30 Arc 1 ~ Goresan Luka

Pagi hari di Hutan Terlarang, matahari bersinar terang menembus sela dedaunan. Kicauan burung bernyanyi menyambut hari.

Kala seorang pemuda bangun dari tidurnya, paras ayu seorang wanita lah yang pertama kali dilihatnya.

"K-Kau?!"

Pemuda itu mengangkat kepalanya dari pangkuan Lieke. Gerakannya itu kiranya terlalu menyentak sehingga membuat Lieke terkejut.

"Gio, kau sudah bangun?" Lieke mengucek mata.

"Urgh... kepalaku terasa sakit," ucapnya memegangi kepala.

"Kau pingsan, Gio. Kepalamu terluka jadi jangan memaksa untuk berdiri."

"Jangan berpikir kita saling mengenal sehingga kau bisa memanggilku dengan julukan yang kau buat!"

Pemuda itu menyadari sensasi janggal di kedua daun telinganya. Barulah dia sadari bahwa dua anting Light Soul tergantung di daun telinganya.

"Bagaimana bisa? A-Apa kau sekutu Dewan Hutan?!"

Rasa sabar Lieke diuji. Wanita itu harus menghadapi sikap waspada temannya yang lupa ingatan itu.

Lieke tersenyum kecil. Dia meraih tas ransel yang digunakannya sebagai bantal. Secarik foto pun diambilnya dari tas ransel itu.

"Lihatlah, Gio."

Lieke kemudian menunjukkan foto tersebut.

"I-Ini... "

Lieke mendekatinya, "Itu adalah kau, namamu adalah Giovanni Almere. Umurmu 19 tahun. Dan aku dengan Kai adalah teman-temanmu."

Giovanni meremas kepalanya memperhatikan foto itu. Dia tak habis pikir saat ini.

Dalam foto tersebut ada gambar dirinya bersama Lieke dan Kai tengah berpose. Ketiganya tersenyum bahagia. Kepala Gio dan Lieke bahkan saling bersentuhan.

"Kalian... kalian adalah temanku?"

"Iya, kau tidak perlu waspada. Kami adalah temanmu."

Lieke menggenggam tangan Giovanni.

"A-Apa yang terjadi sehingga aku kehilangan ingatan? Kenapa bisa aku ada di Hutan Terlarang?"

"Kami tidak tahu bagaimana kau bisa kehilangan ingatan. Tentang mengapa kau ada di Hutan Terlarang... itu sebuah cerita yang panjang."

"Ceritakan saja... ceritakan padaku," pinta Giovanni sambil memijit pangkal hidungnya.

"Baiklah, tetapi kau harus tenang. Jangan banyak bergerak."

Giovanni mengangguk. Lieke pun mulai bercerita.

***

[ Lieke ]

Kami adalah tim ekspedisi Light Soul yang dikirim oleh sebuah organisasi bernama SOH.

SOH sendiri adalah organisasi yang bertujuan mengumpulkan semua pecahan Light Soul agar tidak jatuh ke tangan pihak yang salah.

Kami bertiga datang ke Hutan Terlarang setelah mendengar kabar bahwa pecahan terakhir Light Soul ada di sana.

Saat kami tiba, seekor kucing bernama Salem datang. Dia bilang bahwa dialah yang mengirim kabar keberadaan Light Soul kepada kami.

Benar saja, rupanya kucing itu membawa Light Soul bersamanya.

"Aku akan memberikan Light Soul ini kepada kalian. Akan tetapi, Light Soul ini kosong dan membutuhkan banyak jiwa untuk mengaktifkannya."

Akhirnya, kami berempat menyusun rencana untuk mengaktifkan Light Soul.

Sebuah turnamen pertarungan yang biasa dihelat kaum beast Hutan Terlarang pun kami manfaatkan untuk menjalankan ritual pembangkitan Light Soul. Pengorbanan dan darah diperlukan. Sebab jiwa adalah sumber tenaga Light Soul.

Salem kemudian meminta Gio untuk tinggal bersamanya selama rencana kami berjalan.

Awalnya kami menolak. Tetapi setelah Gio meyakinkanku dan Kai, kami pun merelakan dia pergi.

Sebelum itu, Gio menitipkan Light Soul pada kami. Dia pun meminta kami berdua menyegel mana dan Mana Corenya.

Gio bilang itu untuk berjaga-jaga.

Aku dan Kai tentu mengkhawatirkan keselamatannya jika demikian. Tetapi, Gio tetaplah seorang Gio.

Dia seringkali melakukan hal yang terdengar bodoh dan tak masuk akal. Tetapi, pada akhirnya metode "sintingnya" itu berhasil dia lakukan.

"Tenanglah, Lieke. Aku akan baik-baik saja meski tanpa Mana ataupun Light Soul. Salem adalah kucing yang baik," ujarnya kepadaku.

Itu adalah kalimat terakhirnya sebelum pergi bersama Salem meninggalkan kami.

***

Penjelasan dari Lieke itu kiranya belum memuaskan rasa penasaran Giovanni. Dia masih ingin tahu lebih banyak.

Terutama, mengenai bagaimana bisa dia kehilangan ingatan.

"Bisa kau katakan semua yang kau tahu tentang diriku? Kau bilang kau adalah temanku, maka seharusnya kau tahu itu."

"Ah, soal itu. Sejujurnya, aku tidak tahu banyak mengenaimu."

Giovanni mengernyit, "Bagaimana bisa? Kau bilang kau adalah temanku?"

"Yang kutahu darimu adalah bahwa kau keturunan Nedaj, pewaris Light Soul. Kau berasal dari sebuah desa kecil di utara Kerajaan Kozia. Selebihnya, kau lebih memilih merahasiakannya."

Giovanni tak habis pikir. Kecurigaannya pada Lieke dan Kai masih begitu kuat. Dia masih belum yakin bahwa mereka berdua adalah teman-temannya.

"Memang, sejak kapan kita bertemu?"

"Kita sudah saling mengenal sejak setahun yang lalu. Tepatnya, saat kau pertama kali masuk ke dalam organisasi."

Menurut Lieke, Giovanni adalah orang yang ramah dan mudah bergaul. Tetapi, sangat tertutup mengenai identitasnya.

"Jika kau masih tak mempercayai kami. Maka, lihatlah semua foto ini."

Lieke mengambil lebih banyak foto dari tas ranselnya. Dia hamparkan semua foto itu agar dilihat oleh Giovanni.

Giovanni mulai berpikir. Keakraban mereka bertiga dalam foto-foto tersebut perlahan meyakinkan Giovanni.

Tetapi, di sisi lain Giovanni masih ragu. Bagaimana mungkin Lieke hanya tahu sedikit tentang dirinya meski telah lama mengenalnya.

"Kami adalah temanmu, aku bersungguh-sungguh. Tidak usah curiga pada kami. Kami akan membantumu memulihkan ingatanmu."

Orang terakhir yang mengatakan hal itu berakhir hanya ingin memperdaya Giovanni.

Tetapi, Lieke berbeda.

Giovanni merasakan adanya ketulusan dibalik perkataan wanita itu. Seperti ada ikatan batin diantara mereka berdua.

Kehangatan yang aneh terasa di dalam dada Giovanni.

Tiba-tiba, setelah lenyap untuk sesaat dari pikirannya, Giovanni teringat tentang bilik rawat dan anak-anak.

Alvia, Raven, Tuan Flash, Tanya, Hesney dan June. Hikaru begitu mengkhawatirkan mereka.

"Lieke, apa aku boleh meminta suatu hal kepadamu?"

"Eh? Tentu, apa itu?"

"Bisakah kita kembali ke Hutan Terlarang? Tepatnya, ke bilik rawat yang ada di padang ilalang terletak di tengah-tengah hutan."

Untuk beberapa alasan Lieke ingin menolak permintaan tersebut. Tetapi, setelah melihat wajah memelas Giovanni, Lieke pun luluh.

"Baiklah, kita akan kembali ke sana," ujarnya sambil menghela nafas.

"Terima kasih, Lieke." Giovanni tersenyum.

***

Surya makin meninggi, kini dia telah bertahta di puncak langit. Terik yang dilepaskan olehnya terhalang oleh rerimbun daun pepohonan raksasa.

Sepanjang jalan, rindang pepohonan menaungi ketiga manusia itu.

Banyak pula mereka temui monster-monster buas. Beruntung, sebab rata-rata dari monster tersebut adalah makhluk nokturnal.

Ketiganya dapat melanjutkan perjalanan dengan berhati-hati. Sekali saja membuat kebisingan maka masalah runyam akan mereka dapat.

Akhirnya, sampailah ketiganya di padang ilalang, tempat Bilik Rawat Eire berada.

Angin bertiup pelan membelai rambut hitam Giovanni. Sebelah matanya menatap lekat ke arah bangunan tersebut.

"Apa yang terjadi?"

"Sang Agung." Lieke syok melihatnya.

"Ini... "

Gedung panti telah runtuh, semua bangunan yang ada disana rusak parah. Akan tetapi, hanya satu hal yang membuat tangis Giovanni berderai turun.

Sebuah tiang berdiri di tengah halaman panti. Di atasnya tergantung tiga buah kepala yang membusuk dipenuhi lumut dan jamur.

"Anak-anak... tidak, tidak, tidak. Anak-anak!"

Giovanni segera berlari mendekati bilik rawat.

Lieke dan Kai saling pandang kebingungan. Tak satu pun dari mereka tahu apa yang terjadi. Ini bukan bagian dari rencana mereka.

Tiba-tiba, seekor monster buas meraung keras dari arah hutan di belakang bilik rawat.

Awan hijau menyeruak memenuhi angkasa. Segala macam yang tersentuh pun seketika ditumbuhi lumut dan jamur.

"Mold, keparat! Akan kubunuh kau!"

Giovanni berteriak sembari berlari. Tahu kalau mereka berada dalam bahaya, Lieke dan Kai segera mencegah Giovanni.

"Lepaskan aku! Aku akan membunuh kadal itu!" kata Giovanni menangis dalam amarah.

"Kita harus pergi dari sini, Gio. Kau ingin mati melawan Mold itu?" Kai berkata.

Giovanni menggigit bibirnya. Matanya memerah. Dengan kencang dia mengepalkan tangan.

Energi mana mulai terkumpul di telapaknya. Gio masih belum menyadari kalau dirinya sudah bisa menggunakan sihir.

"AAARGHH!" Giovanni berteriak mengulurkan tangan.

Pada saat itu juga, tanpa sadar Giovanni menembakkan sebuah sinar biru ke angkasa.

Terkejut Giovanni melihat hal itu.

Memanfaatkan momen tersebut Kai pun langsung menyeret Giovanni pergi.

Raungan sang Mold terdengar lantang menggema di angkasa. Awan hijaunya memenuhi langit. Hari yang tadinya cerah berawan kini berubah mendung tertutup awan hijau.

"A-Apa yang kulakukan barusan?"

"Light Soul Magic: Energy Shot."

Suara nyaring itu seperti Giovanni dengar di dekat telinganya.

Dari jauh, sembari ditarik oleh Kai, Giovanni melihat penampakan seekor kucing abu-abu duduk di atas tiang dimana kepala anak-anak tergantung.

Kucing itu tersenyum lebar, menggores luka di hati Giovanni. Cakarnya dia rentangkan. Lantas, Cater pun menyayat tenggorokannya sendiri.

"A-Apa?!"

Tubuh kucing itu terjatuh ke tanah. Darah bersimbah. Giovanni terus terbelalak sebelum akhirnya masuk ke dalam hutan.

avataravatar
Next chapter