webnovel

Misteri Penyakit Hawa Dingin

A Heng yang baru tiba di sana hanya bisa menyaksikan aksi romantis di dalam kolam itu dengan hati yang hancur.

"Ternyata, aku memang terlambat satu langkah."

Qian Xun yang tadinya setengah sadar kemudian melepas ciumannya lalu pingsan.

"Yang Mulia...." Xiao Lan menggoyangkan tubuh Qian Xun. "Yang Mulia!!! Bagaimana kau bisa pingsan setelah menciumku? Kau harus bertanggung jawab. Yang Mulia!!! Yang Mulia!!!"

A Heng berjalan cepat ke arah mereka.

"Xiao Lan? Apa yang terjadi???"

"Dewa A Heng, tadi Yang Mulia sempat sadar. Tapi...tapi....tapi kemudian dia pingsan lagi."

Xiao Lan tidak menceritakan tentang Qian Xun yang menciumnya. Ia berpikir A Heng tidak melihat kejadian tadi. A Heng kemudian menariknya dari dalam kolam.

Tak lama kemudian, Dewa Liao Bo pun juga tiba di sana.

"Bagaimana keadaannya?" tanya Dewa Liao Bo.

"Tadi aku sudah memberinya minum ramuan Dongshengcao. Dia aka segera membaik." jawab A Heng.

Dewa Liao Bo hanya bisa menghela nafas.

"Sebenarnya, kita juga tidak boleh hanya mengandalkan Kolam Mata Air Panas dan ramuan ajaib Dongshengcao."

"Apa maksud Dewa??" tanya Xiao Lan khawatir.

"Hawa dingin yang diderita Qian Xun sudah ada sejak lahir dan semakin lama, hawa dingin itu semakin memburuk dan perlahan-lahan akan menekan kekuatan langitnya."

"Jadi, apa yang harus kita lakukan, Dewa?" tanya A Heng.

"Untuk saat ini, kita tunggu sampai dia sadar. Setelah itu baru kita memutuskan apa yang harus dilakukan. Begini saja. Sebaiknya kalian beristirahat dulu. Biar aku yang berjaga di sini. Lagi pula, Xiao Lan harus berganti pakaian. Bajunya basah kuyup." kata si Dewa Tua.

A Heng dan Xiao Lan pun meninggalkan tempat itu dan menuju ke kamar Xiao Lan.

"Aku akan menunggumu di depan pintu. Beritahu aku kalau kau sudah selesai berganti baju. Aku ingin memberimu sesuatu."

"Baiklah, Dewa. Kalau begitu, tunggulah disini sebentar."

Xiao Lan kemudian masuk kedalam kamar untuk berganti baju. Tak lama kemudian, ia telah membuka pintu.

"Dewa A Heng, masuklah!"

"Oh, kau sudah selesai?"

A Heng pun masuk ke kamar Xiao Lan.

"Jadi, apa yang ingin Dewa A Heng berikan."

"Ia ia... Kau memang tidak sabaran."

A Heng mengusapkan tangannya ke udara dan dalam sekejap beberapa buku telah bertumpuk di meja Xiao Lan.

"Apa ini, Dewa A Heng?"

"Xiao Lan, ini adalah buku cerita. Buku ini banyak berisi kisah-kisah percintaan. Dewa Jodoh menulisnya sendiri. Dewi-dewi di langit sangat menyukai buku-buku ini. Jadi, kupikir kau juga akan menyukainya."

"Oh, benarkah?"

Xiao Lan mulai membaca sampul buku pertama yang diambilnya.

"Kisah cinta Dewi Bunga dan Pangeran Langit....Apa buku ini benar-benar menceritakan kisah Dewi Bunga dan Pangeran Langit???"

"Tentu saja. Banyak Dewi yang senang membaca buku itu."

"Waaa.... Sepertinya kisahnya benar-benar seru. Aku akan membaca semuanya. Terima kasih, Dewa A Heng. Kau sangat baik."

"Ia...ia..."

Baru saja Xiao tersenyum, ia langsung kembali cemberut saat teringat Qian Xun yang sedang sakit.

"Ada apa??? Apa ada buku yang tidak kau sukai?"

"Bukan begitu, Dewa. Hanya saja, aku teringat Yang Mulia Qian Xun. Dia benar-benar kasihan."

A Heng jadi merasa Qian Xun mengganggu momen bahagianya dengan Xiao Lan.

"Hhhmmmm..... Baru sebentar saja kau bersamaku, kau sudah memikirkan Qian Xun. Apa kau lupa kalau aku juga ada di sini?"

"Ah, Dewa A Heng. Bukan begitu maksud ku. Aku,...."

"Sudah...sudah..... Aku hanya bercanda."

"Tapi, Aku benar-benar mengkhawatirkan Yang Mulia. Dewa Liao Bo bilang kalau hawa dinginnya sudah semakin parah."

"Benar.... Tapi, jangan khawatir. Qian Xun memiliki tubuh dan jiwa yang kuat. Ia akan segera pulih. Selama ini kami sudah berusaha keras mencari obat untuk hawa dinginnya. Aku yakin, suatu saat kerja keras kami akan membuahkan hasil."

"Semoga saja. Aku juga sangat berharap bisa membantu Yang Mulia. Tapi aku tidak tau apa yang bisa kulakukan untuknya."

"Aku tau. Kamu hanya perlu tinggal di sini melayaninya dengan baik dan jangan nakal. Itu sudah sangat membantu. Ya, sudah. Sekarang kau tidurlah dulu. Nanti besok pagi, kita bisa menjenguk Qian Xun bersama-sama."

"Baik, Dewa."

A Heng kemudian meninggalkan Xiao Lan beristirahat.

Keesokan harinya, mereka pun bergegas ke kolam Mata Air Panas. Sesampainya mereka di sana, Qian Xun telah duduk mengobrol dengan Dewa Liao Bo.

Xiao Lan langsung berlari ke arah mereka.

"Yang Mulia!!! Yang Mulia sudah sadar???"

"Oh, sepertinya aku membuatmu khawatir." kata Qian Xun dengan wajah yang masih pucat.

"Wajah Yang Mulia sangat pucat. Sepertinya, Yang Mulia belum sembuh." kata Xiao Lan khawatir.

"Aku tidak apa-apa."

"Kalau begitu, aku akan mengambilkan teh panas untuk menghangatkan Yang Mulia."

"Mmmmm... Pergilah!"

Xiao Lan pun meninggalkan mereka dan pergi membuat teh.

"Sepertinya, hawa dinginmu semakin parah." kata A Heng sambil menepuk-nepuk bahu Qian Xun.

"Betul. Bagaimana kabar dari orang-orang kita.?" tanya Qian Xun.

A Heng menggeleng-geleng kepala.

"Mereka sudah menghubungi ahli obat di seluruh Alam. Tapi, sampai sekarang belum ada hasil. Tapi, ada suatu tempat yang belum didatangi karena tempat itu bukan tempat yang dapat dimasuki sembarangan."

"Maksudmu, Alam Iblis?"

"Mmmmm."

"Mungkin, sudah saatnya, aku akan mendatangi tempat itu." kata Qian Xun setelah menghela nafas panjang.

Dewa Liao Bo juga memberikan pendapat.

"Aku setuju. Kalau tabib istana mengatakan bahwa itu adalah penyakit keturunan, maka kau memang harus mencari tau akan hal itu di Alam Iblis."

Tak lama kemudian, Xiao Lan telah datang dengan membawa teh panas. Merekapun membahas masalah itu sambil minum teh.

Setelah beberapa hari berlalu, Qian Xun sudah kembali sehat dan wajahnya kembali berseri seperti sebelumnya. Namun selama beberapa hari ini, Xiao Lan terus memikirkan hal yang terjadi antara dia dan Qian Xun di dalam kolam. Hal itu membuatnya degdegan dan membuatnya merasakan sesuatu yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Seperti hari-hari biasa, Xiao Lan telah mempersiapkan teh untuk dibawakan ke ruang baca Qian Xun. Ia pun berjalan ke ruang baca membawa baki teh, sambil melamun.

"Kali ini aku benar-benar akan minta penjelasan tentang apa yang terjadi antara aku dan Yang Mulia di kolam Mata Air Panas. Waktu itu, dia setengah sadar. Apa mungkin, dia sudah lupa akan kejadian itu. Tapi, apa tidak masalah kalau aku menanyakan masalah ini? Mungkin saja Yang Mulia hanya menganggapnya sebagai hal yang tidak disengaja. Xiao Lan,... Xiao Lan. Sepertinya kau sudah berpikir berlebihan. Tapi, kau tetap harus memperjelas hal ini."

Di perjalanan, ia tiba-tiba bertemu Qian Xun.

"Yang Mulia....Apa Yang Mulia ingin keluar hari ini."

"Ah.....Aku lupa memberitahu mu. Hari ini, aku memutuskan untuk pergi ke Alam Iblis."

"Tapi, Yang Mulia. Sebenarnya aku ingin menanyakan sesuatu."

"Oh. Apa itu?"

"Aku ingin bertanya.....ehhh..mmmmm....Aku..aku..aku ingin bertanya setelah Yang Mulia pulang dari Alam Iblis."

"Oh?...Kalau begitu, tunggu aku pulang. Tetaplah di Paviliun dan jangan nakal."

"Baik, Yang Mulia.... Yang Mulia hati-hati di jalan."

"Mmmm..." jawab Qian Xun singkat.

Qian Xun pun berangkat menuju Alam Iblis.