webnovel

Light Soul : Saga Of The Heir

Seorang pemuda tanpa nama ditemukan pingsan dan terluka oleh sekelompok orang dari sebuah bilik rawat di Hutan Terlarang. Saat Alvia- seorang gadis priest yang ikut menyelamatkannya- berusaha menanyakan identitas sang pemuda rupanya dia telah kehilangan ingatannya. ‎Kemunculannya yang tiba-tiba dan misterius itu mengundang kecurigaan dari Raven. Namun, saat seekor kucing ajaib bernama Salem memandang ke mata pemuda itu dia melihat sesuatu yang selama ini kaum beast nantikan. Kemunculan sang pewaris kekuatan legendaris Light Soul.

FierceHoneyBadger · Fantasy
Not enough ratings
145 Chs

Arc 3 ~ Pengambilan Part 1

Apa yang dipikirkannya waktu itu adalah reaksi spontan dari apa yang dia rasakan terhadap semua hal yang terjadi padanya selama ini. Pertarungan, darah dan kematian. Giovanni merasa begitu sia-sia semua itu terjadi.

Jikalau diberi pilihan, maka dirinya lebih memilih berunding daripada bertarung. Tujuannya berlatih pun selama ini tidak lain hanya untuk berjaga-jaga apabila Kelompok Jubah Hitam datang menyerang. Tak ingin dia bila Lieke, Kai ataupun Raos terluka oleh mereka.

Saat pertamakali bertemu Matheo, dirinya merasa iba pada pemuda itu. Akibat masalah yang menimpa hidupnya dia terpaksa melakukan aksi teror itu semua. Karena itulah Giovanni ingin membantunya agar tidak melakukan aksi tersebut lagi. Namun, apa yang diucapkan oleh Giovanni seketika berubah 180° saat Remy juga mengungkapkan isi hatinya.

Kebencian dan dendam, sedikit merasuk dalam relung dada Giovanni saat itu juga. Dia pun turut merasakan apa rasanya kehilangan orang-orang yang disayanginya. Bimbang saat itu Giovanni. Bingung harus memilih perasaan atau pemikirannya. Teguh pada pendiriannya yang mengatakan "Pertumpahan darah itu tidak perlu" atau menuruti kata hatinya yang sedikitnya pula menginginkan balas dendam.

Kembali lagi pada pribadi Giovanni yang membingungkan lagi plin-plan itu. Dia pun hanyalah manusia biasa, terlepas dari statusnya sebagai pewaris Light Soul. Namun, bukan berarti menyelamatkan semua orang adalah kewajibannya. Hal itu pula, berada di luar kemampuannya.

Masalah yang dialami olehnya, kekalutan batin yang terjadi dalam sanubarinya jauh lebih kompleks dari apa yang orang lain kira. Giovanni heran, dan bingung pada dirinya sendiri. Terkadang, dirinya mengalami mimpi buruk akan ketersesatan dirinya pada pusaran krisis eksistensi. Terlepas hal itu, Giovanni masih tetap ingin menolong orang lain walau dia tahu pada akhirnya usahanya itu sia-sia.

***

Seorang pria tergeletak lemas tak berdaya di tanah. Tergolek lemah, tubuhnya penuh luka sayatan dan memar di wajah serta kaki dan tangannya yang terikat oleh tambang.

"Jadi, kapan kau mau bicara?" Sosok pria tua mendekatinya.

"Kami... tidak akan... mengatakan apapun!"

"Hmm, begitukah? Lalu, bagaimana dengan kucingmu? Kemana dia? Kenapa kau tidak membawa peliharaanmu itu beberapa hari ini?"

Si pria yang terluka parah itu tak menjawab. Dirinya lebih baik mati daripada membeberkan rahasia SOH pada Antonio. Pria itu adalah mata-mata SOH yang berhasil menyusup ke kediaman SOH bersama Malagha, yang masuk ke dalam sigil pria itu agar tak terdeteksi keberadaannya.

Namun, sebaik apapun bangkai disembunyikan tetap baunya akan tercium juga. Antonio yang dibantu Ezzoliant serta Rostowl berhasil menguak penyamaran mata-mata SOH tersebut.

"Hmm, sayang sekali, ya?" tutur Antonio. Dia melirik pada kedua detektif swasta sekaligus anggota Kelompok Jubah Hitam yang ada di belakangnya, "Sepertinya, sekarang waktunya kalian yang bekerja."

Ezzoliant melangkah ke depan. Didekatinya mata-mata SOH itu. Dia pegang kepalanya dan dongakkan ke atas.

"Open sigil, Despaired Heart," rapalnya pelan.

***

"Kau sudah siap?" tanya Kai pada Giovanni di sebelahnya.

Pemuda itu mengangguk. Dia lalu mengambil sebuah masker dan memakainya.

Di depan mereka, semburat cahaya yang berasal dari lingkaran sihir yang Renan dan Raos buat. Di tengahnya diletakkan batu mantra teleportasi yang mereka rebut tempo hari. Remy dan beberapa anggota SOH disana pun duduk mengamati. Mereka hendak melakukan ritual pengamatan melalui lingkaran sihir terhadap letak tempat teleportasi batu mantra tersebut menggunakan sebuah mantra, [ Habeas semper oculum ].

"Kau yakin ini akan berhasil?" Lieke agak meragukan. Dirinya berjongkok di sebelah Raos.

"Tentu saja! Mekanisme mantra ini seperti periskop. Analogikan saja batu mantra ini dan batu mantra yang ada di tempat persembunyian itu adalah kacanya. Dengan mantra ini kita bisa melihat apa yang ada di sisi batu mantra yang lainnya!" terang Raos menggebu-gebu.

Wajah Lieke membiaskan keraguannya atas Raos.

"Kenapa kau memandangku seperti itu? Apa kau tidak yakin dengan Raos yang gagah ini?"

"A–Apa? Aku tidak bilang begitu." Lieke mendecih, "Jangan pikir kau itu gagah, adikku lebih gagah darimu!"

"Ah, aku jadi malu." Kai menutupi wajahnya.

"Kenapa kau malah tersipu?!" omel Raos.

"Hei, hei! Berhentilah bercanda. Fokuslah dengan aliran Manamu, Raos!" Renan menyela.

Pemuda yang jarang tersenyum selain kepada Giovanni itu pun memalingkan wajahnya dengan angkuh. Dari keempat orang di timnya, dia lah yang paling sulit bercanda. Bahkan dengan Giovanni pun, yang dibicarakannya adalah latihan dan kisah-kisah lama yang Giovanni sendiri kurang tertarik mendengarnya.

"Pfft, kau dengar itu, Raos? Seriuslah!" ledek Lieke.

"Kau juga berhenti mengganggu kami, Lieke."

"Beraninya kau memerintahku!"

"Mau kubeberkan kejadian saat kita makan malam? Mau semua orang disini tahu kejadian itu?"

Wajah Lieke seketika memerah.

"H–Hei! Jangan katakan itu!" tuturnya gugup. Sedangkan semua anggota SOH disana menatapnya dengan pandangan curiga. Makin panik Lieke dibuatnya. Apalagi, saat dia tatapannya bertemu dengan pandangan Giovanni yang menatapnya bingung, "Renan!"

"Hahaha, kalau begitu jangan berisik," cakap pria itu pelan.

"Memangnya, apa yang terjadi saat kalian makan malam?" tanya Giovanni pada Lieke.

"G–Gio... " Lieke memalingkan wajahnya. Ekspresi malu, gugup dan bersalah jadi satu di kompleksinya, "Bukan apa-apa. Kau tidak perlu tahu itu."

"Oh?" Giovanni menelengkan kepalanya ke kiri.

Sesaat, Lieke melirik pada pemuda itu. Nampak dia seolah tak tega bila Giovanni mendengar "Kejadian itu" yang dirahasiakannya dan Renan.

"Talles, isi batu mantranya dengan Mana itu sekarang."

Mematuhi perintah Renan, anggota SOH tersebut membuka sigilnya.

"Mana ejection," rapalnya. Sebuah bola Mana pun muncul di genggaman tangan pria itu.

Bola tersebut di dekatkan ke batu mantra yang telah diletakkan di tengah lingkaran sihir. Bola Mana itu pun terseral oleh batu mantra tersebut. Simbol yang ada pada batu mantra itu lantas mulai bercahaya.

"Sekarang, Raos!"

Yang disahut Renan mengangguk paham. Keduanya pun merapalkan mantra dalam intonasi dan irama yang sama.

"Observation Magic: Habeas semper oculum!"

Muncul lingkaran biru transparan di hadapan keduanya. Pemandangan suram nan gelap pun nampak dalam lingkaran biru transparan tersebut. Di tempat itulah Light Soul disembunyikan.

"Tidak ada yang menjaganya? Apa Antonio seyakin itu pada batu mantra ini?"

"Malagha bilang hanya ada satu akses menuju ke tempat persembunyian itu. Hanya Antonio saja yang bisa masuk dan keluar secara bebas. Selain itu, untuk memecahkan 'kunci' batu mantra dan mengubah kecocokan Mananya adalah hal yang sulit. Tidak banyak yang bisa menjebol keamanan batu mantra, lho." ujar Renan.

"Tidak, kurasa Antonio tidak sebodoh itu untuk meninggalkan pecahan Light Soul seberharga itu begitu saja. Pasti dia memiliki pintu rahasia untuk masuk ke dalam tempat penyimpanan itu dalam kondisi darurat." Giovanni berpendapat.

Apa yang dipikirkan pemuda itu ialah yang paling rasional dilakukan oleh Antonio. Semua orang tak menyangkal itu.

"Yah, kalau ternyata begitu pun kita masih harus mengecek ke tempat itu. Jika Antonio sudah melarikan pecahan Light Soul itu, kita bisa melacaknya disana," tutur Kai.

"Kenapa tidak gunakan mantra ini pada Light Soulku untuk menemukan pecahan yang lainnya?" Giovanni merujuk pada mantra [ Habeas semper oculum ] tersebut.

"Kau kira sesimpel itu? Mantra ini berfungsi jika ada dua objek yang memiliki keterkaitan. Ingat, hanya dua objek. Sedangkan Light Soul itu ada beberapa pecahan? Kalaupun kita melakukannya, yang akan nampak di lingkaran biru itu adalab Light Soul di telingamu itu." Renan menampik anggapan Giovanni.

"Hmmm, begitu rupanya." Giovanni memegang ujung dagunya.

"Tentu saja. Dan sekarang, daripada berlama-lama disini sebaiknya kalian langsung pergi saja kesana. Aku dan Thomas akan mengawasi kalian dan menjaga batu mantranya tetap aktif."

Sesuai perkataan Renan, Giovanni dan timnya pun segera mendekat ke batu mantra itu. Tak lupa, Malagha dalam bentuk kucingnya di pelukan Kai. Remy dan satu anggota SOH lainnya, Talles, pun turut serta. Berdiri pemuda itu di sebelah Giovanni, membuat si pewaris merasa agak canggung.

Talles, selaku orang yang memegang bola Mana Matheo menyentuh batu mantra. Yang lainnya saling berpegangan dan menyentuh punggung pria itu.

Mana Matheo lantas dia alirkan kembali. Batu mantra itu berpendar. Mereka semua pun berteleportasi dari markas SOH menuju tempat penyimpanan Light Soul Antonio.

***

Kurasakan tubuhku seperti pecah menjadi ratusan butir debu untuk beberapa saat. Akan tetapi, dalam selang sekejap kemudian kurasakan tubuhku perlahan kembali terkumpul dan membentuk wujudku yang sebenarnya.

Kubuka mata, lorong gelap bercahayakan lampu temaram menyapa pandang. Kutengok kanan dan kiri, yang kulihat hanya teman-temanku dan Remy.

Dia dengan wajah datarnya memandang ke depan seolah tak perduli. Aku merasa terabaikan.

"Nah, Malagha. Ayo tunjukkan jalannya." Kai melepas kucing itu.

"Meow."

"Apa?"

"Meow," balas Malagha lirih.

"Kau tidak tahu? Lalu untuk apa aku membawamu kemari?"

Entah sejak kapan Kai belajar bahasa roh kucing. Dia dalam waktu singkat mampu memahami dan akrab dengan Malagha.

"Meow."

Tepat di ujung lorong ini, terdapat tiga buah jalur. Sudah pasti, salah satunya mengarah ke tempat penyimpanan itu dan dua lainnya berkemungkinan adalah jebakan untuk kami. Itu sebuah klise. Setiap bunker memiliki ruangan-ruangan semacam itu sebagai sistem keamanan.

"Dasar bodoh. Kita memiliki Giovanni, untuk apa mengandalkan kucing itu?" Raos berujar dengan nada angkuh seperti biasa.

"Dasar sombong!" ujar Kai.

"Hmph!" Deham Raos membusungkan dadanya.

Aku pun paham apa yang harus kulakukan. Kualirkan Manaku ke udara. Raos lantas mengendusnya. Ekspresinya begitu puas tiap kali dia mengendus Mana milikku.

Menurutnya, aroma Manaku itu harum dan manis.

"Kemari, ikuti aku!" tuturnya sembari beranjak pergi.

Kami pun berlari mengikutinya.

Dari tiga jalur yang ada Raos memilih jalur yang ada di sebelah kanan. Memasuki lorong tersebut keadaan begitu gelap. Kewaspadaan kami dituntut dalam situasi saat ini.

Beruntung bagiku, Tuan Hikaru mampu menguasai mata sebelah kiriku. Karenanya, mata kiriku menyala biru terang. Aku pun mampu melihat dalam gelap karena itu. Hal ini disebut dengan mode "Sight Enhancement". Aku sedikit mempelajarinya berbarengan dengan mempelajari mantra Orion Blade dan Deus Alianza selama beberapa pekan ini.

Akan tetapi, sama seperti Deus Alianza, mode tersebut cukup sulit kukuasai. Butuh konsentrasi tinggi, dan pengaliran Mana yang stabil. Mode ini sangat sulit digunakan. Bahkan Tuan Hikaru pun hanya mampu menggunakan mode ini di mata kiriku selama 25 detik saja– terlepas dari energinya yang kian kritis.

"Huh?" Tiba-tiba aku melihat sekelebat bayangan melintas di hadapan rombongan kami.

Tanpa kusangka, lorong yang gelap ini tiba-tiba menjadi terang. Lampu menyala tanpa adanya sebab yang jelas. Lingkaran-lingkaran sihir tiba-tiba saja muncul di atap dan lantai lorong.

Terdengarlah suara seseorang merapal.

"Switch!"

Seketika, kami semua berpindah tempat. Di bawah kami lingkaran sihir berwarna ungu berputar dan menyala terang.

"Kalian semua. Inikah yang kalian cari?"

Terdengar suara seorang yang kiranya telah uzur menggema di kejauhan. Kualihkan pandang ke depan. Nampak, pemandangan yang berbeda dari lorong tadi. Ada sebuah panggung tinggi di hadapan kami. Di atasnya, duduk seorang pria tua dengan jas hitam serta topi fedora yang mengingatkanku pada Caroline.

Di genggaman pria tua itu, adalah sebuah anting kristal biru berkemilau terang.