webnovel

Sang Pencari Jejak Part3.

"Sebelum pelaku memutuskan naik ke kamarnya, berdasarkan kamera cctv. Pelaku terlihat terdiam selama dua menit, hanya menatap jendela dan masih memegang pisau." Arya mendekati jendela yang berada di depannya, membuka tirai jendela dan membiarkan cahayanya masuk.

Arya memandang ke arah sisi luar jendela, berpikir apa yang sedang dipikirkan oleh Mira saat itu. Sebuah pekarangan kecil terlihat, dan ada sebuah pohon yang cukup besar. Entah mengapa pada saat melihatnya Arya merasakan rasa tidak nyaman. Seakan pohon itu balik menatapnya.

Arya membalikkan badannya dan mulai melangkahkan kakinya kearah tangga. Tangan kirinya masih sibuk dengan memegangi alat perekamnya. Arya mulai berbelok ke arah kanan, tempat kamar Mira dan suaminya.

Pintu berwarna putih, sudah berada didepannya. Arya memegang gagang pintu dan mulai menarik gagang tersebut. Pemandangan kamar lebih berantakan dari perkiraannya. Pita polisi melingkar di area tempat tidur. Bahkan aroma darah masih tercium dengan sangat pekat.

"Di kamar ini Mira melakukan aksinya, ia menghabisi nyawa suaminya, menghunuskan pisau yang telah ia ambil sendiri dari ruang dapur." Arya mendekati tempat tidur yang cukup besar, berjongkok dan mulai melihat dengan teliti.

Tangannya mulai meraba lantai yang tidak jauh dari tempat tidurnya. " Tidak ada CCTV di dalam kamar ini." Ucapnya pelan. "Dari adanya bekas noda darah yang tercecer di berbagai tempat, bisa dipastikan korban terbangun pada saat pelaku mulai menghunuskan untuk yang pertama kalinya."

Arya mulai membayangkan dan melihat korban dan pelaku. Mirna yang masuk kedalam kamar, menatap suaminya yang tertidur lelap. Mirna berjalan pelan dan mulai dari sisi kanan tempat tidurnya, dan masih menatap wajah suaminya yang masih terpejam.

Arya memejamkan matanya sebentar seraya menarik nafasnya dengan perlahan, lalu kemudian ia membuka matanya. Ia melihat Mirna masih berdiri, dan masih memegang pisau dapur. Dengan cepat dan tanpa aba-aba, Mirna mulai menghunuskan pisau ke arah suaminya.

Arya melihat korban terbangun, dan menahan tangan Mirna yang tampak tidak mau berhenti. Korban berhasil memukul mundur Mirna, yang membuatnya sedikit kehilangan keseimbangan.

Korban yang masih dalam keadaan terluka, bangkit dari tempat tidurnya. Tapi lebih cepat Mirna yang bangkit, dan langsung menarik korban hingga jatuh ke lantai.

Arya melangkah mundur, dan menatap ke bawah. Ia memperhatikan lantai yang masih meninggalkan noda darah yang sudah mengcokelat. Noda tersebut cukup banyak, Arya menelan ludahnya sendiri. Ia mulai merasakan pusing, entah mengapa tapi ia masih bisa merasakan aroma darah yang amat kuat.

Arya memejamkan matanya, dan kembali menghembuskan nafasnya. Kelopak matanya dibuka dengan perlahan. Mira menyeret suaminya yang meronta-ronta kesakitan, Mira yang tubuhnya kecil tapi cukup mampu mengangkat suaminya dan menghempas tubuh suaminya ke atas kasur.

Arya menatap korban yang sudah mulai kehabisan tenaga. Tangan korban terulur ke arah istrinya yang masih menatap dengan sadis. Arya berjalan mendekat, dan berdiri di belakang Mira, masih menatap ke arah korban yang seperti mengucapkan sesuatu.

Arya mencoba membaca gerakan bibirnya, namun sulit baginya dalam keadaan gelap. Sebelum korban sempat mengatakan sesuatu, Mira kembali menghunuskan pisaunya, bukan hanya sekali, tapi berkali-kali. "Berdasarkan hasil autopsi, pelaku menusukkan pisaunya ke arah korban hingga 13 kali."

Arya menatap ke sekeliling kamar, ruangan itu sangat gelap. Sengaja ia tidak membuka jendela kamar, agar memudahkannya untuk berkonsentrasi. Arya berjalan keluar kamar, berdiri terdiam di depan pintu kamar. Menoleh ke arah bawah, ia bisa melihat noda ceceran darah yang mengarah lurus.

Arya pun mulai memejamkan matanya, dan kembali berkonsentrasi. Sekarang Ia dapat melihat Mira berjalan dengan langkah pelan, sebilah pisau masih ia pegang, sisa darah masih tercurah dan meninggalkan jejak di lantai.

Ia masih mengikuti langkah Mira, Mira masuk kedalam sebuah kamar. Arya bisa melihat seorang gadis kecil dengan piyama biru, sedang tertidur lelap. Bahkan tidak menyadari Mira yang masuk kedalam kamar.

Mira dengan perlahan menarik selimutnya, gadis kecil itu seketika terbangun. Gadis kecil itu mengusap matanya berkali-kali dan menatap bingung Mira yang berada di hadapannya. Gadis itu memanggil "Mama?" itu yang Arya bisa tangkap dari gerakan bibirnya.

Mira mengulurkan tangannya dan gadis kecil menyambut uluran tangan Mira. Mereka berdua berjalan dan melewati Arya yang masih memandang dengan seksama.

Mereka berdua menuruni anak tangga, Arya masih mengikuti langkah mereka. Mira menuju ruang keluarga, dan duduk di sofa panjang yang berada di tengah-tengah. Gadis kecil itu masih tampak mengantuk, kali ini Mira membiarkan gadis kecil itu tidur di pangkuannya. Mira meletakkan pisau disamping kanannya.

Mira mengusap lembut rambut gadis kecil itu, tidak cukup lama gadis itu sudah mulai mengantuk kembali dan matanya mulai terpejam. Mira berhenti mengusap rambut gadis kecil itu, kali ini ia menatap kearah pisau yang ia letakkan disampingnya.

Mira mengambil pisau tersebut dengan gerakan perlahan, tangan kanannya sudah dengan mantap memegang pisau. Kali ini Mira mengangkat tinggi pisau itu, dan mengarah lurus ke arah tubuh gadis kecil itu.

Arya memalingkan wajahnya dan menutup matanya dengan cepat, tidak sanggup untuk melihatnya. Ia tau hal buruk apa yang akan terjadi berikutnya.

Seketika pemandangan Mira dan anaknya sudah menghilang dari pandangannya. "Pelaku mengajak korban kedua anaknya, menuju ruang keluarga. Dan berdasarkan hasil autopsi, pelaku tepat menghunuskan pisau persis ke arah jantung anaknya." Ucap Arya dengan sedih.

Tanpa ia sadari, Arya menitikkan air matanya. Gadis kecil itu mengingatkan kembali akan anaknya. Arya dengan cepat menyeka air matanya, ia masih harus mencari petunjuk lainnya.

Arya berjalan ke arah ruangan lainnya, masih mencari-cari petunjuk. Ia menemukan ruang kerja yang letaknya tidak berjauhan dengan ruang keluarga. Dengan hati-hati ia masuk ke dalam ruangan tersebut, kembali memejamkan matanya dan menarik nafas dengan perlahan.

Ia bisa melihat Rachmat, masih sibuk di ruang kerjanya. Tampaknya pekerjaan kantor yang ia bawa ke rumah. Mira tiba-tiba muncul dan memberikan segelas kopi kepada suaminya. Arya menatap Mira masih mengenakan dress yang sama. Kali ini dia yakin, bahwa penglihatan yang ia lihat masih di malam yang sama - beberapa jam sebelum kejadian.

Rachmat tiba-tiba berkata dengan serius, Arya masih mencoba membaca gerakan bibir Rachmat yang cepat.

"Kau dan anak-anak harus segera pergi." Ucap Arya mengikuti gerakan bibir Rachmat. "Mereka sudah mengetahui keberadaan kita, dan kita dalam keadaan bahaya. Kaum Yarkee akan menolong kita, mereka sang penghancur akan dengan cepat mengetahui keberadaan kita." Ucap Arya masih membaca gerakan bibir Rachmat.

Mira terlihat bingung dan takut, "Jangan banyak bertanya, akan aku jelaskan nanti. Yang paling terpenting adalah keselamatan kalian semua." Ucap Arya.

Arya menyentuh dahunya, ia bisa merasakan bulu brewoknya yang sudah mulai tumbuh banyak. Pikirannya masih menerawang, masih banyak hal yang belum ia mengerti.

Kembali ia melihat Rachmat, yang masih sibuk dengan laptopnya. Rachmat tampak sedang meng-upload data, bahkan tidak bergeming sama sekali sebelum datanya benar-benar ter- upload dengan selesai.

Tidak lama Rachmat pun mematikan laptopnya, mencabut flash disk dan memegangnya dengan mantap. Kemudian ia berjalan dan menatap rak buku di belakangnya.

Rachmat masih memperhatikan jejeran buku, ia menarik salah satu buku bersampul tebal berwarna cokelat. Membuka buku tersebut, ternyata itu bukanlah sebuah buku biasa. Buku tersebut memiliki celah yang cukup besar di tengah-tengahnya. Rachmat meletakkan flash disc tersebut diantara celah buku tersebut.

Arya menghela nafasnya dengan panjang, kali ini hanya ia sendiri yang berada dalam ruangan. Arya menatap jejeran buku, dan mengambil buku besar bersampul cokelat. Dan ia pun membuka dengan perlahan, benar saja didalamnya terdapat sebuah flashdisk.

Arya memutuskan untuk membawa buku tersebut. Ia kembali menuju ke ruang tamu yang berada di depan. Keringat sudah membahasi tubuhnya, tenaganya sudah hampir habis dan lelah sudah menyerangnya.

Ia duduk dengan santai di ruang tamu, cahaya matahari yang masuk setidaknya sedikit memberikan udara baginya yang mulai sesak. Ia sadar setiap kali ia menggunakan kemampuannya, ia akan berakhir seperti orang yang sudah kehilangan banyak energi.

"Berdasarkan hasil cctv." Ucap Arya pelan, seraya mengeluarkan sebuah rokok elektrik. Ia pun mulai menyalakan dan menghisapnya dengan perlahan.

"Hmmm.. rasanya aneh... tidak buruk." Gumamnya.

"Berdasarkan hasil CCTV, pelaku ditemukan sedang duduk bersila di lantai, tepat di depanku. Dengan pisau yang masih ia pegang." Ucap Arya melanjutkan rekamannya, kemudian ia mematikan rekamannya. dan meletakkan alat rekamnya di atas amplop cokelat yang sudah ia letakkan di awal.

Kembali ia memejamkan matanya, mengisap rokok elektriknya dengan perlahan, dan menghembuskan nafasnya dengan cepat.

Mira berjalan dengan pelan, masih memegang pisau. Bajunya sudah penuh dengan noda darah. Mira duduk di depannya, tapi membelakangi Arya yang masih melihatnya dari balik punggungnya.

Mira duduk bersila dengan hati-hati, kepalanya tertunduk ke bawah. Sesekali Mira menggelengkan kepalanya, atau memiringkan kepalanya. Selebihnya ia hanya terdiam dengan cukup lama.

Next chapter