11 KECURIGAAN YUANITA

Jujur saja saat ini saya begitu bahagia karena akhirnya setelah sekian lama bisa bertemu dengan anakku. Tadi pagi ketika saya sedang dalam perjalanan menuju Perusahaan, tiba-tiba Calvin menghubungi saya.

Saya sempat terkejut karena ternyata Calvin memberitahu kabar mengenai seseorang yang selama ini saya cari. Tujuan utama saya untuk pergi bekerja pun terabaikan karena hati saya entah kenapa menuntunnya untuk pergi ke SMA yang dulu dimana saya pernah bersekolah disana.

Setelah sampai di Sekolah, saya langsung bergegas menuju ruangan khusus yang dibuat untuk saya jika ingin mampir ke Sekolahan ini. Setelah itu Rudy, teman lama saya yang juga pernah bersekolah disini menghampiri saya dan menjelaskan semua yang saya tanyakan.

Setelah melihat formulir itu hati saya mendadak berdesir, entah kenapa ada kebahagiaan tersendiri dalam diri saya ketika melihat nama ibu dari orang tua murid baru itu. Semoga saja itu benar-benar adalah dia, untuk memastikannya saya menyuruh Rudy.

Sekarang saya sudah berada di Rumah setelah mengantarkan Calvin ke apartemennya. Tadi saat saya baru saja selesai memasukan mobil ke garasi, terlihat Yuanita datang menunggunya didepan pintu utama.

Yuanita tersenyum dan langsung memeluk saya ketika saya sudah berdiri dihadapannya dengan wajah datar. Awalnya saya sangat malas untuk membalas pelukannya, tetapi lama-kelamaan saya tak tega.

Saya sudah memaafkannya tetapi tak bisa memberinya kesempatan lagi jika dia masih belum berubah. Perasaan kecewa masih menyelimuti hati saya sekarang, entah sampai kapan dia akan mengerti dengan keinginanku.

Dengan sangat terpaksa saya menyembunyikan perihal saya yang mencari keberadaan mantan Istri saya selama ini.

Yuanita tidak tahu jika selama ini saya mencari keberadaan anak dan mantan Istri saya. Sebenarnya cinta saya pada Istri saya, tak sebesar cinta saya pada mantan Istri saya dulu.

Mungkin ini adalah kesempatan saya untuk memperbaiki apa yang salah dalam hidup saya selama ini.

Saat ini John dan Yuanita tengah berada diruang tengah, duduk di sofa dengan Yuanita yang bergelayut manja padanya. John tak merasa risih karena semakin ia berontak maka Yuanita akan semakin menjadi.

Jadilah John hanya diam dan pasrah dengan apa yang dilakukan Istrinya. Ia membiarkan wanita itu melakukan sesuka hatinya, nanti pasti wanita itu akan merasa bosan sendiri.

"Mas, kamu dari mana aja, sih?! Aku khawatir tahu gak sama kamu." Ujar Yuanita yang kini menatap John kesal sekaligus memelas.

Tentu saja John sangat tahu dari memelasnya itu, pasti ada yang ingin Istrinya itu katakan. Jika itu adalah masalah uang seperti yang ia bilang kemarin, maka John akan benar-benar tidak memberinya lagi uang sepeser pun.

Tidak peduli jika nanti Istrinya itu akan marah dan tak terima padanya, karena ia melakukan semua ini demi kebaikan Yuanita sendiri. Ingin memberinya ajaran-ajaran yang sebagaimana harusnya seorang Istri lakukan.

John hanya memainkan ponselnya tanpa mengalihkan tatapannya padanya.

"Lembur." Jawab John singkat dan itu sukses membuat Yuanita kesal bukan main. Terdengar suara decakkan dari mulut Istrinya itu.

"Lembur atau..." Tuduh Yuanita sembari memicingkan matanya. John hanya diam saja menerima tuduhan-tuduhan seperti itu, berusaha tenang agar tak kembali muncul keributan dalam rumah tangganya.

Yuanita tampak aneh melihat Suaminya yang diam sedari tadi, bahkan mengabaikannya. Niatnya ia ingin berbasa-basi terlebih dahulu untuk melancarkan tujuan utamanya pada Suaminya itu, tetapi sepertinya usahanya tak berhasil melihat John yang tak menghiraukannya.

"Mas," Panggil Yuanita dengan tubuh yang tegak namun masih tetap duduk. Matanya memandang lurus kedepan sambil sesekali menggerak-gerakkan bibirnya ragu untuk mengatakannya.

Terdengar deheman John yang menjawab panggilannya itu. Yuanita menghela nafasnya, kemudian menatap Suaminya sepenuhnya dan berkata, "Aku ingin berbelanja." Ujar Yuanita.

John diam-diam tersenyum sinis mendengarnya, sepertinya Yuanita tidak menyadari itu.

"Mas, temani aku ya, bisa?" Tanya Yuanita dengan wajah memohonnya. John menghela nafasnya, "Kapan?" Tanya nya menoleh sekilas pada Istrinya itu.

Tentu saja Yuanita langsung tersenyum, matanya terlihat berbinar ketika mendengar John akhirnya berbicara, menyangka bahwa secara tidak langsung Suaminya akan memberikan apa yang dirinya mau.

Senyuman itu perlahan luntur ketika Yuanita hendak menjawab pertanyaannya tetapi tidak jadi karena John sudah memotongnya.

"Tidak bisa, Mas besok ada urusan. Jadi lebih baik kamu diam dirumah saja, turuti perintah Mas!" Tegas John sembari menatap Istrinya yang juga tengah menatapnya.

"Jika tidak, maka tak ada lagi kesempatan yang lainnya untukmu." Lanjut John dalam hati.

Setelah itu John pergi menuju kamarnya meninggalkan Yuanita yang sedang menahan kesalnya diam-diam dengan kedua tangan yang mengepal.

Tanpa menghiraukannya John terus berjalan menaiki anak tangga satu persatu. Sebenarnya John terpaksa melakukan ini, ia hanya ingin memastikan sekali lagi agar tak gegabah mengambil keputusannya suatu saat nanti.

Maka dari itu ia ingin tahu apa Istrinya bisa berubah atau tidak. Tentu saja apapun keputusannya nanti ia takkan menyesalinya sama sekali.

Yuanita baru saja memasuki kamarnya, ia tak melihat keberadaan Suaminya disini. Namun terdengar suara gemercik air yang bisa ia simpulkan bahwa John sedang mandi.

Ia mengerutkan keningnya ketika mendengar suara ponsel berdering, ternyata itu ponsel milik John. Ia melirik kearah kamar mandi untuk memastikan bahwa Suaminya itu masih lama.

Dengan rasa penasarannya ia pun berjalan dan meraih ponsel Suaminya, terdapat panggilan dari Rudy. Ketika ponsel itu dalam genggamannya, panggilan itu langsung berakhir. Awalnya ia mengira bahwa Rudy menghubungi Suaminya karena urusan pekerjaan.

Saat hendak disimpan kembali, terdapat notifikasi pesan. Ternyata itu dari orang yang sama yang baru saja menghubunginya. Ada sesuatu yang menarik perhatiannya, yaitu isi pesan yang disampaikan Rudy.

Terdengar suara pintu yang dibuka, buru-buru Yuanita menyimpan kembali ponselnya ke tempat semula. Merapikan sedikit pakaiannya yang sedikit berantakan, lalu duduk ditepi ranjang dengan senyum yang mengembang.

John yang baru saja selesai mandi pun mengangkat kedua alisnya ketika melihat Yuanita yang tengah tersenyum padanya.

"Kenapa senyam-senyum?" Tanya John, berjalan menuju walk in closet untuk mengenakan pakaian.

"Ah... e-enggak kok, gapapa." Jawab Yuanita gugup. John pun menggelengkan kepalanya lalu mengenakan pakaiannya.

John kembali dibuat bingung melihat keanehan dari sikap Istrinya itu. "Kok, dia jadi aneh gitu, ya. Kaya nya aku harus cari tahu." Ujar John dalam hati.

John pun berjalan mengambil ponselnya, alisnya mengerut ketika melihat beberapa riwayat panggilan tak terjawab dari Rudy. Kemudian sebuah pesan yang membuatnya terkejut.

Seketika pikirannya langsung tertuju pada Yuanita yang sikapnya terlihat aneh. Ia menoleh pada Istrinya yang sedari tadi diam.

"Kamu tadi buka handphone, Mas?" Tanya John dingin. Yuanita yang mendengarnya langsung melotot, jantungnya berdetak cepat tetapi ia berusaha terlihat biasa saja.

"Lihat Mas, Yuanita! Mas lagi bicara sama kamu," Bentak John yang mulai emosi, "Kamu tadi bukan handphone Mas, kan?" Lanjutnya lagi.

Yuanita melihat mata John yang begitu tajam dan menusuk. Ia menggelengkan kepalanya, "E-enggak, Mas. Aku gak buka handphone kamu!" Elak nya.

"Kamu kenapa, sih?! Kok, jadi nuduh aku. Emangnya isi handphone kamu ada apa, hah?!" Yuanita balik menuduh John, "Oh, apa jangan-jangan ada yang lagi kamu sembunyiin? IYA, KAN?!"

Kali ini John yang bungkam. Seketika ia menyesal menjadi lepas kendali seperti ini. Ia langsung mengalihkan tatapannya dan pergi keluar kamar dengan membawa ponselnya.

John mencoba menghubungi Rudy kembali tetapi kali ini tidak aktif. Sepertinya ia harus mendatangi rumahnya sekarang.

"Bahaya, sepertinya dia udah baca pesan dari Rudy. Gue harus bicara sama Rudy." Batin John meremas ponselnya kuat-kuat.

Sementara itu Yuanita baru saja keluar dari kamarnya melihat John yang berjalan keluar rumah.

"MAS, KAMU MAU KEMANA MALAM-MALAM?!"

Sayangnya teriakannya itu tak dihiraukan sama sekali oleh John. Ia menghentakkan kakinya kesal, pikirannya terus tertuju pada isi pesan yang dikirimkan oleh teman Suaminya itu yang bernama Rudy.

avataravatar
Next chapter