Memegang etika makan tidak boleh berbicara, aku mengangguk sebagai jawaban atas pujian dan ucapan terima kasihnya. Mulutku pun sedang mengunyah suapan ke tiga. Kami makan dengah hikmat. Hanya ada denting suara sendok yang berbunyi. Dia mengambil dua botol air mineral dari lemari di belakang mejanya. Menaruhnya di meja setelah membukanya untukku.
"Saya mau bicara sama kamu," ujarnya setelah meneguk air. Kulihat nasi di rantangnya sudah habis.
Aku menunggunya mengoceh sementara aku menghabiskan santap siangku. Dia mengelap mulut dengan tisu yang tersedia di meja. Dia diam menyandarkan punggungnya ke sofa. Lalu, fokusku hanya ke makanan yang sedikit lagi akan habis. Dia masih bergeming.
"Saya minta maaf kejadian lebaran lalu," ucapnya tiba-tiba, nyaris membuatku tersedak.
Aku tidak mengalihkan mata dari nasi yang kuaduk-aduk. Bersamaan dengan itu, selera makanku perlahan menghilang. Dengan kepala yang masih menunduk, aku mulai gelisah dibalik sikap diamku.
Support your favorite authors and translators in webnovel.com