webnovel

Pesona Kak Zeus

Aku merasakan ada hawa aliran listrik kecil di saat tangan Kak Zeus menyetuh tanganku. "Kamu nggak bantu Mama masak? Malah nemenin aku di sini."

Aku kaget, Kak Zeus menggenggam erat tanganku. Aku tidak sadar, ternyata tangan laki laki itu sebesar itu. Bagaimana rasanya jika tangan laki-laki itu yang menjamah tubuhku seperti yang Bang Nico kemarin lakukan? "Sa-saya tanya Mama dulu," jawabku terbata. Rasa panas tiba-tiba menggelenyar di tubuhku saat membayangkan tangan besar dan hangat laki-laki itu yang kini masih tengah menggenggam tanganku.

"Sekalian bawa cemilan buat Abang, ingat!" kata Bang Nico menambahkan.

Aku berjalan cepat menuju dapur. Mama berada di sana, seperti biasa dengan, dengan celemek dan pisau dapurnya. "Ma, ada yang bisa Ara bantu?"

Mama menoleh padaku sekilas. "Nggak usah, Sayang! Temenin Nak Zeus saja di depan."

Aku menurut saja. Kasihan juga Kak Zeus sama Bang Nico nge- krik- krik di ruang tamu. Saat aku kembali, laki laki berdua itu masih saling diam. Bang Nico jelas sekali menunjukkan tampang wajah tidak suka. Sementara Kak Zeus tetap sangat santai mendapati kalau Bang Nico tidak menyukai dirinya.

"Ara, kalian pacaran?" tanya Bang Nico dengan alisnya yang berkerut.

"Iya, Bang. Kak Zeus pacar gua sekarang."

"Tuh, kan... Gua nggak bohong, Bang." Kak Zeus ikut berkomentar. Sepertinya tadi Bang Nico tidak percaya saat Kak Zeus mengaku sebagai pacarku.

"Sejak kapan?"

"Tadi."

Bang Nico melemparkan pandangan tidak suka untuk kesekian kalinya pada Kak Zeus. Laki-laki itu hanya tersenyum saja. Jelas sekali seakan ingin menantang Bang Nico dengan ketenangan yang dimiliki laki laki itu.

"Bilang sama Mama, gua nggak ikut makan malam." Bang Nico gegas bangkit dari duduknya, lalu pergi meninggalkan kami berdua.

"Abang kamu lagi datang bulan, ya? Sensitif banget," laki-laki itu berbisik dengan bibir yang di buat-buat manyun.

Aku terkekeh melihat ekspresi wajahnya. "Jangan gitu, Kak!"

Laki laki itu kemudian meraih tanganku. Laki laki itu pun juga memainkan jari-jariku. Sesekali menggenggam erat tanganku. "Makasih, ya, sudah ngasih aku kesempatan."

"Ng-nggak usah sampe bilang makasih segala, Kak..." aku mulai dapat merasakan dadaku memanas. Aku menyukai tangan laki laki itu yang hangat dan besar. Sangat nyaman sekali saat laki laki itu menggenggam erat tanganku.

***

Kak Zeus menatapku lamat-lamat. Di dalam matanya hanya ada bayangan diriku saja di dalam sana. Sepertinya laki laki itu benar-benar mabuk kepayang akan diriku. Kak Zeus tidak melepaskan genggaman tautan tangan kami sejak lima menit yang lalu.

"Aku sayang kamu..." setelah mengatakan kata-kata manis tersebut, laki-laki itu kemudian mendekatkan wajahnya padaku. Jantungku berdebar semakin kencang. Bibir kami kini sudah saling beradu, rasanya lembut dan menyenangkan. Pagutan bibir Kak Zeus terasa sangat berbeda dengan pagutan bibir dari Bang Nico.

Laki-laki itu tak lama menciumku. Melepaskan pagutan bibir kami dan kemudian melihat keadaan sekitar. Jelas saja laki-laki itu khawatir, sebab kami sedang melakukannya di dalam kelas mata kuliah ku tadi. Aku baru saja selesai siap menyiapkan salinan tugas yang tadi dosen berikan, menyebabkan aku sedikit lama keluar dari teman-teman yang lain. Di saat teman-temanku yang lain telah pergi, ternyata laki-laki itu masih dengan sabar menunggu di luar kelas.

"Ayo pulang!"

Aku menarik lengan baju laki laki itu ketika terlihat dia akan berdiri. Tanganku bergerak dengan sendirinya. Tadi adalah pagutan bibir pertama kami, dan aku sangat menyukainya.

"Ameera," laki laki itu membelai rambutku. "Sudah aku bilang, kan? Jangan di kampus."

Aku mengerti perkataannya. Aku menghela nafas panjang. Rasa kecewa timbul di hatiku.

"Kamu mau mampir makan malam di rumahku? Aku yang masakin."

"Sa-saya akan kasih kabar Mama dulu."

Laki-laki itu kemudian mengecup puncak kepalaku sebentar. "Kenapa pakai 'saya' lagi? Barusan sudah sepakat, kan?"

Aku berdehem pelan. "A-ara mau telepon Mama dulu."

"Sambil jalan, ya?"

Kami lalu berjalan beriringan. Selama perjalanan, aku langsung meminta izin kepada Mama untuk pergi bersama Kak Zeus. Syukurlah Mama memberikan izin, asalkan aku tidak melewati jam malamku saja.

Aku langsung posesif memeluk pinggang Kak Zeus dalam perjalanan menuju ke rumah Kak Zeus dengan motor gedenya. Aku tidak pernah membayangkan bahwa hari ini akhirnya datang juga. Ini pertama kalinya aku menyukai laki laki dan beruntungnya cintaku dapat bersambut. 

Dalam dua puluh menit perjalanan, kami akhirnya sampai juga ke rumah laki laki itu. Rumah Kak Zeus besar dan bergaya Eropa klasik. Aku sempat menjadi patung sesaat ketika laki laki itu berhenti di depan pagar rumahnya.

Mataku membelalak saking kagetnya. Ini adalah pertama kalinya aku menginjakkan kaki di rumah orang kaya dan megah seperti ini. Aku sampai tidak berani untuk menoleh ke kiri dan kanan, takut terkena serangan jantung dadakan.

"Sini, Ara!" Kak Zeus mengulurkan tangannya begitu laki laki itu selesai memarkirkan motornya. Laki laki itu kemudian langsung mengajakku menuju dapur rumahnya yang seperti tempat kontes memasak di tv tv itu. "Cuci tangan dulu, ya!"

Aku manggut-manggut saja. Saat melihat ke tempat keran air, tiba-tiba ada rasa khawatir di otakku. Cara ngidupin airnya gimana, woii?!?!

"Habis cuci tangan, kamu duduk santai aja dulu di sana. Aku mau siapin bahan masakan dulu."

Aku manggut-manggut saja, lagi. Kak Zeus memunggungiku, sibuk dengan kotak persegi panjang yang dingin di dalamnya itu, tinggi kotak persegi itu saja sama dengan tingginya Kak Zeus. Aku buru-buru memencet segala tombol yang ada dan gegas mencuci tangan.

"Kamu suka makanan pedas, kan, Ra? Rendang? Kari? Paella? Shicuall? Gar--"

"Apa aja deh, Kak!" potongku langsung. Aku benar-benar tidak mengerti jenis makanan apa yang laki laki itu sebutkan setelah makanan Kari. "Yang penting pedas dan nggak bikin diare, ya!"

"Seafood nggak apa?"

"Nggak apa, Kak."

Kini laki-laki itu kembali sibuk memilih bahan makan lagi. Tampak dua orang yang berseragam lengkap dengan celemek di depan pakaian mereka, masuk ke dapur. "Tuan Muda, sudah lapar? Biar kami yang masakkan, Tuan," ujar salah satu dari mereka.

"Nggak usah, Bi," laki-laki itu tersenyum sambil mengeluarkan beberapa kerang dari dalam mesin pendingin itu. "Aku mau bikin masakan spesial buat pacarku."

Kedua orang itu seolah baru sadar akan kehadiranku di dapur ini. Mereka berdua menatapku beberapa detik sebelum kembali menghadap ke arah laki-laki itu. "Biar kami yang masakkan, Tuan Muda. Tuan Besar nantinya tentu tidak akan suka kalau Tuan Muda repot di dapur."

Laki-laki itu terkekeh. "Papa belum pulang, kan? Sudahlah, kalian duduk tenang saja di luar! Aku mau di berikan ruang berdua dengan pacarku."

Kedua orang berseragam itu langsung patuh mengerti. Mereka akhirnya membiarkan dapur dikuasai sepenuhnya oleh Kak Zeus. Untuk beberapa saat, aku menikmati pemandangan punggung lebar laki-laki itu yang sibuk dengan pisau dan bahan makanan lainnya.