Sesampainya di kamar, Qian Xun mulai memikirkan kejadian tadi, di mana Xiao Lan terjatuh dalam pelukannya. Ia menempelkan tangannya di dada merasakan denyut jantungnya yang berdetak kencang.
"Mengapa aku terus memikirkan kejadian tadi? Sepertinya ada salah dengan pikiranku."
Ia terus memikirkannya sampai tidak bisa tidur. Sementara itu, Xiao Lan juga memikirkan hal yang sama dan hal itu membuatnya tidak bisa tidur.
Malam itu, dari balik dinding, Chu Hua mendengar beberapa pelayan yang sedang bergosip.
"Eh, apa kalian sudah mendengar tentang Si pelayan baru?"
"Pelayan baru? Maksudmu, Xiao Lan."
"Aku dengar, dia tidak bekerja dengan benar. Tapi, melihat itu, Yang Mulia hanya membentaknya dengan beberapa kata. Ia sama sekali tidak diberi hukuman berat."
"Betul... Malahan, yang aku dengar, Yang Mulia menghias sendiri kamar Xiao Lan. Katanya, Yang Mulia menanam bunga rambat yang sangat indah dan bola kristal bahkan bintang-bintang menghiasi kamar Xiao Lan."
"Benarkah????..."
"Benar, Xiao Lan pernah mengajakku ke kamarnya dan kamarnya benar-benar indah. Aku melihatnya dengan mata kepala ku sendiri."
"Waaa... Benar-benar membuat iri."
"Betul....Aku juga sangat iri.."
"Kapan yah, Yang Mulia juga akan memperlakukan ku seperti itu???"
"Jangan mimpi...." mereka tertawa kecil.
Mendengar itu, Chu Hua jadi kesal.
"Sejak ada Xiao Lan, Yang Mulia jadi jarang memperhatikan ku. Sekarang, dia bahkan menggantikan ku melayani Yang Mulia di ruang baca. Iiiihh... Benar-benar menyebalkan. Lihat saja nanti, kalau dia berani merebut hati Yang Mulia. Aku akan mencabik-cabik dia dan membuangnya ke Alam Fana."
Chu Hua sangat cemburu pada Xiao Lan. Kehadiran Xiao Lan membuatnya merasa tersisihkan.
Keesokan harinya, Qian Xun sedang membaca satu persatu tumpukan surat yang ada di meja ruang bacanya. Xiao Lan pun menyeduh teh dan mengantarkannya ke ruang baca. Sesampainya di dalam, ia langsung menaru bakinya di atas meja dan menuangkan teh. Qian Xun pun mengambil secangkir teh itu dan meniup-niupnya sebentar, lalu meneguknya.
"Mmmm Baru kali ini kau melakukan sesuatu dengan benar." katanya sambil menikmati teh.
"Apa Yang Mulia suka tehnya?" tanya Xiao Lan.
"Mmmmm.... Lumayan.... Sekarang, gilingkan tinta untukku."
Xiao Lan pun menggiling tinta sambil menemani Qian Xun mengobrol.
Chu Hua yang melihat keakraban mereka dari balik pintu, jadi merasa cemburu.
"Dasar!!! Xiao Lan! Si Ular licik. Berani-beraninya dia menggantikan ku. Dia bahkan tidak pantas mendapatkan perhatian Yang Mulia. Lihat saja nanti, bagaimana aku memberimu pelajaran." katanya dalam hati.
Chu Hua pun meninggalkan tempat itu.
Setelah mengobrol begitu lama, Xiao Lan jadi mengantuk. Ia mulai menguap dan menguap lalu memejamkan matanya hingga kepalanya terjatuh ke atas meja. Qian Xun hanya tersenyum melihat kejadian itu. Ia tidak terus-menerus tersenyum menatap wajah Dewi cantik yang sedang tertidur di mejanya. Ia kemudian meletakkan kuas yang ada di tangannya ke atas meja dan mulai membelai-belai rambut dekat telinga Xiao Lan.
Setelah cukup tidur, Xiao Lan pun mulai perlahan membuka matanya.
"Apa kau sudah bangun???" tanya Qian Xun.
"Ah... Maafkan aku Yang Mulia. Tadi aku sangat mengantuk dan tidak sadar telah tertidur di mejamu."
Qian Xun hanya membalasnya tersenyum. Xiao Lan agak takut. Ia berpikir tertidur di meja telah membuat Qian Xun marah.
Qian Xun menuangkan teh yang ada di teko ke dalam cangkir teh.
"Ehhh.... Biaar aku saja yang...."
Xiao Lan hendak menuangkan teh untuk Qian Xun, namun pembicaraannya terpotong ketika tangan mereka bersentuhan di gagang teko. Mereka saling bertatapan dalam diam.
Namun momen romansa itu tiba-tiba terpotong ketika penyakit hawa dingin yang diderita Qian Xun kambuh saat itu juga. Tubuhnya mulai menggigil dan butiran-butiran salju ada di sekujur tubuhnya. Xiao Lan jadi ketakutan.
Kebetulan sekali, di saat yang sama A Heng mengunjungi Paviliun Luofeng dan menuju ke ruang baca untuk mencari Qian Xun. Ia pun langsung membuka pintu tanpa menyadari apa yang terjadi.
"Qian Xun, coba lihat. Kali ini aku membawa..... Qian Xun!!!!!"
A Heng sangat kaget dan langsung berlari ke arah Qian Xun.
"Dewa A Heng..."
"Xiao Lan..... Apa yang terjadi???"
"Aku juga tidak tau, tadi Qian Xun hanya duduk membaca dan minum teh. Lalu tiba-tiba saja dia seperti ini." jawab Xiao Lan ketakutan.
Melihat keadaan itu, A Heng sudah tau apa yang terjadi.
"Xiao Lan, kau jangan takut. Sebenarnya hal ini sudah sering terjadi. Qian Xun menderita penyakit hawa dingin sejak lahir. Jangan khawatir. Dia akan segera kembali seperti semula."
"Hawa dingin? Apa itu, Dewa."
"Nanti aku jelaskan. Untuk sekarang, kita bawa dulu dia ke kolam Mata Air Panas. Qian Xun aka segera membaik di sana."
A Heng pun memapah Qian Xun ke Kolam Mata Air Panas di ikuti Xiao Lan. Sesampainya di sana, A Heng pun membuka pakaian atas Qian Xun dan meletakkan tubuh Qian Xun di dalam kolam, bersandar pada dinding kolam.
"Xiao Lan, kau tunggu berjagalah di sini. Aku akan kembali ke Alam Langit untuk mengambil sisa ramuan Dongshengcao. Ramuan itu bisa membantu pemulihan Qian Xun."
"Baik, Dewa. Aku akan menunggu di sini."
A Heng pun meninggalkan mereka.
Xiao Lan hanya diam di sana. Setelah duduk untuk waktu yang lama, ia pun mulai berjongkok sambil menatap wajah tampan Qian Xun yang sedang bersandar di dinding tepi kolam.
"Waaaa.... Setelah dilihat dari dekat, Yang Mulia ternyata sangat tampan. Pantas saja para pelayan sering berbicara tentang betapa tampannya dia. Aku baru sadar kalau apa yang mereka katakan ternyata memang benar. Hidungnya mancung, bulu matanya panjang, dan bibirnya..."
"Apakah menyenangkan menatap orang yang sedang sekarat???" potong Qian Xun yang berbicara setengah sadar.
"Aaa... Yang Mulia! Kau sudah sadar?"
Qian Xun meraih tangan Xiao Lan dan menariknya. Xiao Lan pun terjatuh ke dalam kolam tepat di pangkuan Qian Xun. Karena ditarik tiba-tiba, ia kaget dan memejamkan matanya. Namun setelah tergeletak di pangkuan Qian Xun, ia pun mulai membuka matanya perlahan dan bertatapan dengan Dewa tertampan sejagat raya, Qian Xun. Hal itu membuatnya terdiam mematung. Dalam keadaan setengah sadar, seketika itu juga Qian Xun tiba-tiba mengecup lembut bibir Xiao Lan lalu memejamkan matanya. Mata Xiao Lan membelalak sesaat, terkejut dengan ciuman itu namun ia kemudian merasa nyaman dalam dekapan Qian Xun dan mulai memejamkan matanya terbawa suasana.