nggak apa-apa."

…sampai aku kepergok Olive melihat-lihat lokasi 24 jam. 'wah, ikut dong! Di sini cakep, deh!' katanya waktu itu. Makanya kita langsung terjebak di tempat terpencil jauh di selatan kota ini.

"Atas nama 'Kapan Jadian'! Kakak 'Kapan Jadian'!" panggilan kasir sumpah bikin malu. Hanya isengnya Olive yang bisa melampaui keisengan Mel.

"Yey, udah nyampe! Iya, sini!" jawab Olive.

"Oke, kak!" kasir tersebut mengantar dua piring mi goreng instan, yang sama sekali nggak mirip versi dapur sendiri itu. Ia tersenyum sumringah kepada Olive, "Mie Goreng Kremes Beneran buat dua orang ya, kak. 'Kapan Jadian' kan, ya?" duh, pakai acara diulang.

"Iya, bener kok 'Kapan Jadian'," balas Olive lagi. Fakta nggak penting: wajahnya masih mirip foto di nametag yang umurnya sudah berapa lama itu.

"Oke, enjoy, kak!" dan kasir itu pun kembali ke mejanya, disambut dengan cekakak-cekikik pelayan yang lain.

Laptop di dalam tas itu belum kunjung kukeluarkan. Nggak enak dengan berbagai pasang mata yang memandang sosok di depanku ini. "…sengaja ya?" tanyaku sinis.

"Oh iya, dong," iya tersenyum kecil. Kerlingan matanya bangga entah memenangkan apa. "Kamu sih, udah dibilang santai aja malah bandel mau kerja di luar."

"…"

"Udah, makan dulu cepet. Mi instan cepet gemuknya, lho," kata perempuan yang baru saja ngomel naik sekilo itu seraya menjepit makanannya dengan sumpit.

"Ugh, ya udah," aku pun menyerah terus ikut melalui dua menit senyap itu dengan beberapa seruputan sampai habis. Toh, mi yang dimasak hanya sebungkus saja.

Nah, udah beres. Es teh manis bonus refill yang disajikan duluan tadi masih belum tersentuh, meskipun esnya sudah agak meleleh sedikit.

"Duh, juara banget," Olive mengelap mulutnya yang sedikit berbekas kecap barusan.

"Mau pulang duluan? Aku masih di sini, sih…" tanpa buang-buang waktu, aku langsung menuju ransel yang sudah siap di kaki meja…

…sampai tangan Olive tahu-tahu menghentikanku untuk membuka ritsleting tas.

"Eh, bentar," tatap Olive langsung ke mataku, sebelum lagi-lagi ia terkekeh, "anterin aku dulu ke apartemen. Kita kerjain aja di sana."

"Yah, tapi kan…"

"Kerjain. Di sana. Aja. Git."

"…"

"Seriusan deh, kamu butuh promosi jabatan di kamar, tahu nggak sih?" Olive duduk tegak lebih dulu, dan menyilangkan kakinya hingga seintip rok mini hitam itu sedikit menyingkap sesuatu. Dan itu…

…Tampaknya aku tidak bakal memesan isi ulang teh manis beberapa menit lagi.

Next chapter