Tringg, bunyi notifikasi pesan masuk.
"Dit, udah tidur?"
Tanpa pikir panjang, Dito langsung membalas pesan chat tersebut.
"Belum Wit. Ada apa?"
"Oh, gak ada apa-apa kok. Thanks untuk hari ini ya, gue seneng banget."
"Iya Wit, sama-sama. Yaudah, istirahat gih! Besok kita berangkat pagi soalnya."
"Iya Dit, elu juga ya."
"Iya."
"Night Dit?"
"Night too Wit."
Setelah selesai membalas chat dari Dewita, gue memperhatikan Dewa yang sudah terlelap disamping gue, Dewa tipikal orang yang gampang tertidur jika berada di atas kasur. Gue alihkan pandangan ke sisi kak Juna, ia juga sudah terpejam dengan selimut menutupi area tubuh hingga dada.
Gue yang di sini, masih terjaga dengan segala pikiran-pikiran yang silih berganti masuk ke dalam kepala gue. Gak bisa ngebayangin gimana perasaan Dewa jika dia tahu soal gue yang menyatakan suka ke Ara hari ini.
Gak bisa ngebayangin juga gimana sakit hatinya Dewita jika dia tahu kalau gue ngedeketin dia cuman untuk mencari tahu lebih dalam soal Ara. Gue ngerasa jadi manusia terjahat bagi sahabat-sahabat gue.
"Arrggghh, gila lu Dit. Kenapa gak dipikirin dulu sih tadi." batin gue menyalahkan diri sendiri.
Semoga gue bisa bersikap biasa saja besok, bersikap seolah tidak terjadi apa-apa antara gue dan Ara, memulai lagi dari nol.
Untuk malam ini, lebih baik gue paksakan untuk tidur. Karena semakin gue terjaga, maka semakin banyak pikiran yang berkecamuk di kepala gue.
Gue letakkan ponsel, menarik selimut, dan membelakangi Dewa untuk memejamkan mata dan terlelap.
Gue harap, esok nanti akan jauh lebih baik.
~~~~~
Pagi di lobby hotel.
Sebuah mobil van putih yang dikendarai pak Saidi sudah terparkir di depan pintu masuk hotel. Dewa dan Dito sibuk menaikkan beberapa koper ke dalam mobil, Ara dan Dewita sibuk mengurus check out kamar hotel, sedangkan Juna masih berada di cafe untuk membeli beberapa cup minuman hangat untuk dibawa ke perjalanan menuju bandara.
"Masih ada lagi mas kopernya?"
"Sudah semuanya pak."
"Kita tinggal menunggu satu orang saja pak."
"Baik mas kalau seperti itu."
Tak beberapa lama, datanglah seseorang yang sudah ditunggu-tunggu. Juna jalan dengan cepat sambil membawa beberapa cup minuman dan tak lupa membawa beberapa snack juga.
"Sorry-sorry gue lama."
"Gak papa kak Jun."
"Ini," ucap Juna, sambil memberikan cup minuman dan beberapa snack ke Dewa dan Dito."
"Thanks kak," ucap mereka bergantian.
"Sama-sama. Pak Saidi, ini buat bapak ya. Biar tubuh bapak lebih hangat di pagi hari ini."
"Terima kasih ya mas."
"Iya pak sama-sama."
Suasana di dalam mobil tidak secair suasana kemarin, Dito lebih banyak diam dan hanya menanggapi candaan Dewa dan yang lain dengan seadanya. Lalu tiba-tiba,
"Dit, tukeran tempat duduk yuk? Gue pengen duduk di situ," ucap Ara.
"Tuke...ran?" ucap Dito terbata.
"Iya, mau ya?" Ara memohon.
"Ra, apaan sih?" bisik Dewita.
"Suttss, tenang aja."
"Pak, tolong berhenti sebentar ya! Saya mau tukeran tempat duduk pak."
"Iya mbak."
Setelah pertukaran tempat duduk yang diawali dengan permintaan Ara, suasana di dalam mobil bisa dibilang jauh lebih baik. Dito bisa lebih leluasa berbincang dan menanggapi obrolan orang lain. Lalu Dewita yang awalnya canggung menjadi lebih nyaman di dekat Dito, begitupun sebaliknya.
Ara yang diam-diam tersenyum senang, seolah merasa bahagia karna bisa membuat dua sahabat yang duduk di belakang menjadi lebih dekat dan nyaman. Dewa merasa diuntungkan karna permintaan tiba-tiba dari Ara, dia semakin gencar berbincang banyak dengan Ara.
Namun, ada satu orang yang merasa sesak di dalam mobil, dialah Juna. Juna merasa tidak senang dengan tatapan Dewa ke Ara, tapi melihat tanggapan Ara yang sepertinya menyambut tatapan Dewa semakin membuat Juna merasakan sesak.
Entah perasaan apa yang dialami semua pemuda di dalam mobil tersebut, yang jelas semua orang sedang berusaha. Ada yang berusaha untuk semakin dekat, ada yang mendekatkan, dan ada yang sedang menutupi sesuatu.
~~~~~
Beberapa jam kemudian, kelima pemuda telah sampai di Jakarta.
"Ra, pulang bareng gue aja ya? Gue udah di jemput kok," ajak Dewita.
"Gak usah Wit, Talia mau ke sini kok."
"Seriusan?"
"Iya Wit. Gue juga mau mampir ke suatu tempat dulu soalnya," ucap Ara memberikan alasan.
"Yaudah kalau gitu, gue duluan ya Ra?"
"Iya Wit, tiati ya!"
"Siap bos. Buat kalian, gue duluan ya?" ucap Dewita ke Dito,Dewa dan Juna.
Dewita melangkahkan kaki menuju mobil sedan berwarna putih milik sopir pribadi papinya yang telah stanby di lobby depan bandara.
"Ra, Talia siapa? tanya Dewa.
"Temen kerja Wa. O iya, kalian duluan aja!"
"Kita nunggu temen lu sampai datang aja Ra," ucap Dito.
"Kalau lama gimana?"
"Gak papa Ra, masih jam segini juga kok." ucap Dito.
"Eh, itu mobilnya. Gue duluan ya? Thanks udah pada nemenin buat nunggu."
"Iya, sama-sama Ra. Tiati ya!"
"Okey."
"Tal, thanks ya udah jemput gue."
"Sama-sama Ra."
~~~~~
Apartemen Araβ¦
"Kak Ara?"
"Astaqfirullah⦠lu demen banget sih ngagetin gue Sam," ucap Ara, sambil memengang dada karna kaget.
"Hehehe, sorry kak. Sini aku bawain kak!" ucap Sammy, sambil menarik koper Ara."
"Lu nungguin gue lagi kayak waktu itu?" tanya Ara.
"Hehe, iya kak."
"Kurang kerjaan banget sih, Sam."
"Tadi niatnya mau jemput kakak di bandara, tapi baru inget kalau mobil di pinjem sama Rio dari kemarin."
"Untung lu gak jadi jemput."
"Kok seneng gitu kak?"
"Iyalah, gue males kalau pada nanyain elu mulu nantinya."
"Kayak kak Dewita ya?"
"Kurang lebihnya seperti itu."
"Jogja gimana kak? Seru gak?"
"Seru banget Sam, ini kan liburan pertama gue bareng orang lain dan ternyata berkesan banget."
"Syukur deh kak, tapi kakak gak sampai ketahuan kan?"
"Alhamdulillah enggak Sam," ucap Ara, sambil membuka pintu apartemen dan menekan saklar lampu di dekat pintu.
~~~~~
"Dit? kok lu murung gitu sih?"
"Boleh nanya sesuatu gak, kak?"
"Bolehlah."
"Kak Jun masih suka sama cewek gak peka temen SMA kakak dulu gak?"
"Emang kenapa?"
"Pengen tahu aja, kan kakak udah empat tahu lebih gak ketemu dia."
"Masih Dit, sekarang malah semakin suka."
"Emang kakak udah ketemu dia lagi?"
"Udah."
"Apakah perasaan kakak gak berubah."
"Berubah Dit pastinya, tapi berubah semakin suka. Mungkin makin sayang malahan. Kenapa sih emangnya?"
"Gue abis ditolak kak," ucap Dito lesu.
"Ditolak? Kapan? Kenapa?"
"Gue disuruh memikirkan lagi perasaan gue ke dia kak."
"Maksudnya?"
"Gue disuruh memikirkan lagi apakah perasaan gue ini beneran suka atau hanya perasaan sesaat."
"Terus lu gimana?"
"Entahlah kak. Gue emang di tolak kak, tapi gak tahu kenapa, perasaan gue gak sesakit apa yang selalu orang bilang jika pengakuannya ditolak."