webnovel

Terima Kasih, Sudah Mau Mengenalku!

"Kak" panggil Rani tiba-tiba.

Tama yang tengah asyik membaca sebuah buku langsung terlonjak kaget mendengar suara Rani. Reflek di ssembunyikannya buku yang tengah dibacanya.

"Kamu tuh kalau masuk ketuk pintu. Jangan tiba-tiba masuk terus teriak gitu, ngga sopan!" kata Tama setengah kesal.

"Yeee, dari tadi aku ketuk pintu sama manggil Kakak, tapi ngga disahutin. Makanya aku langsung masuk. Lagi baca apaan sih?" tanya Rani penasaran.

"Eeh ngga, baca buku aja," kata Tama mulai gugup.

Rani yang penasaran mulai iseng menggodanya. "Ah bohong nih. Kalau buku biasa kenapa diumpetin? Hayooo buku maksiat ya?".

" Ngaco kamu. Ngga lah!".

"Kalau ngga, kenapa harus diumpetin. Kak Tama mulai nakal nih!".

" Aku bilang bukan ya bukan. Nih kalau ngga percaya!" kata Tama sambil mengacungkan buku yang tengah dibacanya.

Rani seketika tertawa membacanya, "Cie cie... Kak Tama baca Kupinang Engkau Dengan Hamdalah, mau minang siapa sih Kak?" ledek Rani sambil memainkan alisnya.

Seketika wajah Tama memerah mendengar godaan Rani. Hatinya merutuk karena mudah sekali terpancing oleh profokasi Rani, sehingga akhirnya menunjukan judul buku yang sedang dibacanya.

"Udah kamu keluar sana!" usir Tama.

"Ngga mau, Kakak bilang dulu mau minang siapa?'.

" Ngga ada, aku cuma baca aja."

"Hmmm, mau aku rekomendasikan seseorang ngga?" tanya Rani.

"Ngga usah!" lagi-lagi Tama menjawab dengan ketus.

"Yakin nih? Nanti nyesel lho!'.

" Yakin lah. Udah sana keluar!'.

"Ya udah, kalau gitu aku nanti rekomendasikan Kak Mimi ke senior aku di kampus aja," kata Rani lalu beranjak pergi.

"Eeh... apa tadi? Mimi? Maksud kamu yang mau direkomendasikan ke aku itu Mimi?" tanya Tama.

"Iya.Tapi Kakak ngga mau kan? Ya udah."

"Eeeh, tunggu dulu Ran!" kata Tama sambil menarik tangan Rani dan mengajaknya duduk kembali.

Wajah Tama terlihat grogi saat duduk berhadapan dengan Rani. Sementara Rani malah mentertawakannya. "Kak, ngaku aja, Kakak masih ada rasa ke Kak Mimi kan?".

Tama menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal. " Ya gimana Ran, tapi kan kamu tahu kemungkinan aku kecil sekali. Pram aja kemarin dia tolak lho karena alasan itu."

"Tenang Kak, aku udah bicara sama Kak Mimi. Sekarang Kak Mimi ngga akan menjadikan mimpinya tentang lelaki kabut sebagai dasar menerima atau menolak seseorang kok! Sekarang dia akan istikharah dulu sebelum memutuskan. Dan aku kemarin udah bilang ke Kak Mimi untuk membawa nama Kak Tama dalam do'a nya."

"Lho, kok kamu ngelangkahin Kakak sih! Kan harusnya Kakak yang ngomong sama dia, bukan kamu."

"Ngga apa-apa Kak. Hitung-hitung awalan. Sekarang Kakak juga harus istikharah dulu, yakinkan diri."

"Sebenarnya aku udah istikharah sejak lama Ran, dan aku pribadi sudah mantap," kata Tama malu-malu.

"Oya? Terus kenapa belum memulai langkah? Apa takut ditolak?".

" Ya selain takut ditolak, aku takutnya ini terburu-buru, nanti ngga baik."

"Buru-buru gimana Kak? Kakak kan udah dewasa, sudah layak menikah. Daripada nimbun dosa, mending dihalalkan."

"Tapi kan aku masih kuliah Ran!".

" Terus kenapa? Kakak memang masih kuliah, tapi kan udah bisa menghidupi seorang istri. Ayolah Kak... beranikan diri. Tulis CV Kakak, nanti aku kasih ke Kak Mimi."

"CV? Buat apaan? Emang mau ngelamar kerja?".

" Bukan Kak Tama sayang.... CV ini selain biodata juga mencantumkan kekurangan dan kelebihan Kakak, kesukaan dan harapan Kakak tentang pernikahan kedepannya. Biar Kak Mimi tahu juga apa maunya Kakak, terus sejalan ngga sama dia. Nanti juga Kak Mimi bikin CV yang sama."

Tama terdiam kemudian mencoba menimbang saran Rani.

"Okey deh kalau gitu, nanti aku bikin CV," kata Tama akhirnya.

"Bismillah ya Kak!" kata Rani menyemangati.

---

"Tama kemana? Kok beberapa hari ini ngga bareng kalian lagi?" tanya Sisi pada Edo dan Irfan saat mereka tengah bersama.

"Ngga tahu tuh! Sekarang dia tiap pulang kuliah langsung menghilang," jawab Edo.

"Sibuk di Cafe nya kali," kata Irfan.

"Ngomongin Cafe, kita kok ngga jadi-jadi ya mau ke Cafe nya Tama?" tanya Sisi.

"Ya udah, sekarang aja kita kesana. Kan kita udah ngga ada jadwal lagi," kata Edo.

"Boleh!" jawab Sisi dan Irfan serempak.

"Lo gimana Mi?" tanya Edo, karena melihat Mimi tak menjawab ajakannya.

"Sebentar Do. Gue mau telepon dulu ya?". Mimi beranjak meninggalkan mereka.

" Telepon siapa dia?" tanya Irfan.

"Ortunya kali, minta ijin," jawab Edo sekenanya.

"Ngga ah, ini masih jam 11 lho, Mimi akan ijin kalau pulang lewat Ashar," kata Sisi.

"Jangan-jangan Mimi punya pacar," kata Edo.

"PACAR?" suara Irfan terdengar naik beberapa oktaf.

"Santuy Bro! Kenapa memangnya kalau Mimi punya pacar, lo kan udah ditolak," ledek Edo.

"Jujur, gue belum rela sih kalau Mimi sama orang lain. Susah banget move on dari dia," kata Irfan nelangsa.

Bukannya kasihan, Sisi dan Edo malah mentertawakan Irfan.

---

"Assalamu'alaikum Kak Mimi!" sapa Rani.

"Wa'alaikumussalam Ran. Sibuk ngga?".

" Ngga Kak, ada apa?".

"Aku mau nanya nih, teman-teman rencananya mau ke Cafe nya Tama sekarang. Kira-kira aku boleh ikut ngga ya Ran?".

" Ya boleh lah Kak, emang kenapa ngga boleh?".

"Ya kan sejak kami bertukar CV, kami sudah tidak pernah lagi berkomunikasi secara langsung. Jadi aku takut salah."

"Ngga apa-apa Kak. Kan ini sama teman-teman dan ngga ada kaitannya sama proses kalian."

"Terus nanti kalau aku ketemu sama Tama gimana?" kata Mimi resah.

"Ya biasa aja Kak!" kata Rani sambil tertawa. "Oya, Kakak udah ada jawaban tentang CV Kak Tama?".

" Insya Allah malam ini aku mau bicara sama keluarga Ran. Nanti aku kabari hasilnya."

"Perlu ngga, Kak Abas menghubungi keluarga Kakak?".

" Hmmm... nanti aku kabari lagi ya Ran. Sekarang berarti aku boleh ya ke Cafe nya Tama?".

"Silahkan... Aku kabari Kak Tama supaya dia ngga kaget."

"Okey, makasih ya Ran!".

"Sama-sama Kak!".

Mimi menutup ponselnya, dan kembali ke tempat teman-temannya tadi.

" Okey, gue ikut!" kata Mimi setelah bersama mereka lagi.

"Nah, gitu dong!" kata Sisi senang.

---

"Ini kan Cafe nya?" tanya Irfan sambil melihat kearah papan nama di gerbang Cafe.

"Iya betul, Edzard Cafe," kata Sisi.

Mereka turun dari mobil dan langsung masuk ke dalam Cafe. Sejenak mereka kagum dengan konsep Cafe milik Tama. menggabungkan antara family Cafe dan vintage.

"Selamat Datang di Edzard Cafe," sapa seorang pelayan sambil membukakan pintu untuk mereka.

"Makan di sini Kak?" tanya pelayan itu lagi.

"Iya, kami makan disini," jawab Sisi.

"Untuk berapa orang?".

" Empat Mas," jawab Sisi lagi.

"Outdoor atau Indoor?".

"Enaknya dimana Mas?" Sisi balik bertanya.

"Karena ini siang hari Mbak, sedang panas-panasnya sebaiknya indoor saja."

"Okey kalau begitu, indoor aja."

Setelah itu mereka diantar ke salah satu meja yang masih kosong.

"Ini menunya Kak, mau langsung pesan atau nanti?"

"Kami lihat dulu ya!".

" Baik Kak, nanti panggil saja saya kalau sudah siap memesan."

"Oya Mas, Tama nya ada?" kali ini Edo yang bertanya.

"Oooh Kakak temannya Mas Tama? saya panggilkan nanti ya Kak!".

" Terima kasih!".

Tak lama tampak Tama berjalan menghampiri mereka.

"Kok ngga ngabarin kalau mau kesini?" tanya Tama sambil tersenyum senang.

"Surprise Bro!" jawab Edo.

Tama menarik satu kursi dan langsung duduk diantara Irfan dan Edo.

"Lo sibuk banget sih Tam, sampai ngga sempat kumpul lagi sama kami. Jadi ya disamperin aja," kata Sisi.

"Hehehe, iya maaf ya. Soalnya lagi banyak yang harus diberesin."

"Kami ganggu dong! Kalau masih sibuk, lanjut aja, kami ngga apa-apa kok!" kata Sisi.

"Ngga Si, udah hampir selesai. Aku nemenin kalian aja. Kalian mau pesan apa?".

" Yang istimewa apa disini? Rekomendasi dong dari ownernya!" tanya Irfan.

"Disini menu andalan kami aneka steak. Silahkan aja kalian pilih," kata Tama.

"Hmmm... Mi, kamu kan suka Chicken Cordon Blue, disini enak lho Chicken Cordon Blue nya!" kata Tama sambil menatap Mimi sekilas.

"Ooh iya ya, boleh deh aku pesan itu," jawab Mimi.

"Minumnya ice lemon tea?" tanya Tama lagi.

Mimi tersipu malu mendengar pertanyaan Tama. Tampaknya Tama sudah hafal beberapa kesukaan dia.

Sementara Sisi yang cukup peka, mulai merasa ada yang berbeda dengan Tama dan Mimi. Namun dia menahan diri untuk tak menanyakannya sekarang pada Mimi.

Sementara dalam hati Mimi berkata, "Terima Kasih Tam, karena kamu sudah mau lebih mengenal aku!".

Next chapter