webnovel

Love or Lust

Mature Story (21+) Perselingkuhan yang membuat nyaman. “Aku menginginkannya sekarang, boleh nggak?” bisik Liam di telinga Soraya saat kedua tangan kekar itu melingkari perut langsing wanita itu. “Kecuali malam ini kamu nginap di sini. Akan aku layani kamu sampai puas!” balas Sorsya berdesis, membuat Liam semakin memanas. Persis seperti kata orang, jika pria lebih menyukai sebuah tindakan, nafsu yang terbangun dari pengakuan, kontak fisik dan terlihat nyata. Sedangkan wanita lebih menyukai sentuhan, sebuah kata-kata yang terucap, kegombalan hingga rayuan telinga. Maka tidak heran, jika kaum lelaku selalu di katakan sebagai pelaku sedangkan wanita sebagai korban. Namun, apa benar itu nafsu? Bukan cinta? Please follow akun Instagramku @bossytika

BossyTika · Urban
Not enough ratings
326 Chs

Bersenang-senang di Hotel

Liam memastikan sosok wanita yang ditunjuk oleh Sofia, dan benar saja, wanita itu memang Soraya. Namun Liam enggan untuk menepikan mobilnya dan menyapa wanita itu, sehingga ia sengaja untuk tetap berada di jalur mobilnya.

"Enggak berhenti?" tanya Sofia sambil menoleh menatap Liam. Lelaki itu kembali memandang lurus ke arah jalanan di depan mobilnya, lalu perlahan menggelengkan kepala.

"Enggak mau nyapa dia?" tanya Sofia lagi. Namun jawaban Liam tetap sama, dia menggelengkan kepalanya.

"Kamu kenapa sih? Aneh banget!" Sofia akhirnya kesal dengan tingkah Liam yang tidak seperti biasanya. Dia langsung melipat kedua lengannya di depan perut.

"Takut mesra-mesraan depan aku atau ada yang lain sih? Bukannya hubungan kalian deket, sedeket jari telunjuk sama jempol? Kok malah jadi aneh begini?" Sofia semakin curiga dengan tingkah Liam.

Diam-diam, Sofia mencuri pandang, memerhatikan Liam yang mencoba fokus pada kemudi setirnya. Dalam hatinya berkata, "Lelaki ini terlalu manis, tetapi juga terlalu berbahaya untukku." Sofia menelan salivanya. "Jangan Sofia, jangan gila!" kutuknya dalam hati, dia segera memandang jauh ke arah depan. Mengalihkan pikirannya.

***

Soraya memutuskan untuk pergi ke kantornya dengan menggunakan angkutan umum. Berjalan kaki dari apartemen menuju halte sepertinya akan membuat suasana hatinya semakin bagus. Setidaknya udara pagi akan menyegarkan otaknya.

"Selamat pagi, Pak!" sapa Soraya pada seorang security apartemen yang hendak menyeruput secangkir kopi hitamnya.

"Pagi, Neng," jawab beliau cepat.

Soraya melemparkan senyuman manisnya, dan terus melenggang melewati meja security itu, menuju keluar bangunan. Dengan sebuah tas kecil yang menyelempang di bahu, langkah kaki kecilnya itu benar-benar membuat suasana hati menjadi lebih riang. Ya, Soraya berusaha melupakan tentang kejadian kemarin.

Bukankah memang seharusnya seperti itu?

Soraya tidak pantas untuk lelaki seperti Reyhan, yang bisanya hanya meminta uang, menginginkan wanita yang bisa menjadi aset penunjang hidupnya. Yang menjadi brankas berjalan baginya. Dan bodohnya lagi, Soraya tidak menyadari hal tersebut.

"Bodoh!" rutuknya dalam hati sambil menggelengkan kepala. Tetiba saja Soraya mengingat kembali kepolosan dirinya selama ini.

Bruuk!!

Soraya menabrak seseorang karena tidak memerhatikan langkah kakinya. Dirinya melayang, hampir saja terjatuh, tetapi dengan sigapnya seseorang yang ditabrak itu langsung menarik tangannya, membawa tubuh Soraya masuk ke dalam dekapannya.

"Maaf," ucap Soraya yang langsung menarik diri, berusaha menyeimbangkan tubuhnya.

"Harusnya kalau jalan itu hati-hati. Jangan melamun." Suara seorang lelaki yang Soraya kenal.

Ya, suara itu sontak membuat Soraya mendongakkan kepalanya, dan benar saja, dia mengenali pemilik suara itu. "Reyhan?" Soraya melangkah mundur, benar-benar menjauhkan dirinya dari orang tersebut. Dia tersentak kaget.

"Mau ngapain lagi kamu?" tanya Soraya tegas.

"Aku cuma mau ketemu kamu aja," jawab Reyhan santai.

"Kamu kenapa jalan kaki?"

Otak Soraya langsung mencari alasan yang tepat untuk dia katakan kepada lelaki matre di depannya. "Suka-suka aku! Mau jalan kaki, naik motor, atau ngesot sekalian. Apa urusannya sama kamu!" hardik Soraya tanpa menghiraukan orang di sekitarnya yang sedang melihat ke arah mereka berdua.

Reyhan tersenyum manis menatap wanita di depannya. Kemudian dengan sengaja Reyhan langsung menggenggam lengan Soraya, dan membawanya untuk mengikuti langkah kakinya.

"Lepasin, Rey!! Apa-apaan sih?" Soraya terkejut, langkahnya terseret, hampir terjatuh. "Rey ... Lepasin!" Kali ini nada suaranya sedikit meninggi. Soraya mulai merasa kesal.

Reyhan mengancuhkan penolakan itu, dia terus saja melangkah dengan cengkeramannya yang semakin erat, akibatnya membuat Soraya merintih kesakitan. "Sakit, Rey!" pekik Soraya.

Hingga akhirnya Reyhan berhasil menyeret Soraya tepat ke depan pintu mobilnya. "Masuk!" perintah Reyhan tegas.

Kali ini binar mata lelaki itu menyiratkan sebuah kekesalan yang teramat mendalam. Seolah mata itu siap menerkam mangsanya hidup-hidup. Soraya hanya mampu menatap wajah mantan kekasihnya, tidak ada sepatah kata pun yang terucap. "Cepat masuk!" hardik Reyhan sekali lagi.

Dengan sekuat tenaga, Soraya menghempaskan lengannya, membuat cengkeraman Reyhan terlepas sempurna secara tiba-tiba. "Kamu nggak berhak nyuruh aku! Kamu bukan siapa-siapa!" Soraya membalas hardikan itu.

Saat Soraya hendak melangkah pergi, tiba-tiba saja Reyhan menjambak rambutnya, membuatnya meronta kesakitan.

"Kamu pikir kamu siapa?" bisik Reyhan tepat di telinga Soraya. "Kamu pikir, setelah kemarin kamu mutusin hubungan kita, aku bisa terima begitu aja?" Reyhan berdecih. "Jangan mimpi!"

Secara kasar Reyhan membawa Soraya memasuki mobilnya, lalu mendorongnya. Tidak lupa juga, Reyhan menekan tombol pengunci di sudut pintu dan menutupnya. Ya, tombol itu selalu ada pada setiap mobil. Sejenis tombol pengamanan kunci pintu mobil, sehingga pintu tidak bisa dibuka dari dalam, walaupun tombol di dalam mobil sudah terbuka. Pintu hanya bisa dibuka dari luar.

Soraya terjebak di dalam mobil itu.

Secepat kilat Reyhan ikut masuk ke dalam mobil, kemudian tertawa puas. Sedangkan Soraya terus mengamuk, mengatakan hal-hal kasar sambil meronta minta dibebaskan. Beberapa detik kemudian, Reyhan menyalakan mobilnya, menginjak pegal gas lalu melaju pesat meninggalkan kawasan yang sudah tidak terlalu ramai itu.

Namun tetap saja, banyak pasang mata yang menyaksikan adegan kekerasan itu. Dan banyak pula yang merekam kejadian tersebut. Entah untuk diviralkan atau untuk konsumsi pribadi, yang jelas Reyhan tidak peduli dengan semuanya.

Dalam perjalanan, Soraya terus mengganggu Reyhan yang sedang menyetir. Sesekali dia menarik lengan Reyhan, sesekali pula dia memukul bahu Reyhan, tetapi lelaki itu hanya membalasnya dengan tersenyum tipis. Reyhan begitu kuat, mau itu pukulan, tarikan atau bahkan gigitan gigi Soraya sekalipun, ia akan tetap melajukan kecepatan mobilnya.

Bukan untuk menculik, tetapi untuk bersenang-senang bersama, berdua. Reyhan membawa Soraya ke suatu tempat, di mana tempat itu sangat sering Reyhan kunjungi. Ya, hotel.

"Lepasin! Lepasin!" Soraya terus meronta sambil memukul kuat lengan Reyhan yang mencengkeram salah satu lengannya. Dia diseret paksa menuju sebuah kamar yang sebelumnya sudah Reyhan sediakan.

Untuk apa lagi kalau bukan untuk menikmati tubuh wanita itu. Reyhan mendorong Soraya tepat ke tengah ranjang, lalu tertawa. "Enak aja kamu mau putus!" Kemudian tawa itu menggelegar, memenuhi isi ruangan kamar. Tawa yang begitu membuat Soraya ketakutan.

Perlahan Soraya membangunkan tubuhnya, merosot menjauhi posisi Reyhan. Namun, Reyhan sadar akan pergerakan wanita di depannya, tetapi denga gerakan yang sama lambatnya, Reyhan meletakkan lututnya menaiki ranjang. Merangkak mendekati tubuh Soraya.

"Kita bersenang-senang dulu, setelah itu baru kamu putuskan. Mau tetap lanjut sama aku atau enggak. Pokoknya aku service kamu, deh!" Reyhan kembali tertawa.

"Apa-apaan sih kamu, Rey!" tegas Soraya.

"Senang-senang dululah kita," jawab Reyhan santai, lalu tersenyum licik.

"Jangan macam-macam kamu, Rey!" hardik Soraya semakin ketakutan. Dia tidak pernah melihat lelaki di hadapannya seperti itu.

Soraya mengalihkan rasa takutnya dengan melihat ke sekeliling, mencoba mencari sesuatu yang dapat ia raih di dekatnya. Nihil. Tidak ada satu pun benda yang dapat dia raih.

Kedua matanya kembali memerhatikan wajah Reyhan yang seakan sedang kelaparan. Soraya semakin ketakutan, dia benar-benar merasa dirinya terancam.