33 clara.pov

kulalui jalan setapak diantara pepohonan pinus. aku melangkah tanpa tenaga. kepalaku pusing dan pandanganku kabur. aku benar-benar kelelahan dan kurang tidur. ditambah adegan penyelamatan tadi membuat badanku masih menggigil hingga sekarang. harusnya tadi aku tidak menolak estelle saat akan mengantarku pulang, jadi aku tidak perlu jalan sejauh ini. tapi yang namanya sedang tidak enak hati terkadang inginnya memang sendiri tanpa ada seorangpun yang mengganggu, jadi tadi aku menolaknya. huft.... rasanya aku ingin merangkak saja dari sini, aku tidak ada mood dan energi untuk berjalan. sama sekali tidak bisa menikmati suasana sekitar yang biasanya kuanggap menyenangkan.

tik tik tik bres....

nah nah, langit saja tahu apa yang sedang kurasakan dan ikut-ikutan menangis. tapi kenapa menangisnya sekarang sih? tidak ketika aku sudah sampai vila? apa aku terlihat terlalu menyedihkan hingga langit tidak bisa menahan tangisnya barang sebentar saja? ah sudahlah, aku mauengeluh bagaimanapun juga tidak bisa membujuk hujan untuk berhenti, lebih baik aku mempercepat langkahku sebelum aku pingsan di sini.

aku berjalan cepat, setengah berlari melewati jalan setapak yang licin, tubuhku basah kuyup. awalnya aku sendirian hingga kudengar suara langkah cepat dari arah belakang, aku sedikit menoleh ke belakang dan mendapati sesosok manusia atau bukan yang sedang berjalan cepat kearahku. dia mengenakan jas hujan gelap yang melindungi tubuhnya dari ir hujan. bulu kudukku meremanag, teringat peringatan dave sebum pergi kalau akau tidak boleh keluar sendirian karena berbahaya, mungkinkah orang itu akan mencelakakanku? kuharap tidak.

aku berjalan makin cepat, oh tidak, berlari maksudku, jika orang itu makin cepat juga, dia orang jahat, jika tidak berarti hanya kebetulan saja bertemu orang yang mungkin agak buru-buru mau pulang ke rumah.

sialan, dia berjalan makin cepat saja, dan sepertinya larinya lebih cepat dariku, kalau begini aku bisa tertangkap! ya ampun.... kurasa dikejar hantu akan lebih baik daripada dikejar orang jahat begini, setidaknya hantu tidak bisa menyentuhku, sedang manusia, dia bisa menyentuhku, menyakitiku, lalu membunuhku dan membuang jasadku ke hutan tanpa ada yang menemukan, argh.... aku harus selamat!

"kya....!" bruk! aku terjatuh karena menginjak tanah yang terlalu licin sambil berlari, aku membalik badanku dan mendapati orang itu berlari cepat ke arahku. jantungku berdebar tidak teratur, tubuhku gemetar ketakutan.

ya tuhan, apa ini akhir dari hidupku? aku masih muda, umurku belum ada dua puluh tahun, aku baru menikah beberapa bulan lalu, masa hidupku sesingkat ini?!

aku mundur perlahan saat orang itu sudah sangat dekat, dia berjalan biasa ke arahku, tak dapat kulihat wajahnya dengan jelas karena tudung jasnya yang tertimpa air agak menutupinya, seseorang, tolong aku.

"clara!" dave? ini suara dave.

"kamu ngapain lari-lari terus dari tadi? bikin aku susah ngejar kamu, pake jatuh segala, ngapain cuma duduk aja? apa kaki kamu patah sampe gak bisa berdiri?"

aku hanya diam menatap sosok yang tadi mengejarku, ternyata dia adalah dave!

"hei! ngapain bengong aja?!" bentak dave.

"ah enggak, aku cuma...."

"bisa berdiri gak?" tanya dave. aku mengangguk, dave mengulurkan tangannya padaku, aku menyambutnya dan dia langsung menarikku berdiri.

"ngapain kamu lari-lari?" tanya dave menginterogasi.

"aku pikir kamu tadi orang jahat makanya aku..."

"waktu itu aku udah bilang kan, jangan keluar sendirian, kalo yang ngejar kamu tadi bukan aku, apa yang akan kamu lakuin?" tanya dave, aku menunduk, sedikit merasa bersalah, ya, hanya sedikit.

"sorry...." jawabku.

"hah, lupain aja, kita harus cari tempat berteduh dulu, sialan, payungnya malah ketinggalan" dave tampak berpikir.

"ikut aku" kata dave sambil berjalan ke arah yang tidak mengarah ke rumah.

"kita mau kemana?" tanyaku sambil berjalan di belakangnya.

"ke suatu tempat" jawabnya.

"kita gak pulang ke rumah?" tanyaku.

"kejauhan, udah mau gelap juga" lagi-lagi dia menggerutu. aku hanya mengikutinya berjalan tanpa tau tujuannya, mungkin vila miliknya yang lain atau apa.

kami berjalan ke jalan setapak yang benar-benar setapak, atau mungkin sebenarnya ini bulan jalan karena tidak terlihat sering dilalui orang. aku merasa asing dengan tempat ini dan agak was-was jika nanti kami tersesat.

"dave, kita gak nyasar kan?" tanyaku ragu.

"gak bakal, kamu percaya aja sama aku, bentar lagi kita sampe" kalau dia sudah bilang begitu aku hanya bisa percaya padanya.

benar apa yang dikatakannya, dari kejaihan sudah nampak bangunan rumah dua lantai yang tidak mewah namun terlihat eksotis denagn dindingnya yang bercat coklat tua. disekelilingnya terdapat pagar dari tembok tinggi dengan kaca-kaca tajam di atasnya.

"dave, ini rumah siapa?" tanyaku.

"diem, masuk aja dan jangan banyak nanya" balas dave. dia hendak membuka pafar kecil belakang yang ternyata dikunci dari dalam, terpaksa kami memutar dan lewat depan rumah yang tampak makin gagah di mataku. dave mengeluarkan sebuah kunci dari sakunya untuk membuka gerbang depan yang berwarna hitam dan tinggi. sepertinya ini salaj satu vilanya.

kami memasuki pekarangan depan yang berupa taman kecil dan ditata dengan rapi.

cklek, dave membuka pintu depan yang tidak dikunci, aneh, seharusnya jika tidak ada orang tetap harus dikunci, walaupun gerbangnya sudah dikunci, tetap akan lebih baik jika pintunya juga dikunci, apa aku harus mengajarkan itu pada pengurus vila ini?

"dave, yang...."

"sst.... jangan berisik" bisik dave sambil mendekatkan jari telunjuknya ke bibirku.

"kanapa?" tanyaku sambil berbisik juga. menurutku dave sangat aneh, aku curiga jika ini bukan vila miliknya dan dia takut jika kami ketahuan, makanya kami tidak boleh berisik. kalau begini apa bedanya dengan pencuri?

"diem aja dan ikut aku" kata dave sambil melepas jas hujannya dan meggeletakkannya begitu saja, kemudian dia menarikku dengan langkah yang hampir tidak ada suara menuju lantai dua, kami menuju kamar paling ujung diantara tiga kamar yang ada diatas, baru saja dave membuka pintunya....

"dave, itu kamu?" suara seorang perempuan. mendadak tubuh dave kaku. aku menengok ke sumber suara, seorang wanita paruh baya yang tergolong masih cantik di usianya yang barangkali sudah melewati usia lima pulu tahun.

"iya, ini aku" jawab dave dingin.

"kenapa gak bilang sama mama kalo mau dateng? tau gini mama masak buat kamu" mama? sebentar.... ini maksudnya apa? bukankah mama dave sudah tidak ada?

"gak perlu repot-repot, kita cuma mampir bentar, masuk ra" ujar dave kasar. dia mendorongku masuk ke kamar dengan kasar.

brak! dia menutup pintu kasar.

"kok sikap kamu ke dia kaya gitu? gak sopan tau" protesku.

seharuanya dave harus bersikap sopan pada ibunya, atau jika bukan setidaknya tunjukan rasa hormat pada orang yang lebih tua.

"bukan urusan kamu" jawab dave, dia tampak tidak senang. aku menghela napas.

"dia sebenarnya siapa?" tanyaku dengan lebih lambut.

"mamaku" jawab dave. aku membelalakan mataku, orang tadi benar-benar mamanya?

"bukannya mama kamu...."

"jangan banyak nanya, cepetan mandi" kata dave sambil mendorongku ke kamar mandi dan menutupnya.

sambil mandi, otakku terus berpikir keras mengenai mama dave. yang kutahu mama dave sudah tidak ada, entah meninggal, pergi atau bagaimana aku tidak tahu. andaikan dia tidak bohong dan wanita ity adalah ibunya? kenapa dia harus menyembunyikannya? apakah itu sebuah aib? atau memang ada alasan kenapa dia menyembunyikannya?

tok-tok-tok...

"ra, buka pintunya" seru dave dari luar. aku mematikan shower dan membuka pintu kamar mandi, hanya sedikit, tidak terlalu lebar, cukup untukku mengintip dari balik pintu tanpa takut tubuhku terlihat dave.

"apa?" tanyaku sambil mengintip dari celah.

"ini" dave menyodorkan selembar handuk dan sepasang pakaian padaku. aku menerinanya.

"makasih" kataku lalu kembali menutup pintu. segera kuselesaikan mandiku dan mengenakan pakaian.

aku keluar dengan mengenakan sweater cream dan celana bahan hitam yang tadi diberikan dave. kulihat dave sedang tiduran di ranjang. dia membuka sebelah matanya menatapku lalu bangkit dari tidurnya begitu aku keluar.

"tu kalo mau mandi, aku udah selesai" kataku sambil menggosok-gosok rambut basahku dengan handuk. dave berjalan ke arah kamar mandi, kutahan lengannya begitu dia di sampingku.

"kenapa?" tanya dave.

"mama kamu...."

"jangan bahas dia dulu, oke, sebelum aku selesai mandi jangan coba-coba keluar kamar, ngerti?" aku mengangguk. dave melewatiku dan masuk kamar mandi. tapi jangan dipikir aku akan menuruti perintahnya begitu saja.

aku keluar kamar, niatnya hendak mencari mama dave.

"syukurlah, baju itu pas banget di kamu" tet tot... sepertinya malah mama dave yang menemukanku duluan, padahal aku baru saja keluar kamar. segera kubalik badanku.

"i....iya, pas banget" jawabku sambil tersenyum kaku. aku tidak tahu apa yang harus kuperbuat di depan ibu mertuaku ini.

"saya senang sekali hari ini dave dateng walaupun cuma mampir sebentar, sudah lama saya gak melihat dave" kata mama sambil berjalan menuju arah tangga, secara spontan kakiku mengikutinya, entah perbuatanku ini benar atau tidak aku tidak tahu.

"memangnya kapan terakhir dave kesini?" tanyaku. walaupun terdengar seperti hanya basa-basi tapi sebenarnya bukan, aku memang penasaran kapan terakhir dave mengunjungi mamanya, dan asal tau saja, sebenarnya basa-basi itu memang kadang diperlukan dalam menjalin komunikasi dan hubungan. tidak mungkin kan ketika berkunjung ke rumah teman untuk meminjam sesuatu dan kebetulan yang menyambut kita ibu ya kita langsung bilang 'tante, saya mau pinjem x', tidak mungkinkan?

"sudah lama.... banget, tante sampe lupa, mungkin sekitar satu setengah tahun yang lalu" jawab mama. selama itukah dave tidak menemui mamanya meskipun ada waktu? atau dia memang terlalu sibuk untuk menemui mamanya? omong kosong, bahkan beberapa hari setelah pernikahan kami dia sempat menganggur di rumah. kenapa dia tidak mengunjungi ibunya yang sebenarnya sangat sangat dekat dan bisa dicapai dengan jalan lagi. parahnya, masa dia tidak mengabari ibunya tentang pernikahannya denganku? setidak pentingkah hubungannya dengan ibunya? tidak mungkin, hubunganku dengannya lah yang tidak penting baginya, makanya dia tidak memberitahu mamanya dan tidak berniat memperkenalkanku dengan mamanya. hah, mendadak aku kesal dengan dave.

"mumpung dave di sini, kenapa gak ajak dave makan malam sekalian? pasti dave juga kangen dengan masakan tante" ujarku, terlalu malu untuk memanggilnya mama.

"apa gak papa? takutnya nanti dave marah dan gak mau makan di sini" ujar mama agak khawatir.

"gak akan, nanti saya yang bilang sama dave kalo saya udah laper dan harus makan sekarang, pasti dave mau" kataku meyakinkan. kupikir akan baik jika mereka bersama untuk makan malam. pasti ada alasan tertentu kenapa sikap dave pada mamanya seburuk ini, barangkali ada kesalahpahaman di antara mereka, mungkin ini bisa menjadi jalan keluar bagi mereka. membantu memperbaiki hubungan ibu-anak adalah sesuatu yang terpujikan?

"kamu yakin dave gak akan marah?" tanya mama.

"tentu aja, dave gak mungkin marah dengan karena hal sepele seperti ini, ayo tante" jawabku semeyakinkan mungkin, jika ingin jujur sebenarnya hanya dengan sebuah kesalahan kecil saja, dave bisa mengamuk.

mama dave tersenyum ketika aku mengapiy lengannya dan mengajaknya ke dapur. sekarang aku tau dari mana dave mempunyai senyum yang menawan, dari mamanya tentu saja. di dapur mama dave mulai mengambil bahan-bahan dari kulkas dan mulai memasak.

"tolong bantu kupas kentangnya ya" kata mama sambil membersihkan ikan. aku mengangguk. memang aku tidak bisa memasak, tapi kalau hanya mengupas seperti ini.... kurasa bukan sesuatu yang sulit, lagipula sudah ada alatnya. ini akan menyenangkan, memasak bersama ibu mertua untuk pertama kali.

"tante gak tau apa hubungan kamu dan dave, tapi tante yakin, hubungan kalian sangat baik. sebelumnya dave tidak pernah mengajak teman ke sini, siapa nama kamu nak?" tanya mama di tengah-tengah acara memasak.

"tante bisa memanggil saya clara" jawabku sambil berusaha mengiris bawang setipis mungkin, ini sangat sulit.

"apa hubungan kamu sama dave?" aduh, apa yang harus kukatakan? apakah sebaiknya kusembunyikan dulu hubunganku dan dave?

"saya...."

"dia istriku" aku dan mama terkejut. kami sama-sama menoleh ke pintu dapur. dave berdiri di sana dengan wajah tidak senang.

"i... istri kamu?" tanya mama, dia menatap dave dengan tatapan terluka. dia seperti tidak terima. aku menunduk, apakah beliau tidak suka aku menjadi istri dave?

"iya, kurang jelas?" aku menatap dave tidak senang, apakah ini sikap yabg pantas ditujukan pada seorang ibu.

"sangat jelas, mama cuma gak nyangka, ternyata anak mama sudah menjadi seorang suami. mama bangga, kapan kalian menikah? kenapa gak ngasih tau mama?" dari tatapan mama pada dave yang berkaca-kaca, aku tau apa yang beliau pikirkan, 'kenapa tidak bilang mama? apa kamu begitu benci sama mama sampai di hari pernikahan kamu mama tidak diberi tahu? padahal mama ingin melihat kamu di hari yang bahagia itu' kurang lebih seperti itu. ternyata begitu, mama dave bukannya tidak menerimaku sebagai menantunya, beliau tidak terima kenapa dave tidak memberitahukannya bahwa dia telah menikah. mama dave sedih akan hal itu.

"kami...."

"mama gak perlu tahu itu" potong dave ketika aku akan menjawab.

bukan kemarahan yang mama tunjukan, melainkan sebuah senyuman.

"kalau begitu mama minta maaf gak hadir di pernikahan kalian, sebagai gantinya mama akan masak untuk kalian hari ini, kita makan malam bareng" kata mama, beliau berusaha kuat menghadapi dave, aku tau itu.

"gak perlu repot-repot, kami udah mau pulang, ayo ra" dave menarik tanganku pergi dari dapur. aku menoleh ke belakang, mama save hanya diam menatap kami dengan sedih.

"dave, lepasin, kamu gak boleh gini sama mama kamu!" berontakku.

"siapa yang nyuruh kamu ikut campur masalahku sama mamaku? udah dibilang jangan keluar ya jangan keluar" bentak dave.

"kamu kenapa sih aneh banget, segitu bencinya kamu sam mama kamu sampe aku gak boleh kenal beliau?" ujarku kesal.

"diem, jangan sebut dia di depanku!" bentak dave. aku terus berontak, berusaha agar terlepas dari cengkeraman dave.

tiba di ruang tamu kami dikejutkan dengan pintu depan yang tiba-tiba dibuka dari luar, masuklah seorang perempuan dua puluhan yang menggendong sorang anak laki-laki yanh mungkin usianya baru tiga tahun. aku dan dave diam terpaku.

"dave, kamu disini?" ujar perempuan itu tampak terkejut dengan keberadaan kami.

"arin" ucap dave samar. tiba-tiba anak yang digendong wanita yang dipanggil dave sebagai arin itu terbangun, matanya berbinar melihat dave.

"papa dave!" seru anak itu.

deg! jantungku terasa berhenti berdetak.

avataravatar
Next chapter