Pagi yang cerah, namun tak secerah suasana hati Caca yang sedang menatap kedepan cermin dengan wajah menahan tangis.
"Bun.." cicit Caca dengan muka melas.
"Nggak ada pilihan lain Ca, udah sekarang kamu siap-siap kebawah sarapan! Nanti keburu telat," jawab bunda Caca yang setelahnya beranjak dari kamar Caca, meninggalkan Caca yang masih meratapi nasibnya di depan kaca.
"Kuatkan hati Caca dalam menjalani cobaan ini ya allah," ucap Caca.
*****
"Loh dek ken-"
"Diem!" putus Caca sebelum Danis menyelesaikan ucapannya, sedang sang ayah dan bundanya hanya mampu menahan tawa melihat wajah Danis yang cengo dan Caca dengan raut seperti ingin memakan orang.
Setelahnya Caca kembali melanjutkan sarapannya, begitu juga Danis dengan tangan menggaruk kepalanya tanpa sengaja melihat rantang di meja.
"Bun itu rantang buat siapa?"
"Buat dibawa Caca ke sekolah," jawab sang bunda yang sibuk mengoleskan selai nanas di roti tawarnya.
"Hah? Buk-"
"Diem ihh! Bang Danis kenapa bawel banget sih? Udah sarapan aja!" ucap Caca galak akibat suasana hatinya yang sedang tidak mendukung.
"Oke oke, gue diem," ucap Danis dengan kedua tangan terangkat diatas pertanda menyerah.
"Caca berangkat dulu. Assalamualaikum!" pamit Caca tanpa menghabiskan sarapannya, tak lupa sebelumnya salim kepada kedua orang tuanya dan membawa rantang di meja.
"Kamu sih bang, ngambek tuh," ucap sang bunda setelah melihat kepergian Caca.
"Iyadeh perasaan abang mulu yang salah," jawab Danis pasrah.
*****
"Ca lo ke-"
"Udah masuk dulu aja, jangan tanya-tanya dulu. Caca lagi nggak mood," potong Caca sebelum Rere selesai bertanya.
"Tapi-"
"No debat!" ujar Caca yang kemudian bergegas memasuki kelas dengan pandangan teman sekelas yang terang-terangan menghadap penuh padanya dengan wajah cengo.
Caca mencoba tak peduli, meskipun ia tahu apa yang sedang menjadi pemandangan teman-temannya.
Seperti jadwal yang telah ditentukan bahwasannya materi dimulai tepat jam 7.30. Hanya saja dipertengahan jam Caca harus menuju ruang paduan suara untuk memulai latihan hari pertama.
Untuk acara penutupan MOS, tim paduan suara akan membawakan 3 lagu yaitu Indonesia Raya, lagu nasional dan mars SMA Karya Bakti.
"Stop stop stop! Kenapa ada yang suaranya melengking ya? Coba yang merasa angkat tangan!" ujar Pak Wahid setelah mendengar suara yang dirasa tak enak didengar. "Nggak ada yang merasa?" tanyanya lagi setelah tidak ada satupun yang merasa.
"Oke coba dilanjut dulu, saya akan dengarkan lagi," perintahnya.
"Nah stop! Kamu yang dibelakang paling tengah, maju! Orang suaranya cempreng kok nggak merasa!"
Oke, orang itu adalah Caca. Caca sendiri yang merasa ia orang yang ditunjuk pun maju kedepan dengan watados. Pak Wahid kemudian mengamati penampilan Caca dari atas kebawah dan kembali lagi.
"Kamu penggemar rege?" tanya Pak Wahid kemudian.
"Ih bapak kok gitu? Plis jangan tanya penampilan Caca dulu, Caca lagi nggak mood bapak. Daripada Caca berubah jadi singa," jawab Caca dengan tampang memelas.
"Hahh...lupakan! Siapa nama lengkap kamu?" tanya Pak Wahid dengan tangan sibuk memilah kertas yang berisi nama-nama anak yang terpilih menjadi tim paduan suara.
"Sasya Ayudia Putri Pratama,"
"Pernah menang lomba menyanyi kategori trio? Kelas berapa?" tanya Pak wahid beruntun.
"Iya Caca pernah menang juara harapan 1 loh, itu waktu Caca TK B. Caca yang bagian backgroundnya. Nggak tau deh kalo nggak ada Caca, kayaknya nggak bakal menang itu," ujar Caca dengan bangganya, sambil menepuk dadanya sombong.
Jawaban Caca sontak membuat semua yang berada di dalam ruanga menahan tawa, beda lagi dengan Pak Wahid yang memandang Caca antara bingung dan takjub.
"Oke, sepertinya kamu salah tempat. Jadi saya persilahkan kamu untuk kembali ke kelas. Terima kasih." Ujar Pak Wahid final. Setelah beberapa kali mengusap dadanya.
*****
Caca memasuki kelas dengan muka kusutnya. Rere yang awalnya sedang merumpi dengan yang lain melihat Caca duduk dibangkunya pun menghampiri.
"Cepet banget Ca?" tanya Rere sambil duduk dibangkunya. "Wait..wait! muka lo kenapa kusut banget?" imbuhnya penasaran.
"Caca dikeluarin!" Jawab Caca singkat plus nyolot.
"Weh santui, jangan nyolot dong lo! Lagian kok bisa dikeluarin sih? Bukannya lo- malaikat maut dateng.. malaikat maut dateng," potong Rere panik sambil mengubah raut mukanya, setelah matanya tak sengaja menangkap sosok yang melintas lewat jendela.
"Kok jadi malaikat maut sih Re?" tanya Caca bingung.
"Sttt diem!" ucap Rere tanpa melirik Caca dengan muka menghadap kedepan dan posisi duduk rapi.
Brakkkkkkk!!!!
Pintu dibuka dari luar dengan keras. 4 orang panitia berjas hitam masuk dengan wajah sangar, merekalah yang disebut sebagai "Malaikat maut". Mereka terdiri dari 2 orang perempuan dan 1 orang laki-laki yang Caca kenali, yaitu 2 cewek yang yang menegur Caca untuk mengubah warna rambut ketika upacara yang akhirnya ia ketahui nama mereka Jessica (si cewek kuncir satu) dan Mora (si cewek dengan rambut digerai), yang terakhir yaitu Galen.
"Keluarkan bekal kalian!" kata Mora tegas dengan tangan bersedekap. Matanya menyorot tiap anak yang sedang terburu-buru mengeluarkan bekal mereka dalam wadah sterofom.
Mata Jessica menangkap sesuatu yang menarik perhatiannya, dengan langkah pasti ia mendekati bangku Caca dengan penggaris panjang ditanganya dan… brakkkk!!
"Apa-apaan ini! Dikira mau piknik?" matanya nyalang menatap Caca, setelah penggarisnya beradu dengan rantang makanan Caca hingga tutup terbuka dan isinya sedikit tercecer. Sedang Caca yang ditanya mulai gemetar dengan muka tertunduk kebawah.
"Kalo diajak bicara itu jangan ngadep bawah! Nggak sopan"! lanjut Jessica yang seketika itu Caca langsung mengangkat kepalanya.
"Kamu Caca yang kemarin saya suruh ganti warna rambut kan? Ini kenapa jadi kaya gini?" tanya Jessica kembali sambil memerhatikan gaya rambut Caca yang persis dengan penyanyi lagend "Mbah Surep".
Itulah yang membuat mood Caca hancur sedari pagi. Gaya rambut yang dikepang kecil-kecil untuk menutupi rambutnya yang bisa dikatakan "gimbal" dan berminyak.
"Jadi ceritanya kemarin Caca ..bla…bla…bla" cerita Caca dengan mimik yang berubah-ubah, sedang Jessica dan Galen fokus mendengarkan.
"Ck.. mulai" decak Mora malas melihat Caca yang selalu antusias bercerita.
"Jadi gitu kak ceritanya. Caca juga bingung mau diapain rambutnya, eh sama bunda malah diginiin," ucap Caca sambil memandang nelangsa rambutnya.
"Huhh… sekarang juga kamu ikut saya keluar!" tegas Galen sambil berjalan keluar. Sedangkan Caca manut saja mengikuti.
Caca yang belum mengetahui kemana mereka akan pergi mencoba untuk mensejajarkan langkah dengan Galen yang tetap fokus dengan pandangan ke depan, seakan tidak peduli dengan keberadaan Caca.
"Emm.. Kak Galen ini Caca mau dibawa kemana ya?" tanya Caca ragu. Galen pun menghentikkan langkahnya dan menghadap Caca.
"Ke Ruang Osis" singkat, padat, jelas.