webnovel

Sang Pencari Jejak Part2

Ia masih mengikuti langkah Mira, Mira masuk kedalam sebuah kamar. Arya bisa melihat seorang gadis kecil dengan piyama biru, sedang tertidur lelap. Bahkan tidak menyadari Mira yang masuk kedalam kamar.

Mira dengan perlahan menarik selimutnya, gadis kecil itu seketika terbangun. Gadis kecil itu mengusap matanya berkali-kali dan menatap bingung Mira yang berada di hadapannya. Gadis itu memanggil "Mama?" itu yang Arya bisa tangkap dari gerakan bibirnya.

Mira mengulurkan tangannya dan gadis kecil menyambut uluran tangan Mira. Mereka berdua berjalan dan melewati Arya yang masih memandang dengan seksama.

Mereka berdua menuruni anak tangga, Arya masih mengikuti langkah mereka. Mira menuju ruang keluarga, dan duduk di sofa panjang yang berada di tengah-tengah. Gadis kecil itu masih tampak mengantuk, kali ini Mira membiarkan gadis kecil itu tidur di pangkuannya. Mira meletakkan pisau disamping kanannya.

Mira mengusap lembut rambut gadis kecil itu, tidak cukup lama gadis itu sudah mulai mengantuk kembali dan matanya mulai terpejam. Mira berhenti mengusap rambut gadis kecil itu, kali ini ia menatap kearah pisau yang ia letakkan disampingnya.

Mira mengambil pisau tersebut dengan gerakan perlahan, tangan kanannya sudah dengan mantap memegang pisau. Kali ini Mira mengangkat tinggi pisau itu, dan mengarah lurus ke arah tubuh gadis kecil itu.

Arya memalingkan wajahnya dan menutup matanya dengan cepat, tidak sanggup untuk melihatnya. Ia tau hal buruk apa yang akan terjadi berikutnya.

Seketika pemandangan Mira dan anaknya sudah menghilang dari pandangannya. "Pelaku mengajak korban kedua anaknya, menuju ruang keluarga. Dan berdasarkan hasil autopsi, pelaku tepat menghunuskan pisau persis ke arah jantung anaknya." Ucap Arya dengan sedih.

Tanpa ia sadari, Arya menitikkan air matanya. Gadis kecil itu mengingatkan kembali akan anaknya. Arya dengan cepat menyeka air matanya, ia masih harus mencari petunjuk lainnya.

Arya berjalan ke arah ruangan lainnya, masih mencari-cari petunjuk. Ia menemukan ruang kerja yang letaknya tidak berjauhan dengan ruang keluarga. Dengan hati-hati ia masuk ke dalam ruangan tersebut, kembali memejamkan matanya dan menarik nafas dengan perlahan.

Ia bisa melihat Rachmat, masih sibuk di ruang kerjanya. Tampaknya pekerjaan kantor yang ia bawa ke rumah. Mira tiba-tiba muncul dan memberikan segelas kopi kepada suaminya. Arya menatap Mira masih mengenakan dress yang sama. Kali ini dia yakin, bahwa penglihatan yang ia lihat masih di malam yang sama - beberapa jam sebelum kejadian.

Rachmat tiba-tiba berkata dengan serius, Arya masih mencoba membaca gerakan bibir Rachmat yang cepat.

"Kau dan anak-anak harus segera pergi." Ucap Arya mengikuti gerakan bibir Rachmat. "Mereka sudah mengetahui keberadaan kita, dan kita dalam keadaan bahaya. Kaum Yarkee akan menolong kita, mereka sang penghancur akan dengan cepat mengetahui keberadaan kita." Ucap Arya masih membaca gerakan bibir Rachmat.

Mira terlihat bingung dan takut, "Jangan banyak bertanya, akan aku jelaskan nanti. Yang paling terpenting adalah keselamatan kalian semua." Ucap Arya.

Arya menyentuh dahunya, ia bisa merasakan bulu brewoknya yang sudah mulai tumbuh banyak. Pikirannya masih menerawang, masih banyak hal yang belum ia mengerti.

Kembali ia melihat Rachmat, yang masih sibuk dengan laptopnya. Rachmat tampak sedang meng-upload data, bahkan tidak bergeming sama sekali sebelum datanya benar-benar ter- upload dengan selesai.

Tidak lama Rachmat pun mematikan laptopnya, mencabut flash disk dan memegangnya dengan mantap. Kemudian ia berjalan dan menatap rak buku di belakangnya.

Rachmat masih memperhatikan jejeran buku, ia menarik salah satu buku bersampul tebal berwarna cokelat. Membuka buku tersebut, ternyata itu bukanlah sebuah buku biasa. Buku tersebut memiliki celah yang cukup besar di tengah-tengahnya. Rachmat meletakkan flash disc tersebut diantara celah buku tersebut.

Arya menghela nafasnya dengan panjang, kali ini hanya ia sendiri yang berada dalam ruangan. Arya menatap jejeran buku, dan mengambil buku besar bersampul cokelat. Dan ia pun membuka dengan perlahan, benar saja didalamnya terdapat sebuah flashdisk.

Arya memutuskan untuk membawa buku tersebut. Ia kembali menuju ke ruang tamu yang berada di depan. Keringat sudah membahasi tubuhnya, tenaganya sudah hampir habis dan lelah sudah menyerangnya.

Ia duduk dengan santai di ruang tamu, cahaya matahari yang masuk setidaknya sedikit memberikan udara baginya yang mulai sesak. Ia sadar setiap kali ia menggunakan kemampuannya, ia akan berakhir seperti orang yang sudah kehilangan banyak energi.

"Berdasarkan hasil cctv." Ucap Arya pelan, seraya mengeluarkan sebuah rokok elektrik. Ia pun mulai menyalakan dan menghisapnya dengan perlahan.

"Hmmm.. rasanya aneh... tidak buruk." Gumamnya.

"Berdasarkan hasil CCTV, pelaku ditemukan sedang duduk bersila di lantai, tepat di depanku. Dengan pisau yang masih ia pegang." Ucap Arya melanjutkan rekamannya, kemudian ia mematikan rekamannya. dan meletakkan alat rekamnya di atas amplop cokelat yang sudah ia letakkan di awal.

Kembali ia memejamkan matanya, mengisap rokok elektriknya dengan perlahan, dan menghembuskan nafasnya dengan cepat.

Mira berjalan dengan pelan, masih memegang pisau. Bajunya sudah penuh dengan noda darah. Mira duduk di depannya, tapi membelakangi Arya yang masih melihatnya dari balik punggungnya.

Mira duduk bersila dengan hati-hati, kepalanya tertunduk ke bawah. Sesekali Mira menggelengkan kepalanya, atau memiringkan kepalanya. Selebihnya ia hanya terdiam dengan cukup lama.

3/ Tim X

Arya menatap bangunan rumah berlantai dua. Rumah tersebut sudah penuh dengan pita garis polisi yang mengelilingi disemua area. Arya mulai membuka pagar rumah.

Ia memperhatikan taman depan, beberapa tanaman sudah tampak sangat layu. Mungkin sudah hampir satu minggu, tidak ada yang menyiramnya.

Arya juga melihat sepeda anak-anak berwarna pink cerah berbentuk kepala kuda, yang terbengkalai karena pemiliknya yang mungkin tidak akan pernah memakainya lagi.

Seketika Arya langsung membayangkan seorang gadis kecil berkuncir dua sedang mengenakan sepedanya dan tersenyum riang kearahnya. Arya mengeluarkan amplop cokelat, ia mengeluarkan foto dan memandang gadis cilik yang baru ia bayangkan. Gadis itu berusia delapan tahun, dan tewas mengenaskan ditangan ibunya sendiri.

Arya melangkah maju, dan sudah dekat dengan pintu masuk. Ia mengeluarkan sebuah kunci, dan mulai ia masukkan ke dalam lubang kunci. Suara klekk terdengar, dan ia mulai membuka pintu depan dengan perlahan.

Sebuah ruang tamu minimalis langsung menyambutnya, ruangan cukup gelap. Jendela-jendela tertutup dengan tirai yang sengaja ditutup dengan rapat. Arya menarik beberapa tirai dan membuat cahaya masuk kedalamnya.

Arya meletakkan amplop cokelatnya, di meja ruang tamu. Ia mulai merogoh sakunya, dan mengeluarkan alat perekamnya. "Rabu, 2411. No.124. Berdasarkan laporan cctv. Pelaku terbangun pada pukul satu pagi." Arya mulai melangkahkan kakinya ke arah dalam rumah, langkahnya terhenti dan menatap tangga yang terhubung dengan lantai dua.

Arya langsung membayangkan Mira yang sedang berjalan menuruni anak tangga. "Pelaku kemudian menuruni anak tangga, terlihat di kamera cctv pelaku mengambil pisau di ruang dapur." Arya melangkahkan kakinya ke arah ruang dapur. Ia melihat sebuah rak pisau, dan terlihat ada satu pisau yang sudah hilang dari raknya.

"Setelahnya, pelaku berjalan kembali ke arah kamar. Tidak! ada yang terlewatkan." Ucap Arya kemudian menghentikan langkahnya tepat di depan anak tangga. Matanya tertuju ke arah jendela yang berada persis tepat di depannya.

Next chapter