webnovel

Light Soul : Saga Of The Heir

Seorang pemuda tanpa nama ditemukan pingsan dan terluka oleh sekelompok orang dari sebuah bilik rawat di Hutan Terlarang. Saat Alvia- seorang gadis priest yang ikut menyelamatkannya- berusaha menanyakan identitas sang pemuda rupanya dia telah kehilangan ingatannya. ‎Kemunculannya yang tiba-tiba dan misterius itu mengundang kecurigaan dari Raven. Namun, saat seekor kucing ajaib bernama Salem memandang ke mata pemuda itu dia melihat sesuatu yang selama ini kaum beast nantikan. Kemunculan sang pewaris kekuatan legendaris Light Soul.

FierceHoneyBadger · Fantasy
Not enough ratings
145 Chs

Arc 1 ~ Dua rekan yang terlupakan

Sepasang mata merah marun itu tetap terjaga. Berusaha menyembunyikan kantuk yang telah bergelayut di kelopak mata dengan memelotot ke arah unggunan kayu yang terbakar.

Rambut putihnya terang diantara kegelapan malam. Kontras dengan warna kulitnya yang sawo matang-menyatu dengan malam.

Di sebelahnya tertidur seorang wanita, rambutnya hitam selegam cakrawala kala bulan bertahta. Parasnya ayu tengah terpejam, namun cantiknya itu tak juga pudar. Malahan, seolah bertambah terlepas dari kesadarannya yang tengah pergi mengawang.

Lalu, di sebelah kanan pemuda berambut putih terlelap seorang pemuda dengan anting kristal biru di telinga kanannya.

Suara aliran sungai yang mengalir deras senantiasa menemani malam mereka.

"E~ehm..."

Pemuda itu mengigau, matanya yang terpejam mengerjap beberapa kali. Si rambut putih-sebut saja demikian-sadar kalau pemuda itu akan segera bangun. Dia akhirnya membangunkan teman wanitanya.

"Lieke, bangun."

Wanita cantik itu pun membuka mata perlahan.

"Ada apa, Kai?" Wanita bernama Lieke mengucek-ucek matanya.

"Gio sudah bangun."

Pemuda yang terluka itu mereka panggil Gio. Walau sebenarnya pemuda itu lebih mengenali dirinya sendiri dengan nama Hikaru.

Sedikit demi sedikit dia membuka mata kanannya.

"Dimana aku?"

"Fuhaaah! Kau sadar juga, Gio!" Perempuan bernama Lieke itu segera memeluk Hikaru.

"A-Ada apa ini? Siapa kalian?"

Hikaru amat kebingungan.

Perempuan itu memeluknya begitu erat. Hikaru bisa merasakan dua buah tonjolan yang menekan di dadanya.

"Lepaskan! Siapa kalian?!"

Lieke segera mengendurkan pelukannya.

"Apa maksudmu?"

"Menyingkirlah dariku!"

Hikaru melepaskan tangan Lieke yang masih merangkul lehernya. Dengan linglung Hikaru bangkit dan memperhatikan tempat di sekitarnya.

Dia berada di tempat yang asing, jauh dari bilik rawat.

"Dimana aku? Kemana kalian membawaku?"

Hikaru diterpa rasa cemas.

"Alvia... tuan Flash... Raven, mereka... "

Sakit yang menusuk tiba-tiba Hikaru rasakan di kepalanya.

"Hei, Gio. Apa kau baik-baik saja?" tanya Lieke.

Hikaru menengok ke arah perempuan itu. Pemuda di sebelahnya-Kai-pun Hikaru perhatikan sejenak.

Dua wajah asing itu memandangnya dengan kebingungan. Seolah heran terhadap sikap Hikaru yang acuh kepada mereka.

"Siapa kalian dan kenapa kalian memanggilku Gio?"

"Lucu, Gio. Ayolah, berhenti berpura-pura dan peluk kami berdua!" Kai merentangkan kedua tangannya berusaha mendekap Hikaru.

"H-Hei, menjauhlah dariku!"

Hikaru sontak mendorong Kai dengan kasar dan mundur beberapa langkah ke belakang.

"Oke, aktingmu luar biasa sobat. Aku akui itu." Kai tertawa.

"Sobat? Kau pikir siapa dirimu memanggilku demikian, ha?!" balas Hikaru ketus.

Mendengarnya membuat Kai mengernyitkan dahinya. Sedang Lieke merasa terkejut.

"Ada apa denganmu? Berhentilah bertingkah aneh seperti ini."

Hikaru mengambil jarak beberapa meter dari keduanya.

"Dia kelihatan serius. Apa ada yang terjadi dengannya, ya?" bisik Kai pada Lieke.

"Aneh, tidak biasanya Giovanni bercanda seperti ini. Tidak. Dia tidak mungkin melakukan candaan seperti ini."

"Apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Kai lagi.

"Biar aku yang mengurus hal ini."

Lieke beralih pada Giovanni.

"Ummm, apa kau tidak ingat nama kami berdua?" tanyanya kemudian.

"Aku tidak mengenal siapa kalian!" jawab Hikaru tegas.

Terkaget keduanya mendengar perkataan Hikaru. Lieke menghela nafasnya seraya menggelengkan kepala, sedang Kai tertegun dalam syok.

"Ini dia... hal buruk yang tidak kita duga," tutur Lieke lirih.

Dia pun mendekati Hikaru. Kewaspadaan pemuda itu tak berkurang sedikitpun meski Lieke mendekatinya dengan sebuah senyum manis.

"Namaku, Lieke Ann Marzia. Dan pemuda berambut putih itu adalah Kai Haetzerr."

Keduanya memberi Hikaru sapaan hangat. Senyum keduanya membuat kesan ramah di mata Hikaru. Akan tetapi, Hikaru terus berwaspada. Dia masih curiga terhadap kedua orang tersebut.

"A~Ah, begini, Gio. Biar aku jelaskan kepadamu tentang kami berdua. Kami, adalah temanmu. Jangan takut dan jangan panik. Kami tidak akan menyakitimu," terang Lieke.

"Teman?"

"Ya, kami adalah temanmu. Kita bertiga adalah sebuah tim." Kai menimpali.

"Tim? Tim apa?"

"Kita adalah tim ekspedisi SOH. Dan tugas kita adalah mencari pecahan Light Soul."

Hikaru dibuat semakin mengernyitkan dahi.

Rasa sakit di kepalanya kembali terasa, membuat Hikaru mendesis dan terus memeganginya.

"Apa kau baik-baik saja?" Kai bertanya begitu polos.

"A-Aku... aku harus kembali. Bilik rawat... anak-anak... Alvia dan yang lainnya. Aku harus tahu keadaan mereka!"

Hikaru berusaha bangkit, namun gagal karena rasa sakit di kepalanya.

"Tenanglah, Gio. Kau masih terluka. Jangan paksakan dirimu."

Lieke mendudukkan Hikaru. Perempuan itu lantas membuka sigilnya dan langsung memegang dahi Hikaru.

"Healing Magic: Rapid Recovery."

Sensasi hangat nan nyaman kembali pemuda itu rasakan. Deja vu hinggap di hati Hikaru. Situasi yang sama ini pernah dialaminya dahulu.

Terlintas sosok Alvia dalam benak Hikaru.

"Sebelum aku pingsan, aku melihat sebuah cahaya. Aku pun mendengar suara seseorang merapalkan mantra dari kejauhan. Saat aku membalikkan badan, ada sebuah bola petir mengarah ke wajahku. Apa salah satu dari kalian yang melakukannya?"

Dengan lembut Lieke menjawab, "Benar, aku yang merapalkan mantra. Kami datang kesana untuk menyelamatkanmu."

"Apa yang terjadi setelahnya?"

"Kami bertarung dengan semua beast yang ada disana. Salah satu diantara mereka mengamuk. Lalu, dia pun meruntuhkan arena untuk membunuh kita semua."

Penuturan Kai itu kiranya membuat jantung Hikaru berdegup naik turun. Ketakutan menjalar dari dalam rongga dada, merambat naik dan merengkuh jiwa raganya.

"Lalu... Alvia, bagaimana dengan dia? Manusia-manusia lain di arena? Apa yang terjadi pada mereka?"

"Itu... " Kai menelan ludahnya, "Kami tidak sempat memperhatikan ke sekitar kami. Aku dan Lieke sibuk bertarung dengan para beast untuk menyelamatkanmu. Tetapi, bila ada manusia lain disana maka mereka sudah pasti tewas terkubur bebatuan."

Mata Hikaru terbelalak, pupil hitamnya itu menciut seketika. Air mata menggenang di sudut matanya. Tangis Hikaru pun pecah tak lama kemudian.

Dia terisak, tak kuasa menahan kesedihan dan kekecewaan dalam hatinya.

Lieke dan Kai tak dapat berbuat apa-apa.

Mereka berdua biarkan Hikaru menangis menumpahkan segenap air matanya.

"Anak-anak... aku harus kembali ke bilik rawat!" ujar Hikaru tiba-tiba.

"Gio, jangan banyak bergerak. Kau masih-"

"Diam!" bentak Hikaru, "Aku harus kembali ke bilik rawat. Anak-anak membutuhkanku!"

Kala Hikaru bangkit, pandangannya berputar-putar. Pening kembali dia rasakan. Rasa pusing dan sakit di kepala bersatu membuat Hikaru kehilangan keseimbangan.

Darah menetes dari hidungnya. Penglihatan Hikaru semakin buyar.

Akhirnya, tubuhnya tak dapat menahannya lagi. Hikaru pun ambruk ke depan dan kembali jatuh pingsan.

"G-Gio!" teriak Lieke panik.

"Apa yang terjadi padanya? Apa gara-gara Light Soul itu?" Kai juga sama paniknya.

Lieke menggeleng. Dia memangku kepala Hikaru dan kembali memulihkannya.

"Bukan karena kita menyegal Mana Corenya, kan?"

"Tentu saja bukan," tukas Lieke, "Pasang anting Gio di telinganya sekarang. Kita kembalikan mana Gio."

"Baiklah!"

Kai merogoh ke tas ranselnya. Dia ambil sebuah anting kristal biru.

Tidak salah lagi, anting tersebut adalah Light Soul. Salah satu dari kedelapan pecahan yang dimiliki oleh tim ekspedisi tersebut.

Kai langsung memasangkannya ke telinga kiri Hikaru.

"Cancel Seal!" kata Kai menapakkan tangan di dada Hikaru.

Segel yang terpasang di Mana Core Hikaru pun terbuka.

Mana mulai mengalir dari anting Light Soul ke seluruh tubuh Hikaru. Sebuah cahaya biru melingkar muncul saat mana mengaliri bagian dada kirinya. Sesaat kemudian lingkaran biru itu pun lenyap.

"Kenapa Gio bisa kehilangan ingatannya? Apa terjadi sesuatu saat dia pergi bersama kucing itu?" Kai berspekulasi. "Saat kita datang ke arena pun mata Gio dalam kondisi terluka, meski telah kering. Itu berarti, luka yang didapatnya sudah cukup lama. Sedangkan, saat Gio pergi dia dalam kondisi yang baik-baik saja."

Lieke mengusap kepala Hikaru. Tatapannya sayu kepada pemuda itu.

"Seharusnya kita tidak terlalu percaya pada Salem."

"Haruskah kita meminta pertanggung jawabannya?" Kai mengadu kedua tinjunya.

"Tidak, itu buang-buang waktu saja. Lagipula, kita harus segera kembali ke markas."

Kai mendengus seraya merebahkan diri.

"Yah, kau benar, Lieke. Akhirnya setelah lama berpetualang aku bisa kembali ke markas."

Lieke tersenyum, "Aku pun."

Malam itu, langit amat indah bertabur kelap-kelip bintang. Rembulan hanya menampakkan separuh wujudnya dari balik tirai hitam.

Unggunan bara yang bertimbunan, serta jentikan api yang melahapnya. Dua hal itu menemani Lieke yang terus terjaga sepanjang malam.

Di pangkuannya Hikaru terpejam. Jari jemari lentik wanita itu sesekali membelai dagu sang pemuda berupaya memberi rasa nyaman dan ketenangan kepadanya.