webnovel

Enggak lagi ada harganya

"Dya!" Langkah Adri yang hendak mengejar Dya terhenti karena kembarannya itu sudah lebih dulu membanting pintu kamar tepat di hadapannya. Adri mencoba memaksa masuk, sayangnya Dya ternyata mengunci kamarnya.

"Dya! Buka dulu, kita harus bicara." Adri mengetuk pintu kamar kembarannya dengan cepat, hal tersebut menimbulkan keributan yang akhirnya menyebabkan Sadam keluar dari ruang kerjanya.

"Ada apa Di?"

"Yah.."

"Kenapa kamu ketuk pintu kamar Dya sampe segitunya?" Adri langsung gugup, tapi laki-laki itu memutuskan untuk memberi tahu ayahnya.

"Dya pulang yah.."

"Loh, ayah kira malem dia baru nyampe." Ucap Sadam setengan mengernyit.

"Itu dia, tiba-tiba aja Dya pulang pake taksi. Barang-barangnya enggak ada, Nurdin yang manggil Adri untuk bayarin ongkos taksi Dya." Sadam mulai merasakan ada sesuatu yang tidak beres.

"Terus.."

"Terus?" desan Sadam tidak sabaran.

"Terus Dya pulang dengan keadaan yang enggak baik yah. Dia berantakan dan pake jaket yang belum pernah Adri liat sebelumnya." Sadam mulai khawatir, laki-laki paruh baya itu berdiri di samping Adri dan mulai memanggil nama putrinya dengan tidak sabaran.

"Dya, buka pintunya." Tidak ada jawaban.

"Ambil kunci cadangannya." Pelayan langsung bergegas mencari apa yang tuan mereka minta, Dewi memperhatikan semua keributan itu dengan tubuh gemetar. Perempuan itu takut ada hal buruk yang terajadi kepada putrinya.

"Enggak bisa yah, Dya enggak nyabut kuncinya."

"Mas.." Sadam membelai pergelangan tangan istrinya, mencoba menenangkan.

"Ambil linggis, kita dobrak."Pelayan kembali berlari mencari alat yang di butuhkan oleh tuannya, sedangkan Adri memegangi tubuh bundanya yang lemas.

"Mana linggisnya!" Teriak Sadam kencang, perasaannya mulai tidak enak karena Dya bahkan sama sekali tidak membuka pintunya mesti tau kamarnya akan di dobrak.

"Linggis!"

"I..ini tuan.. ini linggisnya." Sadam langsung mencongkel pintu kamar putrinya, begitu pintu terbuka mereka tidak bisa menemukan Dya di ranjangnya.

"Dya.." Dewi berseru kencang, Adri langsung bergerak mendekati kamar mandi begitu mendengar suara keran samar-samar.

"Dya?"Tidak ada jawaban, laki-laki itu melirik Sadam seolah meminta izin.

"Kalau lo enggak buka, gue dobrak ya."Masih tidak ada jawaban, Adri melirik ayahnya sekali lagi. Begitu Sadam mengangguk Adri langsung mencongkel pintu kamar mandi yang ternyata juga di kunci dari dalam.

"Astaga!"Dewi langsung terduduk, tubuhnya meluruh sedangkan Sadam terpaku.

"Dya!" Adri menjadi satu-satunya yang yang bisa berfikir logis, laki-laki itu berlari meraih tubuh Dya yang lemah kedalam pelukannya. Tangannya menggenggam pergelangan tangan Dya yang robek.

"Rumah sakit.."Ucap Sadam dengan lirih.

"Siapin mobil! Kita kerumah sakit sekarang!" Laki-laki paruh baya itu ikut masuk ke kamar mandi dan langsung meraih tubuh putrinya.

"Dya.. denger ayah nak.. kamu harus bertahan.."

"Dya…" Adri membantu bundanya untuk berdiri, baru beberapa langkah ibunya itu sudah limbung dan tidak sadarkan diri.

"Panggil dokter!"Jerit Adri kencang.

"Panggil dokter keluarga, minta dia datang ke sini sekarang!"

***

Dya sudah mendapatkan perawatan untuk lukanya, perempuan itu nyaris tidak selamat jika terlambat sedikit saja. Kenyataan tersebut membuat Sadam berang, laki-laki itu langsung menghubungi Dewanata untuk mencoba mencari tau apa yang sudah di perbuat Arjuna kepada putrinya.

"Aku udah minta Arjuna untuk langsung ke sini." Sadam sama sekali tidak merespon.

"Dam, kita tunggu penjelasan Juna dulu ya. Aku pastikan Juna akan bertanggung jawab kalau memang dia salah."

"Kalau kamu bilang?!" Sadam langsung berdiri dari duduknya.

"Bukti-bukti yang ada jelas nunjukin kalau Dya baru aja menerima pelecehan seksual!" Dewanata berusaha menenangkan temannya.

"Aku tau, tapi bisa aja kan kalau bukan Juna yang-"

'bugh'

Sadam tidak tahan lagi, laki-laki itu melayangkan beberapa pukulan untuk temannya yang benar-benar kurang ajar.

"Maksud kamu ada orang lain yang menodai putriku?!"

"Kita enggak tau apa yang sebenarnya terjadi Dam, karena itu kita tunggu Juna dan dengerin penjelasannya." Tepat setelah Dewanata menyelesaikan ucapannya, Juna datang dengan di ikuti oleh Medda.

"Om, gimana Dya?"

'bugh'

"Dam!" Dewanata langsung memasang badan, sedangkan Arjuna yang jatuh tersungkur memegangi sudut bibirnya yang sobek.

"Apa yang kamu lakukan kepada putri saya?!"

"Saya enggak paham maksud om Sadam apa."

"Jangan ngeles kamu! Dya pamit untuk liburan bareng kamu dan pelayan pribadi kamu itu. Begitu pulang begini keadaannya!"Jerit Sadam murka.

"Saya bener-bener enggak tau apa-apa! Dya pulang duluan pagi tadi."

"I… iya tuan, saya saksinya. Non Medda memang pergi duluan pagi tadi dengan taksi." Bela Medda dengan takut-takut.

"Dam, kita obrolin baik-baik sebentar. Oke?" Sadam menyugar rambutnya frustasi, air matanya tidak lagi terbendung.

"Saya enggak tau kalau pulang-pulang Dya justru mencoba melakukan upaya bunuh diri."

"Dya bukan cuma sekedar melakukan usaha bunuh diri Juna…"

"Maksudnya?"

"Dokter yang meriksa Dya bilang kalau… anak itu baru aja di lecehkan." Arjuna menangkap tubuh Medda yang nyaris jatuh, setelah membantu perempuan itu untuk duduk Arjuna langsung meminta penjelasan dari ayahnya.

"Maksud papa?"

"Dya baru aja di lecehkan seseorang Juna.. karena itu dia mencoba bunuh diri." wajah Arjuna mengkerut, ia tau apa arti tatapan mata Dewanata untuknya.

"Bukan Juna!" Laki-laki itu kali ini menatap Sadam yang masih terisak.

"Demi tuhan, om. Bukan saya!"

"Sudah.. sudah.. papa percaya." Dewanata menarik tubuh anaknya untuk menjauhi Sadam.

"Sekarang lebih baik kamu pulang, kamu langsung ke sini habis dari villa kan?" Arjuna mengabaikan ayahnya, laki-laki itu masih menatap Sadam yang jelas sangat terpukul sekarang.

"Saya.. minta maaf om. Saya yang ajak Dya untuk liburan bareng ke villa, seharusnya saja bisa jaga dia dan enggak ngebiarin Dya pulang sendirian tadi pagi."Arjuna membungkukan badan.

"Maaf om, saya benar-benar menyesal." Dewanata menghela napas, tidak ada yang bisa ia lakukan sekarang selain mendukung temannya.

"Kami akan bantu Dya menemukan pelakunya Dam, kami akan pastikan laki-laki kurang ajar itu mendapatkan ganjaran yang setimpal."ucap Dewanata sembari menepuk bahu temannya yang masih terisak.

***

"Baru pulang yudis?" Briani menyambut putranya yang baru saja memasuki ruang keluarga.

"Mama mau kemana?" tanya Yudistira keheranan, tidak biasanya ibunya tampil serapi itu di malam hari.

"Mau kerumah sakit."

"Mama sakit?" laki-laki itu langsung merasa khawatir.

"Oh, enggak. Bukan mama, tapi Dya." Yudistira yang sebelumnya mendesah lega kembali memasang gestur siaga.

"Dya?"

"He'em, dia di rumah sakit sekarang. Mama mau nyususlin papa kamu kesana, sekalian jenguk."Briani menggelengkan kepala dengan iba.

"Oh iya, kan kalian liburan bareng tadi. Kamu liat ada orang lain selain kalian yang aneh-aneh sama Dya enggak Dis?"

"Aneh-aneh gimana maksudnya?" tanya Yudistira sedikit gugup.

"Dya itu baru selamet dari upaya bunuh diri, dokter bilang bisa jadi anak itu terpukul karena kejadian yang baru aja di alamain."

"Kejadian?"

"Pelecehan seksual, anak itu baru aja di lecehkan seseorang. Papa kamu sama ayahnya Dya lagi berusaha untuk menemukan orang itu sekarang." Yudistira menelan ludahnya dengan susah payah.

"Yah seenggaknya Dya enggak akan menikah dengan Juna kalau begini." Briani menepuk bahu putranya pelan.

"Kamu juga enggak perlu berusaha melakukan pendekatan ke anak itu lagi Dis, dia.. udah enggak ada harganya lagi." Briani tersenyum simpul ketika melanjutkan kalimatnya.

"Mama akan atur perjodohan lain untuk kamu, walau enggak sebanyak Dya dia punya sepuluh persen sahamnya Wardana. Jadi seenggaknya kamu masih bisa dapet sedikit bagian dari Wardana."