webnovel

Rencana

Mimi membaca CV Tama sekali lagi sebelum bicara dengan keluarganya malam ini. Tiba-tiba matanya terpaku pada sebaris tulisan. Mengapa dia baru menyadarinya?

Mungkinkah? Dadanya berdegup kencang. Dia ingin memastikan, tapi apakah sekarang adalah waktu yang tepat?

Dengan ragu Mimi menghubungi Rani, "Assalamu'alaikum Kak!" sapa Rani.

"Wa'alaikumussalam Ran. Sedang apa?".

" Sedang santai Kak. Gimana, ada yang bisa aku bantu Kak?".

"Hmmmm Ran, selepas Isya nanti aku mau bicara sama keluarga tentang Tama dan niatnya. Tapi baru saja aku membaca CV Tama lagi dan menyadari sesuatu. Boleh ngga kalau aku tanya soal itu?".

" Kira-kira, yang akan ditanya nanti akan mempengaruhi keputusan Kak Mimi ngga?".

"Hmmm... kayaknya ngga sih Ran. Karena aku sudah punya jawaban sendiri. Hanya saja kalau aku mendapat jawaban atas pertanyaan ini, aku akan sedikit lega "

"Kalau jawaban iya apa pengaruhnya dan kalau ngga juga apa pengaruhnya."

"Kalau jawabannya iya, aku makin mantap dan yakin. Tapi kalau ngga, ya ngga masalah."

"Jadi Kakak belum yakin nih?".

" Ya bukan gitu, aku yakin kok akan jawabanku nanti."

"Ya udah, nanti aja nanyanya Kak. Tokh ngga akan ada pengaruh yang signifikan. Setelah Kakak bicara pada keluarga, kabari aku, apa jawaban Kakak. Setelah itu, Kakak bisa bicara sama Kak Tama."

"Hmmm... baiklah kalau begitu."

---

Setelah shalat Isya, Mimi turun ke ruang keluarga. Disana semua sedang berkumpul sambil menonton Televisi.

"Yah, Bun, Bang, Mbak, boleh aku minta waktu sebentar?" tanya Mimi dengan sedikit gugup.

"Ada apa Mi? Kok kayaknya serius banget?" tanya Bunda.

Mimi duduk di samping Bunda. Lalu diserahkan amplop coklat yang dari tadi dipegangnya kepada Ayah.

"Apa ini Mi?" tanya Ayah heran.

"Baca aja Yah," kata Mimi dengan wajah yang mulai memerah.

Ayah membuka amplop dan membaca isinya. "CV? Tapi kok ada harapan tentang pernikahan?" tanya Ayah bingung.

Bunda membaca CV itu, kemudian Rendra dan Maya juga.

"Tunggu, ini sepertinya proposal ta'aruf ya Dek?" tanya Rendra.

"Ta'aruf? Maksudnya gimana Ren?" tanya Ayah bingung.

"Gini Yah, aku pernah lihat CV seperti ini waktu Hasan teman Rendra mau kenalan atau ta'aruf sama Mila istrinya. Intinya, orang yang menulis CV ini mau berkenalan lebih dalam sama Mimi dengan tujuan untuk menikah. Gitu kan Mi?".

" Benar itu Mi?" tanya Ayah.

Mimi tertunduk malu, kemudian menjawab, "Iya Yah!".

" Hmmm, ini tuh Tama ya Mi?" kata Rendra dengan nada menggoda.

"Tama? Tama yang waktu itu kesini?" tanya Bunda.

Lagi-lagi Mimi merasa malu. Semburat merah mewarnai pipinya.

"Masya Allah... Bunda kok bahagia ya kalau orangnya itu Tama."

"Rendra juga senang Bun!" kata Rendra menimpali.

"Tunggu tunggu, kalian main seneng aja. Ayah kan belum kenal."

"Iya Ayah, kalau Ayah setuju, nanti Mimi akan kabari Tama, dan dia akan datang menemui Ayah."

"Kamu yakin Mi? Umur kamu masih muda, kuliah juga belum lulus, apa kamu yakin?" tanya Ayah.

" Tadinya aku juga ngga yakin Yah. Tapi setelah aku pikir-pikir, menikah bukan sebatas usia. Kalau memang Allah sudah mengirimkan jodoh buat Mimi, kenapa harus menunda?".

"Kamu yakin kalau dia jodoh kamu?" tanya Ayah lagi.

"Sebelum ijab kabul, aku belum yakin sih Yah. Tapi sejauh ini, aku udah istikharah, dan aku merasa yakin untuk meneruskan proses ini. Endingnya ada di Ayah sama Bunda kok! Kalau Ayah dan Bunda merestui, bisa dilanjut. Kalau ngga ya disudahi," jawab Mimi.

"Gimana Bun?" tanya Ayah pada Bunda.

"Ngga apa-apa kenalan saja dulu Yah. Minta Tama kesini, bicara dan nilai, baru putuskan. Begitu kan Mi?".

Mimi mengangguk sebagai jawaban.

" Hmmm.... baiklah, kalau ngga ada halangan minta dia kesini lusa malam. Ayah akan coba berkenalan dulu, setelah itu baru bisa diputuskan."

"Baik Ayah, akan Mimi sampaikan nanti."

Bunda mengelus rambut Mimi dengan sayang, "Masya Allah... waktu kok cepat sekali ya berlalunya. Tahu-tahu anak Bunda sudah ada yang ngajak nikah."

Setetes air mata jatuh di pipi Bunda, membuat Mimi ikut terharu. Dipeluknya Bunda, lalu berkata, "Belum Bun, ini baru awalan. Bantu do'a ya Bun, untuk hasil yang terbaik."

Bunda membalas pelukan Mimi. Dalam hati teruntai do'a untuk puteri bungsunya ini.

---

Mimi : Assalamu'alaikum Ran, aku sudah bicara sama keluarga.

Rani : Wa'alaikumussalam. Alhamdulillah, jadi gimana hasilnya Kak?

Mimi : Kata Ayah, lusa malam Tama diminta datang untuk bertemu beliau, bisa ngga?

Rani : Aah Alhamdulillah... berarti positif lanjut step berikutnya ya Kak? Aku sampaikan ke Kak Tama dulu ya.

Mimi : Iya Ran, makasih ya sebelumnya.

Rani : Sama-sama Kak. Bismillah semoga ikhtiar kita menghasilkan yang terbaik.

Mimi : Aamiin...

Malam ini, Mimi kembali berdo'a. Semoga apa yang tengah dijalaninya saat ini berjalan lancar.

---

"Mi, lo jadian sama Tama ya?" bisik Sisi saat mereka tengah mendengarkan kuliah.

Mimi mendelik galak, "Apaan sih lo?" katanya.

Sisi terdiam, dan mencoba bersabar untuk tak bertanya dulu.

Setengah jam kemudian, saat mereka sedang berjalan menuju ke Perpustakaan, mereka berpapasan dengan Tama. Namun Tama hanya tersenyum dan mengangguk lalu pergi begitu saja tanpa bicara pada mereka.

"Tuh kan kalian aneh! Kalian tuh jadian tapi ngumpet-ngumpet ya?" kata Sisi.

"Ngga Sisi, gue ngga jadian sama Tama, swear!" kata Mimi sambil mengacungkan jari telunjuk dan jari tengah membentuk huruf V.

"Terus kenapa kalian malu-malu gitu sih? Waktu di Cafe juga gitu."

"Ah masa sih? Perasaan gue biasa aja deh!".

" Ngga tahu ah. Sebel gue. Tapi gue yakin ada apa-apa sama kalian berdua."

Mimi mengibaskan tangannya, tanda tak peduli. Lalu bergegas menuju ke perpustakaan.

Bip... Bip.. Bip...

suara notifikasi pesan terdengar dari ponselnya.

Rani : Assalamu'alaikum Kak, mau mengabarkan besok Kak Tama ke rumah Kakak di temani Kak Abas.

Mimi : Wa'alaikumussalam, o iya Ran, terima kasih infonya.

Rani : Sama-sama Kak. Semoga lancar ya! Semalam Kak Tama udah bicara juga sama Ayah dan Ibu.

Mimi : Oya? Terus gimana?

Rani : Ayah dan Ibu udah lihat foto dan CV Kak Mimi. Mereka setuju Kak. Cuma akhirnya Kak Abas dan Kak Alif yang dicecar sama Ayah.

Mimi : Lho kenapa?

Rani : Karena kemungkinan akan dilangkahi Kak Tama 😆.

Mimi : Terus mereka keberatan?

Rani : Ngga Kak. Keluarga kami tuh demokratis kok! Ngga ada tuh aturan kalau anak pertama harus nikah duluan. Pokoknya seketemunya jodoh aja.

Mimi : Ya semoga aja besok malam hasinya baik ya Ran.

Rani : Aamin...

Sisi memperhatikan Mimi yang tengah tersenyum sambil sibuk mengetik di ponselnya. Kecurigaannya semakin besar. Sisi yakin, ada yang disembunyikan oleh Mimi.

"Mi, lo beneran berubah deh!" kata Sisi dengan nada kesal.

"Berubah gimana sih maksud elo?".

" Ya sekarang main rahasia-rahasiaan. Gue kesal."

"Hmm... gue akan cerita setelah semuanya pasti ya! Gue janji dalam bulan ini gue akan cerita semua ke elo."

"Terserah lah!" kata Sisi dengan ekspresi kesal.

Mimi menatap Sisi, "Sabar ya Si, gue akan cerita semuanya kok! Tapi sekarang masih terlalu dini. Setelah semuanya pasti, lo orang pertama yang akan gue kasih tahu." batin Mimi.

Next chapter