Kaylila kembali menolehkan kepalanya kearah Nosa. Rasa tak percaya yang sedari tadi dipendamnya kini mulai yakin dengan pendengarannya sendiri, bahwa Kaylila tidak salah dengar. Kaylila menyipitkan matanya. Sementara Nosa masih dengan tanpa ekspresi, dan dengan gayanya yang dingin, membuat Kaylila merasa geram.
Pernikahan dengan perjanjian katanya? Dia benar-benar menyebalkan.
"Maaf mas, saya sudah punya calon."
Kaylila menjawab dengan singkat dan tegas, untuk membuktikan bahwa dia tidak bisa dipermainkan seperti apa yang dia pikirkan. Nosa tertawa sarkas.
"Calon yang mana? Yang mencoba mempermainkanmu dengan mengulur waktu untuk bisa melamarmu?"
Nosa kembali tersenyum sinis.
Kaylila terkejut mendengar ucapan Nosa.
"Maksudnya apa Mas Nosa, saya tidak paham apa yang mas Nosa sampaikan."
"Apakah kamu selalu se naïf ini? Atau kamu memang telah dibutakan cinta dari pria brengsek itu?"
Kaylila masih tidak bisa mempercayai pendengarannya. Dengan jelas Nosa mengumpat Genta, kekasihnya.
"Kita berbisnis saling menguntungkan. Saya bisa menikah, kamu juga bisa menikah sebelum usiamu 27 tahun. Adil kan? Saya akan menjamin segala keperluanmu. Kamu ingin kuliah? Di dalam negeri atau di luar negeri? Saya akan membiayainya."
Belum sempat Kaylila membalas ucapan Nosa, Kaylila di kagetkan lagi ucapan Nosa yang seolah-olah mengetahui segalanya tentang hubungan Kaylila dan Genta. Kaylila masih tidak percaya dengan ucapan Nosa.
"Tidak perlu dijawab sekarang. Masih ada waktu sebelum usiamu 27 tahun kan? Silakan dipikir dengan matang. Kamu tahu bagaimana cara menghubungi saya bukan?"
Kaylila hanya mampu melongo, masih dengan keterkejutannya, sehingga tidak mampu mengeluarkan sepatah katapun.
"Sudah sampai, silakan buka pintunya."
Kaylila kembali terkejut, tanpa disadari, mereka sudah tiba di rumah Kaylila. Kaylila merasa bahwa dia bahkan belum mengatakan alamat rumahnya, dan sekarang tiba-tiba sudah sampai.
Nosa turun dari mobil, diikuti oleh Kaylila. Kaylila segera membuka pintu pagar depan rumahnya. Nosa masih berdiri di samping kendaraannya.
"Jangan mengusirku. Anggap saja ini bentuk tindakan menjaga sopan santun, memastikan bahwa sesorang yang telah saya antarkan telah sampai dirumahnya. Silakan masuk, pastikan kamu telah mengunci semua pintu setelah saya pergi."
Dia sungguh menyebalkan. Yaa Allah, makhluk apakah sebenarnya ini?
Kaylila membatin, dengan semua keterkejutan dan ketidak percayaan yang dialaminya malam ini, terhadap sosok Nosa yang dingin.
Setelah Kaylila masuk kedalam pagar, Kaylila menguncinya, kemudian membuka pintu depan rumahnya. Nosa masuk kedalam mobil. Setelah Kaylila masuk kedalam rumah dan menutup pintu, Nosa segera berlalu melajukan mobilnya.
Setibanya didalam rumah, Kaylila merasakan lututnya seolah lemah, Kaylila terduduk di lantai. Kaylila masih tidak mampu mempercayai apapun yang diucapkan oleh Nosa.
***
Alarm di kamar Kaylila berbunyi nyaring, menunjukkan pukul 05.00, mengagetkan Kaylila. Kaylila merasakan kepalanya pusing karena semalam tidak bisa tidur, masih memikirkan perkataan yang diucapkan Nosa. Kaylila berteriak, kemudian menutup wajahnya dengan selimut.
"Dia menyebalkan!"
Kaylila kemudian bangun, menuju kamar mandi, berwudhu untuk menjalankan sholat Subuh. Selesai sholat, kaylila kembali ke tempat tidurnya. Kaylila mencoba untuk tidur lagi, namun matanya seolah tidak dapat diajak kerja sama. Begitu pula kepalanya, Kaylila masih merasakan pusing.
"Apa yang harus aku lakukan? Eh, kenapa aku harus bingung. Bukankah tinggal kujawab saja, bahwa aku tidak bersedia menerima tawarannya? Dia pikir aku ini benda apa, yang bisa dijadikan ajang bisnis? Menyebalkan, dia sungguh menyebalkan. Tapi, dia sangat keren, matang, dewasa. Ahhhhhhhh sudahlah, hapus, hapus, hapuskan dia dari pikiranku. Reset!"
Kaylila mematung, memastikan bahwa dia telah melupakan tentang apa yang dikatakan Nosa. Namun hal itu sia-sia. Suara Nosa seolah mengiang-ngiang di kepalanya.
Kaylila menjambak rambutnya, sambil menendang selimut yang menyelimutinya. Kaylila menyerah, kemudian keluar dari kamarnya menuju dapur, mengambil air mineral, dan meminumnya dengan terburu-buru, namun kemudian tersedak saat mendengar bel di bunyikan.
Kaylila segera menuju ruang tamu, mengintip siapa yang membunyikan bel itu. Ternyata Genta, Kaylila dengan tersenyum kembali ke kamarnya, untuk mengambil Jilbab.
Kaylila membuka pintu depan rumahnya, kemudian membuka pintu pagar. Tampak Genta dengan alis mengkerut dan tanpa senyum. Jam menunjukkan pukul 06.30 saat itu. Dengan setelan olahraganya, Genta langsung masuk begitu pintu pagar dibuka.
"Kamu kemana aja sih, Yang? Ditelpon ga dijawab, di chat juga ga dibalas, boro-boro dibalas, dibaca aja nggak. Kamu tahu ga kalau aku cemas?"
Kaylila menatap Genta, kekasih yang sangat dicintainya. Hanya Genta dan Genta yang selalu mengisi relung hatinya. Namun, entah mengapa, tadi malam Kaylila benar-benar melupakan kehadiran Genta. Kaylila merasa bersalah.
"Maaf, Mas. Ga semapat buka HP. Sampe dirumah aja udah jam 11 malam, langsung sholat isya, trus tidur."
"Tapi kenapa matamu tampak berkantung begitu? Kurang tidur? Kalau jam 11 malam kan udah biasa kamu tidur jam segitu juga. Tapi ga sampe membuat matamu berkantung kan?"
"Ga tau nih mas. Perasaan tidurnya juga berkualitas tadi malam. Mungkin aku cuma kelelahan aja."
"Yang, bekerja boleh penuh tanggung jawab, tapi kondisi tubuh juga wajib diperhatikan. Nanti sakit, siapa yang repot. Mau aku nginep disini kalau kamu sakit?"
"Apaan sih mas. Ya ga bolehlah. Nanti digerebek warga sekitar lho, masukin cowo dirumah anak perempuan. Malu kan?"
"Makanya itu, jangan lupa dijaga kondisinya."
"Iya mas, iya."
Kaylila kemudian teringat ucapan Nosa tadi malam, tentang Genta yang brengsek karena tidak kunjung menghalalkannya, dan juga batas usia 27 tahun agar segera menikah. Kaylila bertanya-tanya, kira-kira Nosa tahu darimana? Sedangkan Nosa dan Kaylila baru saja bertemu secara tidak langsung kemarin siang, setelah accident terserempet.
Mungkinkah Pak Wibisono? Tapi Pak Wibisono juga tidak mengetahui tentang hal ini. Mbak Della juga belum kuceritakan tentang ini. Tahu darimana dia ya?
Batin Kaylila masih bertanya-tanya. Belum lagi, semalam, Nosa mengantarkan Kaylila pulang kerumah tanpa bertanya dimana alamat rumah Kaylila.
Mungkin saja Pak Wibisono yang menunjukkan alamat rumahku
Seribu pertanyaan memenuhi otak Kaylila, hingga melupakan bahwa ada Genta dihadapannya.
"Yang, kamu mikir apa sih? Kok dari tadi bengong?"
"Aahh? Aaa apa mas? Mas ngomong apa tadi?"
"Duh kamu tuh ya. Tambah bingung jadinya. Kamu itu kenapa sih, Yang. Kayak orang bingung?"
"Oh, itu, ya ga ada apa-apa sih. I'm fine."
"Ya udah kalo gitu. Ayo kita cari sarapan. Laper nih."
"Ya mas, sebentar aku ganti baju dulu ya. Ga mungkin kan aku pergi dengan memakai piyama tidur?"
"Udah, ga papa. Tetep cantik kok."
Genta tersenyum nakal ke arah Kaylila.
Ucapan Genta yang sudah biasa membuatnya terbuai kini dianggapnya suatu hal yang biasa. Ia hanya menggendikkan bahunya. Langkahnya sempat terhenti sementara.
Kemudian, tanpa bersuara, ia mengekori langkah Genta menuju ke mobilnya. Ia memastikan bahwa rumah telah berada dalam keadaan tertutup, setelah mengunci pintu rumahnya terlebih dahulu.
***