webnovel

Ingatan masalalu

Seattle 08:23 malam

Adriana telah tiba di rumah orang tuanya. Dia segera turun dari mobil sambil menggendong anaknya yang sudah tertidur, sementara Dave mengambil kopernya di bagasi.

Dengan langkah pelan, Adriana berjalan mendekati rumah orang tuanya yang tidak semewah rumah suaminya. Rumah itu merupakan bangunan permanen yang didominasi oleh cat warna metalik dan warna putih pada setiap sudut ataupun jendela dan pintu. Ibu muda itu menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan, seolah-olah dia telah meyakinkan dirinya sendiri untuk berani pulang.

Tok... Tok ... Tok....

Dengan wajah masih sembab dan hatinya masih hancur, Adriana dengan sabar menunggu pintu terbuka.

Sampai beberapa menit, pintu itupun akhirnya terbuka.

"Kak," sapa seorang gadis cantik bertubuh langsing mengenakan piyama pink bergambar karakter kartun. Gadis itu sangat mirip dengan Adriana, namun dia lebih tinggi dan rambutnya lurus alami berwarna coklat kehitaman, dan memiliki mata biru hazel. Dia adalah Gabriella Amanda Peterson, satu-satunya saudara perempuan Adriana, berusia 21 tahun.

"Amanda," kata Adriana sambil tersenyum pada adiknya, lalu menoleh ke arah Dave yang masih berdiri dengan membawa sebuah koper. "Bawa masuk, Dave," serunya.

Amanda langsung mengajak Adriana dan Dave masuk dengan perasaan aneh. Tentu saja, gadis itu bertanya-tanya mengapa saudara perempuannya yang sudah menikah, kembali ke rumah orang tuanya tanpa ditemani oleh suaminya dan malah membawa koper besar. Jika hanya untuk bermalam, kakaknya tidak perlu membawa banyak pakaian kan?

"Di mana ibu?" tanya Adriana dengan tatapan datar sambil menggendong Evan menuju kamarnya, sedangkan Dave duduk di sofa ruang tamu yang tidak begitu luas, dilengkapi dengan sofa putih dan meja kaca, dan ada foto-foto di dinding.

"Mama kurang enak badan, Kak. Dia ketiduran setelah minum obat," jelas Amanda dengan tatapan aneh ke arah kakaknya. "Apa yang terjadi, Kak?"

"Aku akan bercerai," jawab Adriana sambil membaringkan putranya di atas ranjang berukuran sedang dengan sprei berwarna merah marun.

"Cerai?" Amanda memastikan.

"Ya," singkat Adriana lalu duduk di tepi tempat tidur.

"Kenapa cerai, Kak? Apa suamimu sudah tidak mencintaimu lagi atau dia mengkhianatimu?" Amanda mulai mengungkapkan apa yang ada di pikirannya.

"Dia tidak pernah mencintaiku, dia memiliki kekasih lain yang lebih berarti dariku ataupun Evan," ucap Adriana dengan mata berkaca-kaca, namun segera menghapusnya sebelum air mata kembali jatuh di pipinya.

"Tidak pernah mencintaimu?" Amanda mengerutkan keningnya.

"Ceritanya panjang, besok aku akan jelaskan, sekarang kamu mau tidur saja, aku ingin tenang," seru Adriana.

Amanda menghela nafas. "Istirahatlah, Kak."

"Aku harus bertemu Dave dulu," kata Adriana lalu turun dari ranjang dan berjalan keluar kamar.

___

Dave duduk di sofa sambil menunggu Adriana, dia melirik suasana rumah minimalis yang sepertinya sudah lama tidak direnovasi tapi masih rapi dan bersih karena dirawat dengan rajin. Cat tembok warna silver sudah sedikit memudar dan ada dua foto yang dipajang yaitu foto Adriana dan Amanda.

"Dave," panggil Adriana.

Dave yang sedang menatap foto, menoleh ke arah Adriana. "Apakah kamu merasa lebih baik?" tanyanya.

Adriana hanya mengangguk, lalu duduk di sofa dengan tatapan kosong.

"Aku akan membujuk Mark," ucap Dave datar.

"Tidak perlu, Dsve. Itu semua hanya akan sia-sia," sahut Adriana sambil membayangkan bagaimana mengetahui bahwa Mark berselingkuh ketika anak mereka sakit, ketika dia berjuang untuk menahan luka dari hinaan mertua dan iparnya.

"Tapi jika kalian bercerai, dampaknya adalah Evan, aku kasihan padanya." Dave mencoba membujuk.

"Bercerai atau tidak, sama saja. Mark tidak pernah punya waktu untuk Evan. Aku bisa membuat anakku bahagia tanpa ayahnya," kata Adriana dengan tatapan kosong.

Dave menghela nafas dan kemudian melirik jam tangan yang menunjukkan pukul sembilan malam. "Pikirkan baik-baik keputusan besar ini, Adriana. Aku tahu bagaimana perasaanmu, apapun keputusannya, aku akan mendukungmu."

"Terima kasih, Dave," kata Adriana.

"Kalau begitu aku akan pulang dulu. Lain kali aku akan datang berkunjung, aku akan merindukan Evan," kata Dave mantap.

"Aku tahu kamu mencintai Evan lebih dari Mark. Maaf karena harus menjauhkanmu darinya, tapi kamu bisa datang ke sini sesuka hatimu jika ingin bermain dengannya," kata Adriana dengan mata berkaca-kaca, seolah tidak ingin adanya perpisahan namun keadaan yang membuatnya harus membuat keputusan ini.

"Jangan menangis lagi, lebih baik kamu istirahat dan menenangkah diri," seru Dave sambil menatap Adriana dengan iba.

Adriana hanya menjawab dengan anggukan. Dave segera keluar dari rumah menuju mobil dan segera mengendarainya kembali pulang ke rumah.

___

Adriana segera kembali ke kamar,. kemudian mendekati Evan yang sedang tidur nyenyak, sementara Amanda mungkin sudah kembali ke kamarnya.

Adriana terdiam menatap Evan yang merupakan buah cintanya dengan Mark, tapi dia tidak menyangka bahwa cinta itu hanya cinta palsu. suaminya menodai cinta itu dengan membawa gadis lain pada hubungan mereka, membuat hatinya sakit seperti ditikam seribu jarum.

Masih terngiang di telinganya tentang bagaimana suaminya mengatakan itu hanya membuatnya menjadi pelampiasan kepergian Maura. 'Egois, kamu membuatku hamil dan hidup dalam kesengsaraan, sekarang kamu akan kembali ke cinta lamamu begitu saja. Seharusnya kamu memikirkan putra kita sebelum bertindak untuk kebahagiaanmu sendiri.'

Flashback on:

Adriana minum terlalu banyak alkohol dengan Mark di apartemen. Saat itu, dia baru saja pulang dari kampus dan dijemput oleh kekasihnya itu, kemudian diajak mampir ke apartemen untuk sekedar minum bersama, dengan alasan kekasihnya sedang stres karena banyak masalah pekerjaan.

Adriana, yang sangat mencintai Mark, menemaninya dan perlahan-lahan bergabung ikut alkohol hingga mabuk karena dia tidak terbiasa.

"Sayang," panggil Mark sambil mengusap pipi Adriana dengan lembut.

"Kenpa?" tanya Adriana dengan sendu. Matanya terlihat sayu karena mabuk.

"Aku mencintaimu." Mark segera mencium bibir Adriana dengan lembut.

Adriana pun membalas ciuman itu secara refleks dengan mata terpejam. Ciuman itu perlahan terlepas karena Mark mulai turun dan mencium lehernya dengan tangan meremas bagian dada yang kenyal dan masih berbalut kemeja satin berwarna putih.

"Mark.. emhhh...!" Nafas Adriana mulai memburu tak beraturan akibat sentuhan Mark.

"Biarkan aku memilikimu seutuhnya," bisik Mark lalu membopong Adriana ke kamar yang terletak beberapa meter dari sofa ruang tamu.

Adriana yang sedang mabuk, hanya pasrah ke mana Mark akan membawanya. Dia merasakan tubuhnya terbaring di tempat tidur king-size dengan seprai putih polos, perlahan kekasihnya mulai melucuti pakaiannya hingga hanya menyisakan underwear dan bra berwarna hitam.

Mark menanggalkan pakaiannya dengan tidak sabar, lalu mengungkung di atas tubuh Adriana dan mulai mencium bibirnya lagi dengan tangannya yang bergerilya ke tubuh bagian bawahnya dan menyelinap ke celana dalam yang ketat.

"Arhhghhh..., apa yang kamu lakukan, Mark?" tanya Adriana sambil menghela nafas, dia masih setengah sadar dan merasakan jari-jari Mark mendorong ke area sensitif tubuhnya yang masih tersegel.

"Biarkan aku memasuki mu, aku tidak bisa menahannya lagi," bisik Mark sambil mencium leher Adriana.

"Tolong jangan, aku takut!" seru Adriana sambil mendorong dada Mark.

"Jangan takut, ini akan sangat memuaskan dan aku yakin kamu akan menyukainya," seru Mark kemudian mulai melepas underwear Adriana dan melemparkannya ke sembarang arah.

"Aku mohon jangan ..., aku takut hamil!" Adriana menutupi bagian bawah tubuhnya dengan telapak tangannya.

Mark kembali mencium bibir Adriana sejenak dan menatapnya intens. "Percayalah, kamu tidak akan hamil, aku akan melakukannya dengan hati-hati."

"Bagaimana jika aku tetap hamil?" tanya Adriana dengan suara serak, menatap wajah tampan Mark yang ada di atasnya. Dia tidak berdaya untuk menolak karena dia telah terpancing oleh nafsu dan mabuk.

"Kalau begitu kita akan menikah karena aku mencintaimu. Tolong, biarkan aku bercinta dengan mu," seru Mark dengan tatapan memohon.

Perlahan, Mark menepis tangan Adriana yang menutupi bagian bawah tubuhnya. Dengan tidak sabar dia melepas celananya hingga celana dalamnya dan bersiap membimbing kejantanannya yang sudah tegang, memasuki bagian sensitif Adriana.

"Tunggu sebentar, ini akan sakit tapi akan terasa sangat nikmat dan memuaskan," ucap Mark lalu kembali mencium bibir Adriana dengan tangan kanannya yang mengarahkan kejantanannya ke bagian sensitif kekasihnya itu

Adriana terkesiap dan meremas sprei saat merasakan sakit luar biasa di bagian sensitif tubuhnya yang terasa penuh, terasa seperti ada sesuatu yang keras memasukinya. Perlahan butiran bening mengalir dari kelopak matanya dan menggigit bibir bagian bawahnya sendiri.

Melihat Adriana kesakitan, Mark segera mencium bibirnya untuk membuatnya melupakan rasa sakit itu sampai dia terbiasa untuk sementara waktu dan mulai bergerak untuk melakukan peraduan yang sangat panas, sampai beberapa menit mencapai puncak kenikmatan masing-masing.

.