9 Shy Cat

Ketika semua telah terjadi, akankah kata maaf mampu menyembuhkan luka yang telah tersimpan di dalam hati?

•-----•

Termangu, itulah yang sedang kulakukan saat ini. Bagaimana tidak? Oh, rasanya inginku tenggelamkan saja wajahku ini. Sungguh!

Aku sangat malu sekarang untuk menampakkan diri dihadapan Mingyu. Dikarenakan kejadian semalam -Jeno telah menceritakan semua detail kejadian semalam saat aku tak sadar.

"Augh! Doneus! Kenapa kau tidak membawaku kabur saja saat itu?!" Astaga, untuk apa aku memarahi Jeno -sahabatku.

Kulihat Jeno menghela napas pelan. Ia memutar bola matanya malas. "Ayolah, Ay! Kau lebih tahu bagaimana dirimu saat mabuk. Sudah cepat bangun, habiskan sup hangover yang kubuat."

Jeno beranjak dari tepi ranjang yang ditempati aku. Ya, semalam doneusku membawaku ke apartemennya. Tenang saja, aku tidur di atas kasur dan Jeno di sofa yang ada di ruang televisi.

Aku percaya kalau Jeno akan selalu menjagaku. Terbukti bagaimana cara dia memperlakukanku selama belasan tahun ini. Bahkan, Ayah dan Ibuku mempercayai laki-laki bermata bulan sabit itu. Kusayang Jeno!

"Iya -iya. Aigoo, kepalaku sangat pusing." Aku beranjak dari ranjang. "Ah, iya doneus. Semalam siapa yang menggantikan pakaianku? Bukan kau 'kan?" tanyaku penasaran karena saat aku menyibak selimutku, pakaianku sudah berganti.

Jeno menoleh dan mengerjapkan matanya. "Siapa lagi kalau bukan aku? Kau muntah-muntah semalam. Mana mungkin tidur dengan pakaian bau!"

"Jinjja?" Aku menutupi bagian atas tubuhku dengan kedua tangan. "Jenooo!" teriakku setelahnya.

Suara gelak tawa terdengar nyaring di telingaku. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Lee Jeno. Aku mendelikkan mata dan berkata, "apa yang lucu? Aku marah padamu!"

"Aigoo, firefly! Mana mungkin aku melakukan itu. Tenang saja, Hera noona yang membantumu mengganti pakaian," jawab Jeno.

Hhh, syukurlah. Kukira Jeno benar-benar menggantikan pakaianku. Akan sangat canggung nantinya. Walaupun saat kami kecil, aku dan Jeno pernah tidur bahkan mandi bersama.

Itu dulu... sekarang? Kami sudah dewasa dan mengerti apa yang boleh dan tidak boleh kami lakukan. Tapi, tetap saja... Jeno sering tiba-tiba tidur di sampingku kalau ia bermimpi buruk. Hm, aku sering menginap di apartemen Jeno. Kami tidak hanya berdua tapi ada Hera eonnie.

Hampir saja aku melemparkan bantal ke wajah tampan Jeno, kalau Hera eonnie tidak menginterupsi. "Ay, kau sudah bangun? Bagaimana keadaanmu?" tanyanya.

Hera eonnie sangat baik padaku. Ia seperti kakak peremuan bagiku. "Masih sedikit pusing, eonnie. Maaf sudah merepotkanmu," jawabku sambil membungkuk singkat.

Terlihat Hera eonnie menghampiriku dan memelukku ringan. "Apa-apaan ini, seperti dengan orang asing saja. Ayo sarapan sebelum kau pergi bekerja," ucapnya.

Astaga! Aku lupa kalau hari ini akan ada peresentasi dengan CEO Choi. Bahkan tugasku belum selesai. Bagaimana ini?!

Selepas Hera eonnie keluar dari kamar, aku langsung menghampiri Jeno yang masih setia menungguku di ambang pintu. "Doneus!" seruku.

"Wae? Jangan bilang kau lupa mengerjakan tugasmu. Astaga Aya, sedikit lagi kau akan menjadi seorang designer ternama. Jangan menyepelekan satu tugas pun," sahut Jeno, yang mulai ceramah.

Ya, aku bekerja di sebuah perusahaan fashion yang cukup terkenal di Seoul -Lucky Chouette. Posisiku sebagai fashion designer atau perancang busana. Di mana tugasku merancang dan menciptakan busana yang akan menjadi tren masa kini.

"Kau tidak lupa dengan impianmu 'kan? Menjadi salah satu fashion designer yang bernaung di brand value -Louis Vuitton." Oh Jeno, kenapa kau mengingatkan aku tentang itu.

Baiklah, sebelum Jeno lebih jauh menceramahiku. Kusudahi ucapannya dengan berkata, "roger my doneus! Bantu aku untuk kali ini saja. Aku akan menjadikanmu model. Seewing Dummy milikku ada di rumah. Sudah tidak ada waktu untuk mengambilnya."

Ya, kebetulan perusahaan kami akan meluncurkan rancangan musim dingin. Aku bertugas untuk membuat desain coat untuk pria.

"Kumohon," pintaku lirih. Aku yakin, Jeno tak akan bisa menolakku jika aku sudah memasang wajah puppy eyes seperti ini.

Terdengar helaan napas dari Jeno. Kulihat ia mengangguk. "Baiklah, berhubung aku mendapat shif siang. Jadi, kurasa tak ada salahnya membantu sahabatku yang menyusahkan ini."

Ayolah Jeno, aku tahu kau adalah sahabat yang baik. Setiap ucapan yang kau lontarkan tidak akan membuatku merasa tersinggung. "Kau yang terbaik, my doneus!" pekikku kegirangan.

"Ayo, kau habiskan sarapanmu dulu. Setelah itu baru mengerjakan tugasmu." Diraihnya pergelangan tanganku oleh Jeno. Tanpa rasa canggung, aku mengapit lengan laki-laki itu, sudah seperti kebiasaan saat aku jalan beriringan dengannya.

Lima belas menit telah berlalu, kini aku dan Jeno tengah berkutat dengan kegiatan kami masing-masing di ruangan yang ada di samping kamar Jeno -ruang khusus baca milik laki-laki itu.

"Doneus, coba kau berdiri di ujung sana. Aku ingin memotretmu dengan kedua mataku," pintaku.

Sudah menjadi kebiasaan, kalau aku memakai boneka hidup untuk kujadikan model. Karena ada perbedaan antara seewing dummy (boneka jahit) dengan manusia, lebih efisien ketika aku menggunakan manusia sebagai modelku.

Jeno beranjak dari duduknya, lalu menuruti permintaanku. "Di sini? Apa perlu aku berpose?"

Lihat! Jeno bak model. Oh astaga Aya, ke mana saja kau selama ini. Ternyata sahabatku sangat tampan. Aku sampai tak bisa melepaskan netraku darinya.

"Ya, kenapa diam? Aku harus bagaimana? Diam seperti patung?" tanya Jeno sekali lagi.

Terkesiap, aku menganggukkan kepala. "Eoh, benar. Diam seperti patung di sana. Aku akan memotretmu." Aku berdiri dari dudukku di atas karpet berbulu tebal, dan menghampiri Jeno.

"Kenapa kau sangat tinggi, eoh?" tanyaku tanpa sadar saat memerhatikan tubuh Jeno yang menjulang tinggi.

Jelas Jeno sangat tinggi untukku. Tubuhku hanya sebahu laki-laki itu. Jadi, aku harus mendongak ketika menatap matanya. "Coba kau pejamkan matamu, doneus," titahku.

Jeno menurut. Aku mulai memotret setiap lekuk tubuh Jeno dengan mataku. Lalu, aku mulai mengukur dengan pengukur yang melingkar di leherku.

Saat aku hendak mengukur lingkar leher Jeno, napasku sedikit tercekat karena embusan napas Jeno sangat terasa di wajahku. Aku sedikit berjinjit, karena tinggi laki-laki itu. Tanpa aba-aba, kuterkejut ketika Jeno mengerjapkan kedua matanya.

"O-o-oh." Hampir saja aku terjatuh karena terhuyung akibat keterkejutanku -Jeno menahan pinggangku dengan tangan kanannya. "Astaga, hampir saja," ucapku.

Ketika aku mengalihkan pandanganku, terlihat Jeno tengah menatapku dalam. Deg! Astaga! Apa yang terjadi dengan jantungku. Gerakanku seakan terkunci oleh tatapan dari Jeno.

Aku berusaha untuk menggerakkan tubuhnya, tapi nihil. Mau tak mau aku menurunkan pandanganku, dan berkata, "lepaskan aku Jeno."

"Kenapa? Apa kau merasa jantungmu berdebar saat berdekatan denganku, my firefly?"

Astaga Jeno! Kau membaca pikiranku ya! Apa yang harus kujawab? "Kau percaya diri sekali. Cepat lepaskan! Aku masih banyak pekerjaan."

"Baiklah," sahutnya. Ia melepaskan rengkuhannya pada pinggangmu. Membuatku sedikit terhuyung dan mundur beberapa langkah dari hadapan Jeno.

Akhirnya, aku bisa bernapas lega. Ditatap Jeno seperti tadi membuat jantungku tidak sehat. Tanpa menoleh ke arah Jeno lagi, aku kembali duduk di atas karpet dan melanjutkan tugasku.

Sedang, Jeno. Ia sedang mengatur napasnya. Ternyata bukan hanya aku yang merasa tercekat akibat tatapannya, tapi itu berlaku juga untuk Jeno. "Hhh, astaga jantungku," gumamnya yang kudengar.

Aku mengerutkan dahi dan melanjutkan tugasku.

•-----•

"Bagaimana menurutmu?" tanya Jaehyun pada Taeyong.

Mereka berdua tengah beristirahat di pantry. Setelah breakfast time, Jaehyun mengunjungi ruangan itu untuk mengetahui lebih jauh tentang restoran Ayahnya ini.

Taeyong terlihat berbinar, lalu ia acungkan dua jempol ke hadapan Jaehyun. "Masakanmu sangat lezat, chef. Aku sampai lupa kalau harus membaginya dengan Johnny-ssi," sahutnya.

Jaehyun terkekeh. "Syukurlah."

"Setelah ini, kau akan memasak apa chef?" tanya Taeyong.

Jaehyun menyunggingkan senyumnya dan berkata, "Cassoulet Bulgogi."

Taeyong mengernyitkan dahinya bingung. Setahu chef tampan itu; Cassoulet adalah salah satu masakan khas Perancis. Masakan ini semacam kaserol, campuran antara sosis dan kacang putih yang dimasak bersama dalam sebuhah panci. Cassoulet ini menyerupai sup, namun memiliki tekstur kuah yang jauh lebih kental dan rasa yang lebih berat.

Sedang, Bulgogi adalah masakan khas Korea; daging yang digunakan antara lain daging sirloin atau bagian daging sapi pilihan. Bumbu bulgogi adalah campuran kecap asin dan gula ditambah rempah lain bergantung pada resep dan daerah di Korea.

"Bukankah itu kedua makanan yang berbeda chef? Bagaimana maksudmu?" tanya Taeyong yang masih bingung dengan maksud chef executive tampan itu.

Jaehyun bersidekap dada, dan beranjak dari duduknya. "Aku akan membuat Cassoulet dan Bulgogi, keduanya akan kugabungkan. Biasanya cassoulet menggunakan sosis, tapi akan kuganti dengan bulgogi yang cukup dikenal di negara ini. Kedua makanan tersebut sangat cocok untuk musim dingin."

"Aku ingin menghidangkan makanan yang menghangatkan untuk para pelanggan restoran kita, chef. Melihat mereka tersenyum setelah menyantap makanan dari restoran ini, membuatku merasa bahagia," lanjut Jaehyun.

"Aku juga penasaran dengan tanggapan dia. Berhubung dia tak bisa merasakan rasa asin, akan kubuat manis dan pedas yang akan menyatu," batinnya.

Chef Taeyong tak bisa menyembunyikan rasa kagumnya pada executif chef yang ada di depannya itu. "Woah daebakk! Idemu sangat cemerlang chef. Aku tak sabar ingin melihat hasil akhirnya."

"Bisakah aku ikut bergabung denganmu? Untuk lunch time nanti?" lanjut Taeyong bertanya.

Jaehyun kembali duduk. "Karena kau sudah membantuku untuk breakfast time. Berhubung aku membutuhkan sous chef jadi biarkan chef Jeno yang akan membantuku untuk lunch time. Tidak apa 'kan?"

"Aah, baiklah chef. Aku akan menyiapkan makanan pembukanya." Taeyong sedikit kecewa atas jawaban Jaehyun. Bergabung dalam masakan yang akan dibuat olehnya itu sangat ditunggu - tunggu oleh chef yang bekerja di sini.

"Terima kasih chef Taeyong. Lain kali, kita akan menciptakan makanan yang lebih dari ini. Call?" sahut Jaehyun, yang berusaha untuk dekat dengan karyawan lainnya.

Seutas senyum nampak di wajah tampan Taeyong. Laki - laki itu mengangguk antusias. "Roger, chef!"

avataravatar
Next chapter