webnovel

Insiden Sinar Matahari 1

Renee mulai beradaptasi dengan segala keanehan yang ada di Mansion keluarga Emmanuel, seperti biasa Ivana akan mengetuk pintunya dan menyuruhnya menyiapkan sarapan pagi untuk sang Marquis.

"Tuan tidak suka makanan yang terlalu manis, cukup buat roti dan jangan oleskan selai di atasnya."

"Oke, aku mengerti."

Karena kesalahnya kemarin, Renee hari ini lebih patuh dan tidak melakukan sesuatu yang aneh, ia menatap adonan roti yang ada di tangannya, meremas dengan pelan, lalu memasukkannya ke dalam oven.

Api menyala di bawah, Renee menggosok kedua tangannya dengan pelan. Ivana sibuk di sisi lain dapur, menyortir sayuran yang ada di dalam keranjang.

Pelayan lain seakan tidak terlihat, Renee hanya bisa melihat mereka dari kejauhan dan tidak pernah punya kesempatan untuk melihat lebih dekat atau bertegur sapa.

Seakan semua orang sengaja menjaga jarak satu sama lain.

Aroma khas dari roti menguar di udara, Renee buru-buru mengeluarkannya dengan hati-hati, menaruh di piring dan membuat teh, dengan langkah pelan ia membawa semuanya menuju ruang makan.

Leo sudah menunggu di sana sambil membaca gulungan kertas, ia bersandar dengan nyaman di kursi roda dan matanya terlihat sendu.

Seandainya saja Leo terlihat lebih normal, mungkin para putri bangsawan akan mengantri untuk berkencan dengannya.

Tapi sayang sekali, ia tidak normal.

Renee meletakkan semua yang ia bawa di atas meja, menuang teh dengan gerakan yang anggun, kemudian ia berlutut di depan Leo.

"Tuan, mohon ampuni saya." Renee memejamkan matanya, ia meremas ujung pakaiannya dan menahan napas. "Saya telah merenungkan apa yang terjadi kemarin dan saya menyesali kesalahan saya."

Leo melirik Renee sekilas, lalu melambaikan tangannya, menyuruhnya untuk bangkit.

Renee tidak tahu apakah itu artinya Leo telah memaafkannya atau tidak, ia berdiri dan berdiri di sisi Leo.

Laki-laki itu tidak mengatakan apa-apa lagi, ia sibuk membaca gulungan kertas yang ada di depannya, hingga ia menghela napas panjang.

Leo mengambil pena dan menyadari jika ia kehabisan tinta, matanya melirik Renee.

"Saya akan mengambilnya," kata Renee tanpa disuruh, ia melesat menuju ruang kerja dan mengambilkan botol tinta.

Botol tinta itu terletak di atas meja Leo, Renee langsung mengambilnya tanpa pikir panjang dan matanya tanpa sengaja melihat beberapa lembar kertas yang terselip di bawah buku tebal.

"Apa ini?"

Renee melirik ke sekitar, tidak ada siapa-siapa di ruang kerja Leo kecuali dirinya, tangannya bergerak dengan pelan dan menarik kertas itu.

Kertas itu berisi lukisan yang pernah Renee lihat sebelum datang ke Mansion ini, lukisan itu berjumlah tujuh lembar, berisi gambar orang-orang yang menghilang di kota Dorthive.

Orang-orang yang ada di dalam lukisan itu tidak ada yang tua, ada seorang wanita paruh baya, seorang gadis yang masih sekolah dan anak laki-laki yang lucu.

Mereka semua terlihat seperti orang baik yang tidak akan mungkin terlibat kejahatan, wajah mereka ramah dan polos. Tapi mereka semua telah menghilang di kota ini.

"Jadi Leo juga menyelidiknya." Renee menghela napas, mengembalikan lembaran kertas kembali ke tempatnya dan bergegas menuju untuk keluar.

GREP!

Renee tersentak, ia hampir memekik sebelum sebuah tangan menutup mulut dan menariknya ke sudut lorong yang gelap.

"Jangan berteriak, kalau Tuan Leo mendengarnya, habislah sudah aku." Suara orang yang membekap mulutnya itu terdengar serak dan gemetar, tapi Renee tahu kalau itu adalah seorang wanita.

"Bantu aku!" Wanita itu berbisik di telinga Renee, melepas tangannya dan dengan gelisah melirik sekitar. "Bantu aku keluar dari sini!"

"A … apa?"

Renee merasakan tangannya dicengkeram dengan erat oleh wanita itu, karena saat ini mereka jauh dari cahaya, ia hanya bisa melihat sebagian wajahnya, wanita itu sangat kurus, pakaian compang-camping dan ada luka memanjang di lengannya, rambutnya yang panjang itu hampir menutupi seluruh mukanya.

"Bantu aku keluar dari sini!" desisnya, kukunya yang panjang menyakiti tangan Renee. "Tidak, tidak, kita harus keluar dari sini kalau tidak kita akan mati!"

Renee merasakan jantungnya berdebar dengan kencang, seakan semua rumor buruk tentang sang Marquis kembali terlintas di benaknya.

"Tunggu, keluar … keluar dari Mansion ini? A … apa yang sebenarnya terjadi padamu?"

Wanita itu mendesis lagi, ia menarik Renee ke arah jendela, tangannya yang kasar itu menarik tirai.

"Hei, kau tidak boleh …."

"Kita harus keluar! Ia akan membunuh kita semua!" Wanita kurus itu mendesis, matanya berulang kali bergulir kesana kemari, Renee mulai merasakan ketakutan yang tidak bisa ia lukiskan. "Dia orang jahat! Jahat sekali!"

Renee melihat sebelah tangan yang tidak memegangnya itu menarik tirai dengan kasar.

"Tunggu, jangan buka jendelanya!"

"Kau harus membantuku!" Wanita itu mendesis, mungkin takut kalau ia berteriak, seseorang akan datag menemukannya. "Bawa aku keluar dari neraka ini!"

SRAK!

Tirai yang menutup rapat jendela terbuka, cahaya matahari yang selama ini tertahan langsung bersinar ke dalam, Renee merasakan pegangan tangan yang memegangnya tadi melemah, ia terjatuh ke lantai.

"Ah, bawa aku!" Wanita itu berteriak, ia hendak menerjang Renee.

Cahaya matahari menerobos masuk, menyinari lorong yang gelap, dari dalam tubuh wanita kurus tadi mengeluarkan asap tipis.

"Bawa aku!" teriaknya sambil berusaha menjangkau tangan Renee.

"Apa … apa yang terjadi padamu?!" Renee kebingungan, botol tinta yang ia pegang jatuh ke lantai dan tumpah, melihat semakin banyak asap yang keluar dari tubuh wanita itu membuatnya ketakutan.

"Kenapa … kenapa kau?"

"Bawa aku, sialan!" Wanita itu tidak memedulikan tubuhnya yang berasap, ia terjatuh ke lantai dengan suara berdebam, ada beberapa serpihan yang berjatuhan di tubuhnya. "Sudah kubilang, bawa aku keluar dari Neraka ini!"

SSHH!

"Argh!"

Tubuh wanita itu semakin berasap dan mengeluarkan aroma seperti terbakar, Renee terpaku dengan wajah pucat. Seumur hidupnya ia tidak pernah melihat sesuatu seperti ini.

"Bawa aku!" Wanita itu masih belum menyerah, berusaha menangkap tangan Renee yang terus mundur di sepanjang lorong.

Tubuhnya semakin berasap dan tangan yang menjangkau Renee itu berubah menjadi abu, Renne membelakakkan matanya.

"Apa … apa ini?!"

Wanita itu berteriak, sinar matahari semakin terang dan tubuhnya mulai berubah, menjadi serpihan yang berserakan di lantai.

Renee menutup mulutnya, menahah teriakan. Air matanya menetes di pipinya, sangat terkejut dengan apa yang ia lihat.

Di belakang Renee tiba-tiba saja muncul Ivana dengan wajah dingin, ia menatap serpihan abu di lantai dan sinar matahari yang bersinar melalui jendela yang terbuka lebar.

Renee tidak berani bicara, rasanya seperti semua yang akan ia katakan tersangkut di tenggorokannya, tubuhnya mendadak gemetar tak terkendali.

"Sudah kubilang, jangan buka tirainya. Kenapa masih saja ada yang tidak mengerti? Konyol sekali."