"Kak Belva, Kenapa hobi banget sih, membuat hatiku berdebar?" Tania, Si Gadis polos itu selalu mengungkapkan apa yang dirasakannya tanpa memfilter.
Mendengar ungkapan Tania, Belva segera menjauhkan wajahnya. Niat hati ingin menggoda Tania, tetapi justru malah dirinya yang ikut deg-degan.
"Ih, gitu aja lebay. Ayo pulang sekarang." Belva segera menegakkan tubuhnya, lalu dia segera berjalan dan keluar kelas. Berusaha menutupi jantungnya yang berdetak dengan begitu cepat.
'Tidak. Jantungku Ini pasti lagi error. Bagaimana bisa di berdetak begitu kencang ketika aku dekat dengan Tania. Pacarku itu Cantika, gadis cantik, pintar, dan lemah lembut. Tidak mungkin aku memiliki rasa yang berbeda sama gadis bar-bar yang urat malunya putus seperti dia. Nggak mungkin.'
Belva berbicara dalam hati sambil menekan dadanya dengan tangan kanan. Dia tidak mau detak jantungnya kian tak beraturan.
"Kak Belva, tunggu! Kenapa harus buru-buru banget sih!" Tania berusaha untuk mempercepat langkahnya.
"Kak Belva kenapa tiba-tiba buru-buru banget begitu sih kak?"
Rambut kuncir kuda Tania ikut bergoyang-goyang saking cepatnya Tania melangkah. Akhirnya Tania bisa berjalan sejajar dengan Belva.
"Kak Belva, kakak belum menyelesaikan ucapan Kak Belva tadi. Katanya Kak Belva mau membantuku, asal apa kak?"
Tania tetap bertanya seiring kakinya terus melangkah menuju ke tempat parkir.
"Rambutan, tolong jangan berisik dulu!"
Saat itu, handphone Belva berdering. Ternyata mamanya sedang video call, Belva segera mengangkatnya.
"Halo Tante!" Sebelum Belva sempat menyapa mamanya, Tania lebih dulu muncul di samping Belva dan menampakan mukanya.
"Hai ... Halo Tania sayang. Apa kabar? Wah, Tante udah kangen banget. Kapan kamu main lagi ke sini?"
"Ada apa Ma? Nggak usah dipedulikan dia, nggak penting." Belva ingin mamanya to the point.
"Ih, mama kan mau bicara sama calon mantu, Masa nggak boleh sih?"
"Yeay! Calon mantu." Tania berteriak girang.
"Mama, udah deh. To the point aja deh. Mama mau nitip dibeliin apa?" Belva sudah hafal dengan kebiasaan mamanya. Seringkali sang mama meminta bilva untuk membelikan sesuatu sepulang sekolah.
"Mama mau test pack dong, Sayang. Soalnya mama malas keluar. Papamu juga masih di luar kota."
"Test pack? Mama, aku nggak mau punya adek ya? Ih, lagi pula Mama kebiasaan deh. Belva diminta untuk membeli barang yang aneh-aneh. Nanti bagaimana kalau orang menyangka yang tidak tidak. Kenapa nggak beli aja sendiri kalau barang keramat seperti itu. Belva malu."
"Udah, Nanti Tania temenin Tante, Aman." Tania mencoba menjadi pahlawan.
"Wah, terima kasih Tania. Belva memang selalu protes seperti itu kalau diminta membelikan ini itu. yaudah nanti setelah beli test pack, kalian langsung ke sini aja. Tania ikut ke rumah Tante ya?"
"Nggak bisa Ma. Dia harus mengerjakan tugas seabrek dan harus pulang."
"Bisa kok. Soalnya, tugasnya akan dibantu sama Kak Belva. Iya kan?"
Belva menetap sebel ke arah Tania yang saat itu sedang tersenyum ceria kearahnya. Ya, debar itu kembali muncul. Apalagi saat Tania tersenyum ceria.
"Cie ... Saling menatap. Kalian itu seperti Soo ho dan ju Kyung. Sweet sekali."
"Hilih. Kebiasaan mama. Ya udah aku pergi dulu mah. Sekalian aku beliin banyak supaya nggak nitip-nitip lagi setiap bulan. Mumpung ada ginian nih," ucap bilva sambil melirik kearah Tania.
"Ginian? Tapi kak Belva suka kan?"
"Hueeek ... Pengen muntah. Ya udah Ma, aku pergi beli keperluan mama dulu ya? Bye Mama."
"Bye sayang. Jangan lupa bawa pulang Tania ya? Kalau pulang nggak bawa Tania pintu tidak Mama bukain. Bye sayang! Bye Tania."
Sambungan video call langsung dimatikan oleh sang mama.
"Kamu pakai guna-guna apa sih buat mamaku. Sampai dia kepincut begitu."
"Ketulusan dan keceriaan yang terpancar dari wajahku yang imut ini, yang bisa menarik Mama kak Belva untuk menyukaiku. Mamanya aja udah suka, anaknya kapan?"
Ya, adegan saling tatap kembali terjadi. Mereka berusaha menyembunyikan perasaan masing-masing. Mungkin dari luarnya Tania kelihatan hanya bercanda. Padahal sebenarnya dia benar-benar tertarik dan benar-benar ingin terus bersama Belva. Ya, meskipun Tania tahu, Cantika pasti terluka ketika melihat mereka bersama meskipun hanya dalam konteks persahabatan. Tania tahu itu.
"Sampai rambutku ubanan pun aku tidak akan pernah menyukai gadis ceroboh yang suka malu-maluin seperti kamu." Belva menatap tajam ke arah Tania. Sebenarnya ucapan itu untuk menegaskan kepada dirinya sendiri, bahwa dia tidak mau menyukai gadis yang jauh dari tipenya. Ya, Tania sama sekali bukan tipe Belva. Apalagi dalam sejarah hidupnya dia tidak mau ada kata-kata selingkuh. Meskipun masih dalam konteks pacaran.
"Just wait and see kak Belva. Karena Cinta itu datang dan pergi semau dia tanpa bisa kita minta. Bisa jadi orang yang tidak kita sukai, justru orang yang bisa membuat kita nyaman. Kita bisa menulis daftar kriteria orang yang kita cintai sepanjang mungkin, tapi, kalau kak Belva sudah nyaman dengan seseorang, kak Belva bisa apa?"
Belva langsung menelan ludahnya. Lalu mengalihkan pandangannya dari Tania. Kakinya segera ia langkahkan menuju ke tempat di mana dia memarkirkan motornya. Sambil hatinya terus berkata 'Jangan sampai aku nyaman dengan Rambutan!' Kata-kata itu terus dia ulang di dalam hati.
"Ih, kebiasaan banget sih Kak Belva, meninggalkan tanpa aba-aba. Tunggu kak!" Tania berlari mengejar Belva yang sudah lebih dulu berjalan dan mempercepat langkahnya.
***
Hal terindah saat naik ke motor Belva adalah ketika Tania menyandarkan kepalanya ke bahu bidang laki-laki paling mempesona di SMA GARUDA. Ketika tangannya bisa berpegangan di pinggang Belva. Ketika dirinya, bisa begitu dekat seperti tanpa jarak. Ya, Tania sangat menikmati itu. Seakan tidak rela jika posisi itu seharusnya menjadi tempat Cantika.
Motor mereka melaju menuju ke sebuah Apotek yang tidak begitu jauh dari sekolah mereka.
"Turun! Kamu yang beli ya? Aku yang disini," ucap Belva ketika mereka sudah sampai di depan Apotek.
"Siap."
Tania tersenyum ceria, lalu segera menuju ke Apotek.
"Mbak, Beli test pack 2 ya?" ucap Tania polos. Dia sama sekali tidak malu atau canggung meskipun saat itu Dia sedang memakai seragam.
"Test pack?" Apoteker yang ada di hadapan Tania langsung membelalakkan matanya..
"Tania?" Seseorang menyapa Tania dengan nada tinggi. Ya, seorang laki-laki kira-kira berumur 40 tahun sedang berdiri tidak jauh dari Tania, dia sedang bersama seorang perempuan cantik. Tangan laki-laki itu merangkul bahu sang wanita cantik dengan lembut.
"Papa?"
"Kamu membeli test pack?" Ya, laki-laki itu adalah papa Tania. Saat itu matanya memerah, dan melotot ke arah Tania geram. dia sudah terlanjur hanyut dengan pikirannya sendiri yang menyangka bahwa tespek itu adalah untuk Tania. Dada laki-laki itu langsung terasa sesak, amarah langsung menguasai dirinya. Darahnya seperti naik ke ubun-ubun, rasanya laki-laki itu ingin menerkam anaknya hidup-hidup. Sudah terbayang di otaknya, rasa malu yang akan ditanggung olehnya dan keluarga kalau sampai Tania hamil.
Plak ...
"Dasar anak bodoh!" Kata-kata itu keluar diiringi dengan tamparan yang mendarat panas di pipi Tania.